20. Hemm

2.5K 436 13
                                    

"Sach, makasi yaa!" Kataku. Hari ini, Sacy datang ke sidangku, katanya sih ia diminta mendampingi Pak Musa, tapi untukku ia jadi semacam suntikan semangat gitu.

"Iya, selamat Mas, udah doktor!"

Aku mengangguk.

"Pak Musa mana ya Mas?"

"Ngobrol sama Prof Zizan tadi sih, kenapa?".

"Mau pulang."

"Pulang?"

"Balik ke kantor maksudnya."

"Kata Pak Musa udah bikin surat tugas, gak usah balik ke kantor. Jalan yuk?!"

"Eh?"

"Kenapa?"

"Mau jemput anak Mas, di day-care."

"Yaudah dianter, yuk, bawa mobil kok."

"Ngerepotin Mas."

"Engga, santai aja."

Sacy mengangguk. Ini nih yang paling aku senengin dari Sacy, anaknya gak drama, gak jaim. Santai.

Meninggalkan pesan ke Pak Musa, aku menggendong ranselku lalu berjalan bersama Sacy ke parkiran.

"Daycare-nya di mana?"

"Deket rumah, Mas. Nanti diarahin kok. Maaf ya Mas repotin, soalnya Ibu lagi gak enak badan jadi gak bisa jemput, biasanya sama Ibu."

"Gak apa Sach,"

Sacy tersenyum, kemudian ia mulai mengarahkan jalan sambil memberi tahu patokan kapan aku harus pasang lampu sein biar gak belok dadakan.

"Ditinggal juga gak apa Mas."

"Ditunggu aja, sana jemput anaknya." Kataku, Sacy mengangguk dan keluar dari mobil.

Memerhatikan Sacy yang masuk ke sebuah playgroup ini bikin aku mikir. Seberapa hebatnya dia menjalani hidupnya. Asli ya, ngebesarin anak dan mencurahkan kasih sayang sepenuhnya tuh gak gampang. Aku belajar ini dari Mama, karena Mama kan... ya gitu lah.

Tak lama, Sacy kembali sambil menuntun anak kecil yang memakai tas gendong berbentuk boneka, lucu banget.

"Maaf ya Mas, lama."

"Bentar kok."

"Salim sama Om-nya!" Seru Sacy pada anaknya, dan gadis kecil ini menurut.

"Namanya siapa?" Tanyaku.

"Tuh ditanya, ayok jawab." Ucap Sacy lembut.

"Sasa."

"Sasha, Mas."

Aku mengangguk.

"Sasha mau eskrim gak?" Tanyaku, ia langsung melirik Sacy, seperti meminta persetujuan.

"Gak usah Mas,"

"Lagi seneng nih beres sidang, udah kita main dulu aja yak? Bosen kali kerja mulu."

Sacy diam saja, jadi meskipun belum ada persetujuan aku langsung menjalankan mobil ke sebuah mall yang tempat bermain anaknya bisa dibilang lengkap.

"Mau apa lagi?" Tanyaku pada Sasha. Ia terlihat berfikir, semua permainan dan semua penjual makanan manis bertebaran, wajar saja ia bingung.

"Mas Shadu sering main sama anak kecil ya?"

"Engga, aslinya sih gak punya adek, jadi seneng kalo ada anak kecil."

"Au itu, Oom!" Aku mengalihkan pandangan dari Sacy ke Sasha yang menunjuk kedai gulali.

"Oke!" Aku menuntunnya, meninggalkan Sacy.

"Mau warna apa??" Tanyaku. Karena Sasha harus mendongkak, aku memutuskan menggendongnya.

"Mau warna apa?" Tanyaku ulang.

"Pink!"

"Owkay!"

"Sha ihh, eskrim-nya aja belum abis." Sacy sudah berada di belakang kami, ia mengulurkan cup eskrim Sasha yang ia pegang.

"Nti!" Hanya itu jawaban lucu dari Sasha.

"Biarin sih, gak tiap hari ini." Kataku.

"Iya sih, tapikan gak enak."

Aku nyengir, bosen ngomong 'santai' terus ke anak ini.

Setelah Sahsa membeli gulali, kami memutuskan naik komidi putar. Dan tanpa sengaja, Sasha tidur di pangkuanku.

"Pulang aja ya Mas, kasian Mas Shadu kalo kelamaan ngurusin Sasha."

"Yaudah, kasian juga Sasha tidurnya duduk." Kataku.

Begitu wahana berhenti, kami langsung keluar, turun ke parkiran.

"Sach??!" Entah kenapa, untuk memanggil namanya saja aku perlu menyiapkan nyali.

"Kenapa mas Shadu?" Baru saja dia hendak turun dari mobil, ya, kami sudah sampai di depan rumahnya.

"Emmm, gimana yak?"

"Kenapa?" Tanyanya lagi.

"Boleh gak sih, deket tapi lebih dari temen atau rekan kerja?"

Sacy diam, aku menatapnya dan melihat matanya seperti menerawang jauh ke entah berantah.

"Sach?! Gak harus dijawab sekarang kok." Kataku, antisipasi penolakan.

"Gak tau Mas, fokus aku sekarang cuma Sasha." Ia menjawab sambil memandang anak yang ada dipelukannya itu.

Aku diam, agak susah kalau berhadapan sama cewek yang sudah berkomitmen fokus sama anak. Mau kita bilang harus peduli sama diri sendiri pun kesannya aku jadi egois, karena niat dia kan baik.

"Emang Mas Shadu gak apa gitu? Aku punya anak, masa lalu aku gak jelas." Katanya saat aku tak merespon ucapannya.

"Ya gak jelas kan bisa kamu jelasin." Kataku. Ya sekalipun aku sudah tahu lebih dari apa yang ia kira, aku tetap ingin jika itu keluar dari mulutnya sendiri.

"Gak tau Mas, aku sekarang fokus ngurus anak aja, tebus dosa-dosaku di masa lalu."

"Yaudah kalau gitu, tapi kita tetep temenan ya?" Pintaku, dan Sacy mengangguk setuju.

******

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

****

Padahal uda cocok yaaa~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal uda cocok yaaa~

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Singgah yang SungguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang