"Anjing! Bangsat lo! Ah sialan!"
Renan menyugar rambutnya kasar dan menghela napasnya berat setelah dia melampiaskan semua emosinya pada Angkasa. Sedari tadi, Renan memang sedang sibuk memaki pria itu yang sialnya adalah sahabatnya sendiri karena ada satu hal yang entah Angkasa atau bukan yang melakukannya dan itu berhasil membuat Renan kecewa setengah mati sampai ingin memukulnya meski akhirnya hanya berakhir dengan banyaknya makian yang keluar dari mulut manisnya.
"Kalo Arsen sampai tau, gue juga yang kena, bego!"
"Itu bukan gue, Ren. Sumpah demi apapun!"
"Terus siapa anjing! Jelas-jelas disana tertulis nama lo dan itu juga tulisan lo, gue kenal banget, Sa."
"Tapi gue berani sumpah, bukan gue yang ngelakuin."
"Terus siapa lagi kalau bukan lo? Hah?"
"Gue juga nggak tau..."
Renan menatap Angkasa tidak percaya dan semakin kesal dibuatnya. Johnny tidak ada disana untuk menenangkan mereka berdua karena Renan menyuruhnya untuk menyusul Jeara di rumah. Juan dan Jean belum kembali dari kegiatan mereka dan Renan ingin masalah ini tidak ada yang tau selain mereka.
Tadi sore saat dia sedang asyik nongkrong di Calais bersama Angkasa dan Johnny, Jeara meneleponnya. Mengatakan bahwa ada orang asing meletakkan kotak di depan rumahnya dan itu berisi hal yang paling Jeara benci, yakni darah. Entah darah apa yang sengaja di siram pada boneka beruang putih yang dikirim orang asing itu, yang jelas hal tersebut sukses membuat Jeara ketakutan. Renan langsung menyuruh Johnny untuk menyusul Jeara, sedangkan dirinya dan Angkasa kembali ke kontrakan Renan dan memilih menunggu kabar disana.
Kata Johnny saat dirinya sudah sampai di rumah Jeara, orang tersebut menggunakan nama Angkasa di surat yang dia sisipkan di bawah kotak. Johnny juga tidak percaya, awalnya. Tapi dia hafal betul gaya tulisan Angkasa dan itu mirip dengan tulisan yang ada di kertas teror itu. Renan pun juga berpikiran hal yang sama. Sekalipun Angkasa terus mengelak dan mengatakan jika dia tidak mengirim apa-apa ke rumah Jeara. Jangankan mengirim, dia pergi ke rumah Jeara terakhir kali saja juga saat dia diusir oleh gadis itu setelah bertemu orangtuanya.
"Gue tau ini ulah siapa." Ujar Renan.
"Ren, jangan bilang lo─"
"Kalau lo mau bilang kalo gue nuduh Talitha disini, lo benar. Nggak ada lagi yang bisa ngelakuin hal kayak gini selain dia. Apalagi lo tau kan, cewek lo tuh benci banget sama Jeara." Potong Renan.
Angkasa menghela napasnya kasar, dia sudah menduga kalau Renan pasti akan menuduh Talitha atas kejadian ini. "Ren, jangan nuduh dia sembarangan deh."
"Gue nggak nuduh sembarangan, Sa. Kalau nyatanya emang dia pelakunya, ya gimana?" Sahut Renan.
"Lo nggak punya bukti." Jawab Angkasa. Dia masih belum bisa terima jika Talitha terlibat di kejadian ini. Talitha yang Angkasa tau bukan Talitha yang jahat dan tega melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan. Lagipula, Angkasa kan sudah memperingatkannya. Jadi tidak mungkin Talitha pelaku atas kejadian ini.
"Gue nggak butuh bukti buat nunjukin kalau cewek lo tuh emang licik, bangsat! Gue nggak paham kenapa lo bisa jadi kayak gini sih? Lo kayak bukan Angkasa yang gue kenal tau nggak? Sejak lo mutusin buat milih Talitha, lo jadi berubah, Sa."
"Gue nggak berubah, Ren. Nggak ada yang berubah."
"Ada. Ada yang berubah, Angkasa."
Renan berdiri dan mengambil jaket serta kunci motornya. Menghentikan langkahnya tepat di depan pintu dan menoleh untuk menatap Angkasa sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
General FictionAngkasa, kamu itu rumah. Tempat untuk aku kembali nanti, jika takdir sudah membaik untuk kita. [COMPLETED]