Jakarta, Indonesia. Tiga hari kemudian,
Kanianatha berjalan menuju dapur untuk mengambil makanan karena ia merasa lapar. Ia baru saja pulang setelah lembur untuk mengerjakan prototype busana buatannya seri limited edition. Atha bisa saja meminta bantuan kepada salah satu asisten rumah tangga yang ada disini, namun ia menggeleng saat mereka hendak membantu. Ini jam satu pagi dan Atha benar – benar tidak ingin merepotkan mereka. Ia menyalakan lampu yang ada di dapur setelah sampai dan segera melangkah ke kulkas untuk mencari makanan.
Ia membuka freezer kulkas saat sekelebat bayangan muncul dari belakangnya. Atha hampir menjatuhkan bungkusan snack yang ia ambil dari laci dan sebuah suara segera muncul. "Atha, kenapa kamu belum tidur?"
Atha membalikkan tubuhnya dan melihat ibunya yang berdiri di pintu dapur mengenakan kimono satin. "Aku lapar, Ma."
Kandiya kemudian mengambil sesuatu di kulkas, kemarin ia membuat brownies dan Atha belum mencobanya sampai sekarang. Ia memotong brownies buatannya di atas piring kecil dan membuat teh. Sementara itu Atha terus mencari snack yang bisa ia temukan di laci dapur dan kulkas. "Terima kasih, Mama," ucap Atha sebelum mencoba brownies buatan Kandiya.
Kandiya meletakkan dua gelas mug didepannya dan ikut duduk di hadapan Atha. "Kenapa kamu lembur?"
"Seri limited edition akan dirilis dan aku harus menyelesaikan prototype - nya. Maaf karena aku pulang kesini tanpa memberitahu Mama." Rambut Atha hanya dicepol asal – asalan, ia melepas kardigannya dan menyisakan tank top putih. "Kenapa Mama tidak tidur?"
"Mama ingin mengambil air." Kandiya menatap Atha yang melahap browniesnya. "Kita sudah lama tidak ke salon bersama. Body massage?"
Kandiya kemudian menambahkan, "Minggu depan?"
"Oke, Ma."
Kandiya mengangkat kedua alisnya saat Atha menjawab singkat ajakannya. "Bagaimana dengan acara kamu di Singapura?"
" .... " Atha ragu untuk sesaat. Hari ini ia seharusnya pulang ke apartemennya sendiri daripada menyetir lebih jauh ke rumah ibunya. Dua hari yang lalu ia baru kembali dari Singapura setelah ia menyelesaikan jadwalnya disana. Ia tidak ingin pulang ke apartemennya untuk saat ini karena sesuatu terasa mengganjal hatinya setelah ia tidak berkata apapun kepada Raditya setelah pria itu menyatakan perasaannya. Pembicaraan keduanya terhenti saat Lucien tiba – tiba datang dan menjemput keduanya, dan tidak berlanjut sampai ia dan Chalondra kembali ke Indonesia.
"Kamu bersenang – senang?"
Kandiya mengusap rambut Atha pelan. Ia sangat menyayangi kedua putrinya dan ia tahu ada sesuatu yang berbeda malam ini. Jarak antara rumahnya dengan kantor putrinya lebih jauh daripada jarak antara apartemen dengan kantor putrinya. Ia cukup terkejut saat melihat Atha memilih menyetir lebih lama dan lebih jauh dari biasanya. "Sayang, are you a little bit of tired? Kamu bisa menceritakannya ke Mama kalau kamu ada masalah."
Atha merasa matanya memanas, pandangannya menjadi kabur saat air mata mulai menggenang di sudut matanya. Ia mengabaikan brownies yang sedang dimakannya dan memilih menceritakan segalanya kepada ibu angkatnya, Kandiya.
Atha merasa wajahnya memerah saat Kandiya mulai tersenyum saat selesai mendengar ceritanya. "Kemudian aku bertemu dengan Raditya di Singapura. It's so random. Tidak seharusnya aku bertemu dengan dia karena aku sendiri yang membuat jelas jarak antara kami."
"Dan?"
"Dia mengatakan kalau dia menunggu aku, Ma. Jantungku berdetak sangat kencang karena aku merindukannya, dan aku menganggapnya sebuah kesalahan. Am I deserve this? Ma, aku sangat sadar untuk tidak menjadi perhatian dari orang – orang, cause I don't need it. Apa yang aku lakukan dua tahun lalu adalah tindakan yang benar kan?"
Atha menarik napasnya pelan. "Ma, aku takut - "
Kandiya memotongnya, "Takut bukan sebuah alasan, Sayang. Cinta seharusnya tidak pernah membuat kamu takut."
Atha menggeleng. Ia merasa gugup saat membicarakan hal ini kepada ibunya. "Aku terlihat menyedihkan dengan masa lalu aku , Ma. Aku sama sekali tidak cocok dengan dia, cause he is perfect. Raditya deserve better than me."
