34

2.5K 222 0
                                    

Amyla Renata terlihat kebingungan saat melihat Marvella Tjahjadi memeluk lengannya. Ia baru saja akan menyapa Marvella yang sedang duduk di sofa ruangan Atha, namun belum sempat ia melakukannya Marvella sudah memeluknya akrab. Atha hanya menaikkan alisnya melihat itu.

Melihat antusiasme Marvella kepada Renata, Atha tahu bahwa diskusi antara dirinya dengan Renata tidak mungkin terjadi. "Ren, dia nggak bakal lepasin kamu hingga tiga jam kedepan. Re-schedule bisa? Besok, empat puluh lima menit cukup?"

"Tiga puluh menit bahkan cukup, Bos," jawab Renata sambil tersenyum memaklumi. Marvella memekik tertahan.

Atha meringis pelan. "Sorry, Ren."

"It's okay. Ayo, El."

Atha menghembuskan napas perlahan setelah memastikan dua orang itu benar - benar pergi dari hadapannya. Untuk pertama kalinya ia bersyukur Marvella bisa mengalihkan perhatian Renata. Ia memang sengaja tidak mau membahas pekerjaannya untuk saat ini. Tidak ketika suasana hatinya buruk dan dalam kondisi dirinya baru bisa tertidur jam tiga pagi karena pria itu.

Atha meninggalkan kantornya, ia tidak tahu harus kemana sekarang. Perpustakaan favoritnya juga sudah tutup di akhir tahun seperti ini. Ia kurang suka jika pergi ke Grand Indonesia, pulang ke apartmennya juga membuatnya semakin bosan. Iliona pasti akan keheranan melihat ia pulang lebih awal ke rumah, terlebih tanpa Marvella.

Atha menyerah dan memilih berhenti di salah satu kafe yang buka. Belum sempat ia keluar, ponsel yang ia letakkan di dashboard bergetar. Raditya meneleponnya lagi dan entah kenapa Atha tersenyum.

"Morning," sapa Raditya.

"Hi. Ada apa?" tanya Atha sambil mengetukkan ujung jemarinya setir mobil, membuat nada.

"Hanya ingin bertanya. Sedang apa?"

Atha melirik bangunan didepannya. "Berdiri di depan kafe."

Terdapat jeda panjang sebelum Raditya bertanya, "Sendiri?"

"Ya," sahut Atha pendek.

Raditya menyadari nada suara Atha yang berbeda. "Mau kutemani?"

Atha benar - benar membutuhkan seseorang disampingnya saat ini, ia menyandarkan kepalanya ke setir mobil. "Apa bisa?"

"Tentu saja, Atha. Dimana?"

Tiga puluh menit kemudian, seorang Raditya Tjokro benar - benar duduk dihadapannya. Setelah memesan minuman barulah Raditya bertanya. "What's wrong, Ath?"

"I'm in bad mood. Keberatan datang kesini?"

Raditya menegakkan punggungnya, "Tentu saja tidak. Apa kita harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan moodmu?"

"Ada saran ?"

"Kita bisa pergi ke tempat yang ingin kamu kunjungi. "

Atha tersenyum tipis dan berkata kepada Raditya. "Look now, Raditya. Kamu terdengar seperti Askari, kakakku."

"Askari Tanuwidjaja?"

"Iya, Askari yang itu," jawab Atha sambil mengelus pinggiran gelasnya.

Radit meminum kopinya perlahan. Satu kancing teratas kemejanya sudah dilepas. Seingatnya keluarga Phillip Tanuwidjaja memiliki tiga orang anak, dan Raditya tahu kalau Atha bukan salah satu dari mereka. "Apa Askari selalu menghiburmu disaat seperti ini?" tanyanya.

"Of course. My brother, Askari akan selalu memastikan bahwa aku baik - baik saja. "

"Dan Askari sepertinya tidak tahu bahwa kamu sedang tidak baik - baik saja."

Atha mengabaikan ucapan Raditya. "Kamu benar - benar seperti dia, Raditya. Bagaimana kalau kamu juga jadi kakakku saja?"

"Menjadi kakak kamu bukan keinginanku. " Raditya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Aku tidak suka berteman dengan kamu. But, I need someone yang bisa jadi keluargaku. Seperti Chalondra dan Askari."

"Atha, sepertinya kamu tidak baik – baik saja. What's wrong? Ada sesuatu yang salah?"

Atha mengangkat bahunya, ia memandangi sekilas sebuah pot kecil berisi tanaman yang ada di dekat kursinya. "Sepertinya iya. Rasanya baru kemarin aku berkata di telepon bahwa kamu menggangguku dan menyuruhmu pergi. Tapi sekarang aku bahkan memintamu datang kesini. How unstable I am."

"Aku tidak keberatan sama sekali ketika kamu memintaku datang. "

Ada jeda sejenak sebelum Raditya melanjutkan ucapannya." Ayo berdiri, Ath. Kita akan pergi untuk menghilangkan moodmu yang buruk sebelum kamu mulai melantur lagi."

"Aku tidak melantur," sanggah Atha sambil menatap Raditya.

"Kamu benar – tidak melantur. Tapi kita butuh mengganti suasana agar mood kamu membaik. Kita bisa pergi ke perpustakaan seperti yang kamu suka. Atau pergi berwisata kemanapun yang kamu mau, dan aku jamin aku tidak akan menganggap ini kencan kita."

Atha berkata kepada Raditya. "Tidak ada kencan karena aku sudah punya pacar, Raditya."

Atha menambahkan, "Apa kelab sudah buka jam segini? Chalondra dan lainnya biasanya pergi ke club untuk bersenang - senang."

" ... "

"You will not go to the club, Kanianatha. Over my dead body."

Atha menjawab dengan kesal, "Ini adalah liburan akhir tahun, Raditya. Tidak ada perpustakaan yang buka."

"Kalau begitu aku akan membuatnya menjadi ada. It's simple thing."

"Satu pertanyaan karena aku sangat penasaran," ucap Atha sebelum ia berdiri. "Wanita yang kamu cari, sudah menemukannya?"

___

DiaforetikáTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang