"Lo punya fotonya si Valentino gak, Vin?" Tanyaku.
"Katanya gak mau ganggu."
"Ya kan pengin tau orangnya kaya apa."
"Ada, bentar gue cari di gallery dulu. Anjay yaaa, hp gue sekarang isinya foto anak, Kei sering banget kirim-kirim, bikin gemesh!"
"Mantap nihh!"
"Udah gue kirim ke wasap yak! Buat apaan sih?" Tanyanya.
Aku mengabaikan pertanyaannya, kemudian menatap wajah Valentino yang ada di ponselku, dan ingatanku langsung membawaku ke muka polos Sasha. Mereka mirip.
"Gue mau cerita dong!"
"Sambil minum yuk? Biar enak ceritanya."
"Gak ah, gue mau berenti minum, lo juga Vin, udah jadi bapak juga."
"Apa bedanya sama setaun lalu nye?? Dua taun lalu? Tiga taun lalu? Hah?"
"Gak tau."
"Yaudah, ke rumah gue aja yak?"
"Siap, lo jalan duluan sana, gue kan di motor, cepet sampe!"
"Oke Puput sayang!"
"Jijik, Vin!"
Mengendarai motor ke rumah Vino, aku sampai duluan ternyata, Keira lah yang membuka pintu. Untung dia sudah kenal akrab dengan semua teman Vino, jadi aku langsung disuruh masuk.
"Kak Put?"
"Euy?"
"Punya anak asik ya?"
"Belom ngerasain, Dek."
"Cobain deh sana, bikin anak, biar punya."
"Enteng amat nyuruhnya." Sahutku, Keira tertawa.
Vino datang, Keira langsung meninggalkan kami, katanya sih mau jaga anak, dan ia berpesan supaya kami gak berisik.
"Cerita apa lu?" Tanya Vino.
"Gue ditolak euy." Kataku, lalu menjelaskan kronologis ceritaku seperti apa.
"Deketin aja terus Put, kalo udah nyaman mah gak bakal nolak kok, asli, apalagi kalau lo bikin dia merasa butuh."
"Dia gak bisa kayanya begitu, Sacy tipe cewek mandiri Vin, gak ada ceritanya dia ketergantungan sama orang. Apalagi dengan cerita masalalunya, self defense machine-nya pasti kenceng."
"Sotoy ah lu, belum dicoba juga. Kaloga deketin dari kelemahannya."
"Apaan?"
"Lo deketin anaknya! Elahhh, lo akrabin diri sama anaknya, nanti kan Sacy liat kalau lo adalah sosok ayah yang dibutuhkan anaknya, udah deh klepek-klepek dia."
"Otak lu tuh yaa, ada aja jalannya."
"Harus Put!"
"Hemm!" Hanya itu jawabanku.
Vino diam, akupun diam, memandang tembok berwarna baby-blue di hadapanku ini. Lamunanku tersadar oleh getar ponsel di saku celana.
Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Karena gak punya ide siapa, jadi aku mengangkatnya, biar tau siapa si penelepon ini.
"Hallo, Putra?"
"Iya, siapa ya?" Tanyaku.
"Ini Rediza, lagi sama Sacy gak?"
"Lha? Sacy bukannya ikut Pak Musa FGD (focus group discussion) di Menado?"
"Oh, lo gak ikut ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah yang Sungguh
Ficción GeneralAku pernah berniat singgah, namun ia tak sungguh. - Putra. (Completed)