"Kenapa dengan baju lo, Tha?" tanya Mario. Ia melihat dengan heran ketika Atha terlihat mengipasi bajunya.
Atha mendongakkan kepalanya, "Baju gue kena kopi tadi."
"Oh ya? Dimana?" tanya Mario. Ia meletakkan jurnal kedokteran yang sedang ia baca. Ia sedang menunggu Atha, karena mereka sebentar lagi akan pergi bersama ke supermarket.
"Di perpustakaan. Seseorang yang ceroboh menumpahkan kopinya dan kena baju gue."
Mario kembali bertanya untuk memastikan keadaan Atha, "Kulit lo bisa melepuh. Perlu kita ke Rumah Sakit dulu?"
"It's fine. Kulit gue baik – baik saja dan gue hanya perlu ganti baju, tapi sayang baju gue di mobil gak ada. Lo keberatan kalau kita berangkat sekarang ? Gue gak mau buang – buang waktu kalau harus ke apartemen gue dulu," kata Atha. Mario kemudian merogoh tasnya dan menyerahkan hoodie miliknya ke Atha.
"Thanks,"sahut Atha, kemudian memakai hoodie itu.
Sesampainya di supermarket, Atha menggandeng lengan Mario. Ia kemudian mengambil sebuah keranjang belanja dan berjalan menuju arah rak berisi sayur- sayuran. Ia butuh agar kulkas di apartemennya penuh dengan bahan makanan.
Atha tidak menyadari sejak kapan ia melepaskan tautan lengannya di Mario, karena saat ia berdiri dirak berisi makanan instan, Mario tidak di sampingnya lagi. Atha kemudian mengambil beberapa bungkus makanan instan. Neneknya, Iliona Tjahjadi tidak menyukai makanan instan, membuat Atha seringkali diam – diam membelinya. Hanya beberapa orang yang tahu kebiasaannya ini. Biasanya juga, Mario akan menitipkan miliknya di apartmen Atha.
"Itu terlalu banyak junk food, tidak baik untuk kesehatan." Atha menoleh dengan cepat, dan menaikkan alisnya saat melihat Raditya didepannya. Ia masih memakai pakaian yang sama saat Atha melihatnya di perpustakaan siang tadi.
"Kenapa Anda disini?" tanya Atha. Ia yakin ada puluhan supermarket yang ada di Jakarta, tapi ia tidak suka jika harus bertemu dengan seseorang yang menumpahkan kopi di bajunya. Terlebih, pria itu mengajaknya berbicara seolah keduanya sudah saling mengenal.
"Saya perlu berbelanja beberapa keperluan," jawab Radit sambil menunjuk keranjang belanja yang ia bawa. "Siapa yang menyangka kita bertemu disini."
"Kalau begitu, saya duluan." Atha berbalik dan hendak pergi tetapi hal itu membuat Raditya mengerutkan kening. Ia melihat bahwa Atha masih memakai baju yang sama, hanya saja sebuah hoodie biru tua menutupinya.
"Perlu saya bantu?" tawar Raditya setelah ia menyusul Atha dan berdiri didepannya.
Atha menggeleng, "Tidak usah, saya akan pergi." Ketika ia akan bergeser ke kanan, pria itu kembali menghadangnya.
"Saya belum mendapatkan maafnya," sahut Raditya dengan sungguh - sungguh.
Kali ini Atha tidak mendengarkannya, ia memilih pergi dan mencari Mario. Atha mendesah lega ketika Raditya tidak mengikutinya lagi. Atha akhirnya menemukan sosok yang ia cari sedang berdiri di dekat rak.
"Darimana lo?" tanya Mario.
Atha meletakkan makanan instan yang sebelumnya sudah ia ambil. "Ambil ini,"
"Kita pulang?" tanya Mario sembari melihat ke arah kasir.
Atha mengangguk pelan, bahunya terasa pegal. "Pulang."
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Diaforetiká
ChickLitDiaforetiká | Galaxy Series #1 © 2018 Grenatalie. Seluruh hak cipta.