Setelah kejadian tadi di rumah Aham, baik Angkasa dan Jeara belum mau membuka obrolan di antara mereka. Jeara masih merutuki dirinya atas kalimat yang dia ucapkan tadi. Sementara Angkasa masih belum bisa melupakan ucapan Jeara. Dia tidak menyangka kalau Jeara bisa membalasnya dengan kalimat yang bisa membuatnya salah tingkah seperti tadi.
Bahkan sampai di rumah pun, mereka masih tidak mau membuka mulut.
"Minum nggak?"
"Nanti ambil sendiri."
Jeara merengut. Dia tidak suka kalau mereka diam-diaman seperti ini. Iya, dia juga merasa canggung. Tapi kalau seperti ini ya mau bagaimana lagi?
Jeara paling tidak tahan kalau harus canggung dengan Angkasa.
"Ngomong dong, Sa."
"Ini udah."
"Ih bukan gitu!" Jeara mengubah posisi duduknya menjadi menghadap kekasihnya itu. "Bahas sesuatu gitu lho. Aku nggak suka canggung gini."
"Iya, kamu mau bahas apa? Masa depan sama aku?"
Jeara semakin merengut. Memukul Angkasa sebal.
"Apa sih kamu bahasnya itu terus! Aku malu tau." Kata Jeara.
Angkasa tertawa. Jeara sangat jujur kalau dia sedang merasa malu. Itu menjadi alasan mengapa Angkasa suka sekali mengganggu kekasihnya. Membuat telinga Jeara memerah adalah hobinya.
"Emang kenapa sih kalau bahas masa depan? Kan lumayan, nyicil dari sekarang." Ujar Angkasa.
"Bahas itu lagi, pulang sana!" Jeara berdecak sebal. Raut wajahnya berubah menjadi masam dan telinganya memerah. Membuat Angkasa gemas sendiri melihatnya.
"Iya nggak lagi." Angkasa menyerah. Meskipun dia masih ingin menggoda pacarnya itu. Tapi daripada Jeara sebal dengannya, lebih baik Angkasa berhenti.
Mereka kembali diam. Jeara yang masih sebal dengan Angkasa memilih untuk menyalurkan emosinya dengan mengganti-ganti siaran TV dan berhenti di acara gosip. Sementara Angkasa juga hanya memperhatikan kekasihnya itu. Tidak berniat mengganggu Jeara.
Angkasa tau, ini awal bulan. Jadwalnya Jeara mendapatkan tamu yang sukanya mengubah-ngubah mood Jeara sesuka hati. Belum saja nanti Jeara tiba-tiba menangis karena sakit perut yang menyiksa.
Angkasa pernah dibuat khawatir karena Jeara tidak terlihat di sekitar kampus padahal kelasnya sudah selesai. Dia tidak bisa menghubungi Jeara karena panggilannya selalu ditolak. Hingga Juan memberitahu kalau Jeara langsung pulang sambil menangis karena perutnya sakit dan menyiksa gadis itu.
Sejak saat itu, Angkasa selalu siaga saat awal bulan. Selalu memastikan pada Jeara kalau gadisnya butuh sesuatu, sebaiknya bilang pada Angkasa. Dia tidak mempercayai Juan dan Jean karena kedua saudara Jeara itu pasti tidak paham dan tidak terlalu mengerti tentang Jeara.
"Sa...." Panggil Jeara.
"Kenapa? Sakit perut?" Tanya Angkasa.
"Nggak. Aku mau jalan-jalan lagi." Jawab Jeara. Angkasa melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Bukan masalah bagi Angkasa menuruti kemauan Jeara, jika saja mereka berdua tidak memiliki jadwal penting di pagi hari.
Rapat UKM.
"Besok aja ya, Je? Udah malam. Besok kan masih harus bangun pagi, rapat UKM. Inget kan?"
"Maunya sekarang."
"Besok aja, Je. Janji deh kemana aja aku iyain. Tapi besok, nggak sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
General FictionAngkasa, kamu itu rumah. Tempat untuk aku kembali nanti, jika takdir sudah membaik untuk kita. [COMPLETED]