Ekspresi mama datar. Aku gak punya bayangan ini akan disemprot bagaimana.
"Sha, kamu tahu kan setiap orangtua itu pengin yang terbaik untuk anaknya?"
"Iya Ma." Jawabku pelan, kemudian mengalihkan pandangan, tak berani menatap mama.
"Tapi mama gak mau atur-atur kamu lagi, bukan berarti mama gak peduli sama kamu, lebih ke... mama percaya apapun pilihan kamu, itu yang terbaik buat kamu."
Aku langsung menatap Mama, ada senyum tipis yang terukir di pipinya.
"Gak apa Ma?"
"Iya, tapi kamu harus serius, jangan setengah-setengah ya?"
"Iya Ma, siap!!" Ucapku sambil tersenyum.
Lalu Mama memelukku singkat, kemudian menyuruh tidur karena tak terasa waktu sudah lewat tengah malam.
Aku masuk ke kamar dengan perasaan lega, perasaan diterima dan disayangi. Sesuatu yang tidak kurasakan untuk sekian tahun lamanya.
Akhirnya, semua perlahan membaik.
****
"Pagi Mbak Sacy!"
"Eh Mas Shadu, kemana aja?"
"Kampus euy, ngurusin disertasi ke pimbimbing sana."
"Beres Mas??"
"Bulan depan wisuda."
"Oh iya, ada perlu apa?"
"Agenda Pak Musa hari ini ke mana aja?" Tanyaku.
"Emm, sebentar." Sacy mengambil jurnal kecil dari laci mejanya, lalu membaca di halaman terakhir.
"Kosong, Mas."
"Oke, Pak Musa siang ini saya booking yaak!"
"Lha? Orang ini mas, bukan ruangan."
"Hahah biarin, udah bilangin gitu kalo bapaknya dateng yaa!"
"Siaap."
Aku mengangguk kemudian pamit, baru berjalan beberapa langkah, aku balik lagi.
"Mbak? Makan siang mau di mana?"
"Bawa bekel, Mas."
"Bekelnya buat sore aja, siang ikut yuk!"
"Ke mana?"
"Nyari yang seger-seger."
"Sama siapa aja Mas?"
"Rame pokoknya."
"Yaudah kalau gitu."
"Sipp, makasi yaa Mbak Sacy!"
"Sama-sama Mas Shadu."
Gak tau kenapa, aku senyum-senyum aja gitu balik ke ruangan. Ngerasa udah bohongin orang. Makan siang rame sama siapa coba? Temen di sini aja jarang.
Menuju jam makan siang, aku dapat undangan di group wassap anak geng. Agak lega juga karena nantinya gak jadi bohong ke Sacy.
Setengah jam sebelum makan siang, aku meninggalkan ruangan, menuju TU tempat ruangan Sacy berada.
"Mas Putra rajin bingits ngapel ke mari." Ucap Pak Ivan.
"Gak boleh??"
"Emm, boleh sikkk."
"Yaudah, punten, mau ke Sacy dulu."
"Iya sok, mangga."
Aku menuju meja Sacy, kebetulan mejanya ini agak terlindung, ada dinding kayu yang menutupinya dengan meja Pak Ivan, jadi kaya kubikel gitu deh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah yang Sungguh
General FictionAku pernah berniat singgah, namun ia tak sungguh. - Putra. (Completed)