18. Ask

2.4K 427 12
                                    

Setelah tahu semua tentang Sacy, aku jadi galau, bingung mau lanjut atau engga.

Pertama, aku gak ada masalah sama cerita masalalunya, aku juga gak keberatan dia punya anak.

Kedua, yang bikin aku galau. Seriusan aku mau deketin dia? Sementara perasaan aku aja tuh belum jelas.

Ketiga, gimana cara izin sama Mama nanti? Aku sih iya menerima, Mama? Entah lah, aku gak akan bisa nebak respon Mama.

Keempat, yang paling utama. EMANG SACY MAUUU SAMA AKU???

Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Udah, itu aja.

Tak terasa, motor yang kukendarai sampai di rumah tujuanku sore ini. Mobil Papa belum ada, jadi ada kemungkinan Papa belum pulang. Masih kejebak macet sepertinya.

Memarkirkan motor di halaman, aku langsung menyerukan salam. Tak lama, Idris keluar, ia membukakan pintu kemudian langsung mencium punggung tanganku.

"Kak Putra, ayok masuk!"

Aku langsung masuk, duduk di ruang tamu. Rumah ini jauh lebih kecil daripada rumahku, tapi entah kenapa terasa lebih nyaman.

"Lagi bikin tugas?" Tanyaku ketika melihat banyak buku, dan beberapa coretan hitungan di meja tamu.

"Iya, Kak Put, banyak banget pe-ernya."

"Yuk sini, dibantuin." Aku langsung duduk di lantai, membaca soal-soal kemudian menuliskan jawaban di kertas coretan, agar Idris bisa menyalin ulang ke bukunya.

"Bunda kamu mana?" Tanyaku.

"Bunda tiap sebelum maghrib ngajar ngaji di Madrasah, pulangnya nanti beres solat maghrib."

"Kamu sendirian?"

"Sama Moka!"

"Kura-kura brazil, mana bisa nemenin." Sahutku. Jujur sih, adanya Papa dengan keluarga barunya menurutku bikin berasa punya keluarga utuh lagi.

Sekian menit menemani Idris mengerjakan tugas, Papa akhirnya pulang, tak lama setelah itu Bu Amel menyusul dengan membawa jinjingan nasi box.

"Eh? Ada Kak Putra, yaah Ibu cuma bawa nasi 3 lagi ini."

"Gak apa Bu, santai."

"Kak Putra mau bagi dua sama aku?" Tanya Idris.

"Kamu masih kecil, butuh makan banyak biar gede, santai aja, nanti Kak Putra makan di luar."

"Digorengin telur, mau?" Tawar Bu Amel.

"Gak usah, mau dibikin teh tawar anget aja Bu, boleh?"

"Okeeey, yuk pindah ke dalem."

Kami berempat duduk di meja makan, ketiga keluargaku ini asik makan nasi kotak yang dibawa bu Amel. Aku emang gak terlalu lapar sih, jadi santai aja.

"Kenapa? Tumben dateng gak bilang dulu?" Tanya Papa saat selesai makan, hanya ada kami berdua di meja, Idris sudah kembali ke ruang tamu sementara Bu Amel mengerjakan sesuatu di dapur.

"Mau cerita."

"Yaudah cerita aja."

Menarik nafas panjang, aku menceritakan kegalauan yang kurasakan sekarang, aku yang mulai peduli pada Sacy, perasanku yang gak jelas, serta masalalunya.

"Papa seneng kamu cerita tentang cewek."

"Pa, come-on! Gimana nih??"

"Gini aja, kalau kamu bahagia, ya jalanin aja, kamu nemu bahagia gak? Dapet bahagia gak? Sekarang tuh yang dicari perasaan bahagia, Nak, perasaan tenang, nyaman karena hal-hal itu yang susah didapetin."

Singgah yang SungguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang