Caleb Hanisentana turun dari kursi pengemudi dan membukakan pintu untuk Raditya ketika ia melihat atasannya keluar dari basement dengan berjalan kaki. Raditya masuk kedalam mobil dan memanggil asistennya itu, "Caleb."
"Ya, Pak?" tanya Caleb. Ia bisa saja menjemput atasannya di basement namun ia tidak bisa membantah saat Raditya memintanya untuk menunggu didepan gedung ini.
Raditya melepas jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan. "Saya pernah meminta kamu untuk mencari tahu tentang Kanianatha, bukan? Saya ingin melihatnya sekarang."
"Baik, Pak."
Caleb mencatat perintah itu dalam ingatannya. Beberapa bulan yang lalu, Raditya pernah memintanya untuk melakukan pencarian data mengenai Kanianatha Tjahjadi. Namun saat ia akan menyerahkan hasilnya, Raditya menolak dan membiarkan file itu begitu saja.
Raditya melanjutkan,"Dan jangan beritahu siapapun, bahkan jika ibu saya menanyakannya ke kamu, Caleb."
"Saya akan mengirim dokumennya setelah ini, Pak."
___
"Hmm," gumam Atha saat ia melihat pantulan dirinya di cermin yang ada dikamar mandinya. Ia mengenakan bathrobe dan membiarkan rambutnya yang basah tergerai. Ia tidak memiliki minat untuk mengeringkannya dengan hairdryer dan memilih untuk membiarkannya kering sendiri.
"Mata gue," Atha melihat lebih seksama ke arah matanya dan mendesah pelan. "It's bad," tambahnya sambil meringis. Ia butuh sebuah kompresan untuk matanya.
Atha terkesiap saat ia melihat bayangan seseorang melalui cermin didepannya, terlihat di ruangan walk in closet miliknya. Ia membalikkan badannya dan saat itu juga Chalondra menaiki anak tangga terakhir. "Ca, what are you doing?"
Chalondra mengangkat beberapa paperbag yang ia bawa dan menaruhnya didepan meja Atha. "Kakak iparku menitipkan ini." Chalondra menatap Atha dan tersenyum tipis, "Dan aku ingin menaruhnya langsung."
"Seharusnya Lucien bisa mengantarnya, tapi aku ingin mengambil barangku disini."
Atha membuka salah satu paperbag yang ada didepannya. "What is this?"
"Lubin." Atha mengangkat kepalanya kepada Chalondra yang meringis karena tidak mungkin lima paper bag yang ada didepannya berisi barang yang sama. Chalondra melanjutkan, "And some little stuff."
"It's not royal gift." Chalondra meletakkan tas yang ia bawa di kursi sofa, "That is why aku yang membawanya. Kakak iparku benar – benar berterima kasih atas bantuanmu yang lalu. She wants to give it directly to you, tetapi dia belum bisa melakukan perjalanan jauh karena kehamilannya."
Atha kemudian membuka paper bag yang lainnya. "Aku akan berterima kasih kepadanya setelah ini."
Chalondra beralih ke bagian timur ruangan itu. Atha menyimpan koleksi pakaiannya menjadi beberapa bagian dan bukan hal yang susah untuk Chalondra menemukan miliknya. Lemari itu dibagi menjadi beberapa bagian dan Atha menyusunnya berdasarkan jenis dan warna pakaiannya. Chalondra bertanya sambil terus berjalan, "Where is my Sandro and Chanel?"
Chalondra meraih salah satu velvet hanger yang dipakai di sini, Atha membelinya di salah satu toko di Jepang. Sebuah dress putih dan modern floral detailing berwarna emas dan classic off shoulder menarik perhatian Chalondra karena digantungkan di luar lemari. "Mark Bumgarner?" tanyanya kepada Atha.
Atha melepaskan kacamata yang sedang ia coba sebelum menjawab Chalondra. "Untuk acara besok. Aku diminta menemani Oma datang ke undangan pernikahan seseorang."
Chalondra melihat sekali lagi dress yang sedang ia pegang. "Very nice."
"Thanks." Atha menghampiri lemari yang ada dibelakang Chalondra. Ia kemudian mengambil barang yang diinginkan Chalondra. Terkadang wanita itu menitipkan pakaiannya di tempat Atha untuk mempermudah beberapa hal. "Jaket Chanel dan Sandro? Not wearing dress?"
"Tidak," jawab Chalondra sambil menerima barang itu. Ia membutuhkan pakaian ini untuk menghadiri acara bersama teman – temannya dari Harvard. Besok malam teman – temannya mengadakan dinner party dan Chalondra rasa ia tidak membutuhkan sebuah dress karena ini acara informal.
Chalondra menyipitkan matanya saat ia melihat mata Atha. "Hmm, are you okay? Mata kamu terlihat bengkak."
"Ya?" Atha memalingkan wajahnya dan itu membuat Chalondra semakin tahu kalau Atha menutupi sesuatu. "Memang."
"Bukannya kamu baru saja pergi dengan Raditya? Renata memberi tahu aku kalau kamu sedang melihat street performance, are you sick?"
Chalondra memegang bahu Atha dengan lembut tetapi ia bernada tegas. "What happen? Is he making you hurt?"
"Dari mana kamu tahu aku pergi dengan dia?" tanya Atha karena ia tidak memberi tahu siapa – siapa perihal rencananya sore tadi.
"Karena dia meminta ijinku, Atha. He's talking to me kalau dia akan membawa kamu ke suatu tempat. Atha, kamu sudah berjanji untuk memberitahukan semuanya yang sedang terjadi, bukan?"
" ... "
"Ada yang membuat kamu bimbang? Yes, you show it with your eyes. Aku tahu ketika kamu menyembunyikan sesuatu dari kami. Tell me what is really happening now."
Atha terdiam dan menggeleng pelan. Bayangan suara keras kembali hadir ke dalam kepalanya dan itu membuat ia tidak bisa berdiri tegak. Ia memegang ujung meja kaca untuk menopang tangannya. Ia merasakan sekelilingnya berputar dan hal yang bisa ia lakukan hanyalah bertumpu pada meja ini.
Suara keras. Besi yang dipukul ke sesama besi. Suara jatuh benda yang dibanting. Petasan.
Kembang api.
Atha terkesiap saat ia merasakan rasa sakit pada kakinya. Ia terduduk dengan cepat ke karpet yang ada di lantai walk in closet. Sebelah tangannya memegang kaki kanannya. Tubuh Atha gemetar, ia tidak mengeluarkan tangisan namun ia tahu apa yang ada pikirannya sekarang benar – benar mengerikan.
Chalondra menjadi panik saat wajah Atha semakin memucat. Ia menjatuhkan tasnya dan mendekati Atha untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
" ... " Atha tidak dapat menjawab Chalondra karena ia sudah membekap mulutnya. Atha berdiri dengan tiba – tiba dan berlari menuju wastafel untuk memuntahkan sesuatu yang membuat perutnya mual.
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Diaforetiká
ChickLitDiaforetiká | Galaxy Series #1 © 2018 Grenatalie. Seluruh hak cipta.