64

1.7K 154 0
                                    

Sepuluh tahun yang lalu,

Marvella mengulurkan tisu untuk Atha karena ia tahu pelipisnya berkeringat setelah melakukan terapi. "Terima kasih," ucap Atha sebelum ia menyeka keringatnya. Marvella Tjahjadi mendorong kursi roda yang sedang ia duduki untuk kembali ke kamar mereka. Suster yang diminta Iliona untuk menemani Atha berjalan di belakang mereka.

"Jadi kemarin aku dan Sarah baru mencoba makan sate di Senayan."

"We're gonna to that place setelah kamu pulang."

"Terdengar menyenangkan," kata Atha sedikit antusias. "Tapi aku dengar, Oma melarang untuk makan diluar. Dia selalu bercerita ke aku untuk makan di rumah saja."

"Sarah dan kita akan pergi diam – diam. That is very simple, Atha. Buktinya kemarin aku berhasil kesana. Aku makan sangat banyak dan untuk pertama kalinya aku mencoba sambal – hm, aku lupa namanya."

Sarah – pengasuh Marvella sejak kecil, yang sedang berjalan di mereka ikut menjawab. "Plecing, Non Marvella."

"Right, sambal plecing. (1)"

"Kamu mau makan? Mau bubur?" tawar Marvella mencoba mengalihkan pembicaraan keduanya.

"..."

"Bubur?" tawar Marvella sekali lagi. Atha hanya menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku akan makan nanti, El."

Marvella tersenyum sembari terus mendorong kursi roda Atha. "Karena ini weekend aku bisa pulang besok."

"Kamu akan tidur di rumah Oma?" tanya Atha.

Marvella mengangguk mendengarnya. "Katanya Papa dan Mama akan menyusul."

Alih – alih membawa Atha ke kamar, Marvella mendorong kursi rodanya ke arah berbeda. Atha terkesiap saat ia melihat taman yang ada di rumah sakit. Marvella kemudian berhenti di salah satu bangku dan membiarkan Atha melihat langit yang cerah hari itu melalui kaca – kaca langit.

"Mama dan Papa akan kesini nanti sore dengan pengacara dari law firm Mama," kata Marvella setelah ia membuka ponselnya.

Bahu Atha menegang dan Marvella melihatnya dengan jelas. Ia mengenggam tangan Atha dengan lembut. "Sudah tiga bulan sejak kamu sadar dari koma, it means sudah hampir satu tahun Grandmamma menangguhkan kasusnya."

"Marvella - "

"Aku terlalu muda untuk membicarakan masalah ini. I know aku hanya anak SMP, tapi aku ingin kamu tahu kalau aku sangat ingin kamu bahagia."

Marvella mencoba mengatakan sesuatu untuk membuat Atha baik – baik saja. Atha adalah saudara perempuannya dan untuk pertam kalinya – Marvella ingin melindungi adiknya. "It's fine, kamu tidak perlu khawatir. Tidak ada mereka lagi dalam hidup kamu. Everything will be alright."

___

Saat Atha membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah langit – langit ruangan tengah apartmennya. Tubuhnya terbalut dengan sebuah selimut tebal, itu yang ia rasakan saat ia menggerakkan kakinya. Ia bisa mendengar seseorang sedang melakukan sesuatu di dapurnya. Atha kemudian melirik ke arah meja dan mendapati sebuah jas hitam tergeletak disana.

Seseorang datang dari arah dapur, "Kamu sudah bangun?"

Atha menggeser kepalanya dan ia menyadari rambutnya belum terlalu kering. "Aku tertidur? Berapa lama?" tanyanya. Hal terakhir yang ia ingat adalah ia tertidur setelah mandi dan mengeringkan rambutnya.

"Dua puluh menit, sepertinya."

Atha terdiam saat Raditya berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah mangkuk. "Aku meminjam dapur kamu, untuk membuat sup. Setidaknya kamu harus makan agar bisa minum obat."

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Atha sebelum ia memegang kepalanya karena ia merasa sangat pusing. Ia merubah posisinya menjadi duduk. Raditya mendekatkan meja yang ada di dekat sofa itu dan meletakkan mangkuk dengan hati – hati.

"Ibuku mengajari membuat sup sederhana, semoga kamu bisa mengerti rasa masakannya."

Atha memandangi kemeja Raditya yang basah, "Dit, baju kamu basah."

"Baju aku ada dibawah, nanti aku akan menggantinya."

Atha berkata dengan pelan setelah ia merapatkan selimutnya untuk menyelimuti kakinya. "Kamu bisa demam."

Raditya tertawa pelan mendengar Atha. "Now you worried about me? Supnya masih panas, be careful."

"Raditya - "

"Kamu mau makan sendiri atau aku membantu kamu dengan menyuapi kamu? Demam kamu tinggi, Tha. Kita bisa bertengkar kalau kamu sudah sembuh. As you said, menendang kakiku."

___

(1) Sambal khas Lombok. Sambal ini termasuk tomat, yang dibuat dari cabai rawit, garam, terasi dan tomat, dan kadang kala diberi tetesan jeruk limau.

DiaforetikáTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang