This will be an emotional chapter for both Jeara and Angkasa, so prepare yourself.
───────────────────
"Lo ngapain malam-malam kesini?"
Juan dikejutkan dengan kedatangan Angkasa di jam hampir tengah malam dengan membawa satu paperbag berisi kopi starbucks dan macaron pesanan Jeara yang tadi dititipkan padanya saat dia meminta izin pada Jeara.
"Mau ketemu Jeara lah, apalagi." Balas Angkasa. "Udah tidur dia?"
Juan menggeleng, masuk kembali ke dalam rumah dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu untuk mengerjakan kembali skripsinya. Sementara Angkasa juga mengekor di belakang, ikut duduk di samping Juan.
"Tadi pergi sama Arsen. Nggak tau pulang kapan, Arsen nggak bilang." Kata Juan.
Angkasa tentu saja terkejut, lebih kaget lagi ketika dia melihat Juan nampak tenang padahal adiknya dibawa oleh Arsen.
"Kok lo bolehin sih? Adik lo pergi sama Arsen lho." Tanya Angkasa, setengah marah.
"Arsen sahabat gue, jadi ya gue percaya aja. Gue kira lo udah tau, Sa." Jawab Juan tanpa melihat ke arah Angkasa.
"Jeara nggak ngasih tau apa-apa ke gue, Arsen apalagi." Keluh Angkasa. Dia langsung mencari ponselnya dan menghubungi Jeara berkali-kali, namun sialnya Jeara tidak menjawab satu pun dari panggilannya. Arsen juga sulit dihubungi, membuat Angkasa pusing sendiri memikirkannya.
"Santai aja, lo mau nginep nungguin dia nggak?" Tawar Juan, paham dengan kekhawatiran Angkasa.
Sayangnya, persepsi Juan berbeda dengan Angkasa. Juan kira, Angkasa khawatir karena Jeara pergi dengan Arsen dalam keadaan masih sakit dan masih perlu istirahat di rumah. Kenyataannya, Angkasa khawatir Arsen akan bicara macam-macam tentang dia dan membuat Jeara berpikiran buruk tentangnya. Angkasa juga takut Arsen berhasil mengambil Jeara darinya.
Itupun hanya beberapa persen dari ketakutan Angkasa lainnya.
"Gimana, nginep nggak? Sekalian nemenin gue ngerjain skripsi." Tanya Juan lagi.
"Iya, gue nginep." Jawab Angkasa final. Dia perlu tau dan bertemu Jeara saat gadis itu pulang nanti.
Iya, semoga saja pulang.
───────────────
"Kak Jeara belum balik juga?" Jean orang yang pertama kali menemukan Angkasa masih diam di depan ruang tamu dan menatap ke arah pintu.
"Belum." Jawab Angkasa. Pria itu menghela napasnya lelah, semalam penuh dia terjaga menunggu Jeara pulang, namun sampai pagi kekasihnya itu tidak menunjukkan tanda-tanda pulang.
"Tumben banget. Ya udah lah ntar juga datang. Gue mau olahraga sekalian sarapan di luar sama Kak Juan, lo ikut nggak?" Tanya Jean yang langsung mendapat tolakan dari Angkasa.
"Nitip aja." Jawabnya. Jean mengangguk dan langsung mengajak Juan untuk pergi. Meninggalkan Angkasa yang masih menunggu Jeara untuk pulang.
Matahari memang belum sepenuhnya terbit, tapi Angkasa sudah menganggap ini pagi karena jam sudah menunjukkan pukul setengah enam. Harusnya Jeara sudah pulang sejak semalam.
Angkasa buru-buru mengambil ponselnya dan mencoba sekali lagi menghubungi Jeara. Beruntung Jeara langsung membalasnya dan bilang kalau dia sedang di jalan menuju rumah. Ada sedikit rasa lega dalam hati Angkasa untuk beberapa detik. Sebelum Jeara kembali mengirimi pesan yang mampu membuatnya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
General FictionAngkasa, kamu itu rumah. Tempat untuk aku kembali nanti, jika takdir sudah membaik untuk kita. [COMPLETED]