"Well, pandangan kamu tentang diri kamu sendiri itu salah, Atha. Karena kita hidup dalam diri kita sendiri, mudah untuk berpikir kalau kita bukan siapa – siapa. Our minds are a bit like our eyes – tidak bisa melihat ke belakang. Jadi kita bisa melihat semua yang ada disekitar kita, tapi kita tidak bisa melihat apapun didalamnya. Itu seperti saat kamu sedang mencoba menilai diri kamu sendiri. You think you're nothing. But that is definitely absolutely wrong. You just can't see."
Kandiya merasa keputusannya untuk berbicara dengan Atha hari ini merupakan kesempatan yang tidak boleh disia – siakan . Ia cukup membuat Atha memahaminya. "Kamu berpikir kalau cinta itu adalah pantas atau tidak pantas. Dan kamu masih tidak bisa melihat kenapa kamu layak menerimanya. Cinta adalah kebutuhan, bukan hadiah. Sama seperti ikan yang membutuhkan air atau bayi yang membutuhkan kasih sayang. Ini seperti hukum. Kamu tidak perlu membuat semua orang membuktikan mengapa mereka layak mendapatkan kebebasan. Everyone deserves freedom."
"Jangan katakan kamu tidak layak mendapatkan cinta, karena dengan begitu Mama juga tidak layak mendapatkannya. Tetapi, Mama membutuhkan cinta. If you don't deserve love, I don't. But if I do, so do you."
Kandiya membawa tangan Atha ke pangkuannya dan mengenggamnya lembut. "Mama ingat saat kamu pertama kali bisa menjahit dan kamu akhirnya membuat baju. Jahitan lengannya sobek karena kamu salah mengatur setikannya. Marvella tertawa karena baju kamu sangat aneh saat itu dan kalian menjadi bertengkar. " Kandiya tertawa pelan saat mengingatnya. "Tapi kamu memerbaikinya, Sayang. Itu adalah baju pertama yang kamu buat dan kamu ingin membuatnya sempurna. Apa yang kamu lakukan dengan baju yang tidak pas?"
"Yang dipotong adalah bajunya, bukan orangnya. Kamu tidak perlu membawa – bawa pola pikir usang dan kejadian lampau yang sudah berlalu. Itu tidak benar, Sayang. Time keeps running. Kita harus beradaptasi - tidak memaksa diri dan orang – orang yang ditemui sekarang agar pas dengan kenangan. You need to see more lights rather than focusing on darkness."
Kandiya tersenyum saat Atha merengek kepadanya seolah Atha kembali ke masa remajanya. "Berdamai dengan masa lalu memang sulit, tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. Manusia itu seperti benih, Atha. Suatu saat nanti, hati kita akan mencapai titik dimana ia akan terbuka untuk tumbuh. Tidak apa untuk meratapi sesuatu yang berlalu, tetapi kamu harus ingat, benih tidak pernah dimaksudkan hanya menjadi benih. Itu dimaksudkan untuk terus bertumbuh. "
"Dari lubuk hati kamu, do you love him in your way? Mama melihat dia yang mengagumi kamu dan membuat kamu senang, even it's a little thing. "
" .... "
"Aku," Atha menundukkan kepala agar tidak bersitatap dengan ibunya. Ia memainkan jari jemarinya diatas kitchen island untuk mengurangi rasa gugupnya. "Aku juga menyukainya, Ma. Dia adalah orang yang bisa membuatku tersenyum dan kesal disaat bersamaan hanya karena masalah kecil. Aku menyukainya tetapi disaat yang sama aku juga sadar kalau aku takut, Ma. Cinta bisa membuat orang berubah, kan? Tidak semua orang suka dengan perubahan. Bagaimana kalau perasaannya berubah seiring waktu?"
Kandiya menambahkan, "Kalau kamu jatuh cinta berkali – kali ke orang yang sama, orang itu juga bisa jatuh cinta berkali – kali kepada kamu, Atha. Kamu tidak perlu takut kepada cinta, terkadang kita tidak tahu apa yang bisa menyembuhkan luka kita, karena itu semua adalah rencana – Nya. Sama seperti rencana – Nya untuk membuat kalian berkali – kali bertemu di tempat berbeda. What it's called? Takdir."
" ... "
Kandiya menatap Atha dengan hangat. "Kamu perlu untuk melihatnya dengan hati kamu, Sayang. Raditya melakukannya dengan hati, mencintai kamu begitu dalam. Dia menerima keputusan kamu untuk saling menjauh, tetapi dia menunggu kamu untuk cukup percaya kepadanya. Semua orang bisa bahagia dengan keputusan yang diambilnya, karena dia tahu, dia bisa menerima setiap keputusan itu."
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Diaforetiká
ChickLitDiaforetiká | Galaxy Series #1 © 2018 Grenatalie. Seluruh hak cipta.