78

1.6K 141 0
                                    

Dua tahun yang lalu,

Mario berdecak kagum saat melihat hamparan laut dan orang – orang berlalu lalang yang ada didepannya. Odaiba Marine Park terlihat ramai pengunjung walau langit sudah menggelap. Cuaca sedikit berangin, namun itu tidak menghalangi orang – orang yang sudah menanti pertunjukan kembang api yang akan dimulai sembilan puluh menit lagi. "This is crazy," komentar Atha singkat.

Chalondra yang duduk disebelahnya ikut menimpali, "Venice in winter more crazy."

Mario menatap datar Chalondra. "It's romantic," imbuh Chalondra.

Marvella yang baru duduk dikursinya ikut menimpali , "Hong Island more crazy cause that is like discover a beautiful blue lagoon. "

Saka kemudian menengahi lainnya. Dua hari yang lalu adalah hari ulang tahun Saka. Untuk merayakannya, Saka mengajak mereka ke artificial land, Odaiba Marine Park. Di tempat itu, setiap hari Sabtu selama bulan Desember akan diadakan pertunjukan kembang api. "Sekarang kita di Jepang dan bisa kita nikmati saat – saat seperti ini? Because it's my birthday, right? Odaiba benar- benar tempat yang paling pas. Sayang sekali kita tertinggal pertunjukan sulapnya."

Atha mendentingkan gelasnya ke milik Saka dan meringis. "Yey, happy birthday."

Saka mengambil camilan yang sudah ada diatas meja mereka. Pengelola tempat ini menyediakan berbagai macam tempat untuk tiap pengunjung seperti big cussion dan terrace table. Keempatnya sepakat memilih meja dengan lima kursi daripada memilih kasur yang ditata di pesisir pantai.

Keempatnya asyik mengobrol berbagai hal untuk menghabiskan waktu. Marvella menatap makanan yang ada didepannya. "Thanks for a hidden gem place in here. Kita harus berterimakasih ke Haku- san. Apa kita bisa memesan makanan lagi?" tanyanya saat melihat snack yang ada di depannya habis dan ia masih ingin makan sesuatu lagi.

Chalondra berdiri dari kursinya setelah ia melihat ponselnya menerima pesan dari seseorang. Ia mengangkat tangannya dan melambai pada seorang pria yang membawa tas. "Disini, Lucien."

Pria yang dipanggil Lucien itu segera berlari ke arah Chalondra. "Your Highness membuat saya panik." katanya setelah ia diminta duduk oleh Chalondra. Ia mengulurkan barang yang diminta oleh Chalondra, sebuah paper bag berisi aksesoris yang diinginkan oleh Chalondra.

"Kamu tahu sendiri kalau ini ramai. Banyak orang yang juga ingin menonton kembang apinya." Chalondra memeriksanya dan tersenyum puas. "Merci, Lucien."

Atha membuka layar ponselnya untuk melihat jam.Pertunjukan akan dimulai sepuluh menit lagi dan ia tahu ia harus pergi. "Aku ingin mencari makanan."

"Marvella sudah memesan makanan lagi," kata Mario saat menyadari sikap Atha yang sedikit berbeda. Wanita itu berkali – kali mengecek jam di ponselnya dan terlihat gugup. "Jam tujuh lewat dua puluh akan dimulai dan kalau kamu pergi sekarang kamu akan ketinggalan pertunjukannya."

"Aku juga ingin ke toilet."

Chalondra yang awalnya sedang mengobrol dengan Saka menyarankan untuk tidak pergi sendiri. "Ini ramai, Atha. Lucien akan menemani kamu."

Atha kemudian menunjuk bangunan kecil yang ada dibelakang Lucien. "Toilet hanya seratus meter dari sini. Aku bisa melihatnya dari mana saja, kembang api dinyalakan di langit – dimana semua orang bisa melihatnya. No worry about me, kalian kenapa sih? Aku tidak akan tersesat hanya karena toilet."

Marvella menepuk bahu Atha. "Are you sure? Aku bisa menemani kamu."

"Aku akan berusaha kembali kurang dari sepuluh menit," kata Atha sembari berdiri dan mengambil tasnya. "Jangan lupa taruh kamera di meja agar kalian bisa merekamnya, Oma ingin melihatnya."

Chalondra tahu ia tidak dapat menghentikan Atha karena wanita itu memakai tasnya kembali. "Fine. Hati – hati."

___

"Sakit, ya?" Chalondra tidak bisa menahan air matanya yang mulai menumpuk saat mendengar tangisan Atha. "I'm sorry."

"Someone told me to confess this one karena aku membuat kalian menunggu terlalu lama."

"Aku minta maaf."

"Aku minta maaf." Keduanya mengucapkan bersamaan dan itu membuat Chalondra sedikit tersenyum.

Chalondra menepuk lembut punggung Atha dan ia memberi kotak tisu kepada wanita itu. Ia sudah mengenal Atha selama delapan tahun dan ia tahu Atha telah berjuang demi dirinya sendiri selama ini. "We know what happen to you, Atha. Aku minta maaf karena tidak menanyakannya langsung. Kondisi kamu dua tahun terakhir berubah dan kami tahu ada yang tidak beres, especially when we join a outdoor parties. Kamu akan pergi meninggalkan kami pergi ke toilet – when the fireworks will begin."

Kalian benar – benar menyadarinya?

"Itu - "

"Kami saudaramu dan kami tahu apa yang dibutuhkan sesama kita. But, we choose to wait you."

Chalondra merengkuh Atha kedalam pelukannya. "Itu pasti waktu yang susah untuk dilewati. Aku minta maaf karena membiarkan kamu melewatinya sendiri."

Atha merasa lubang di hatinya terasa lega karena ada satu beban terangkat disana. Lubang yang mengisi selama bertahun – tahun dan ia sendiri belum bisa mengatasinya. "Aku bisa bertahan, bahkan ketika setiap tahun baru aku bisa melewatinya karena aku tahu aku akan baik – baik saja selama ada kalian. Ketika aku melihat keluarga kita tersenyum bahagia, aku juga bahagia."

Kanianatha menambahkan, "Aku minta maaf. Aku kira aku bisa melakukannya sendiri, Ca."

Chalondra menatap mata Kanianatha. "Every person have their process, Tha. Kamu hanya bisa bertumbuh jika mengalami rasa sakit itu dan belajar darinya."

" ... "

Chalondra mengambil selembar tisu dan mengusapnya ke sudut mata Atha yang menggenang dengan lembut. "Let's make a deal. Kamu akan kembali ke rumah Tante Kandiya dan aku tidak akan membawa kamu ke rumah sakit hari ini. Just for today – kita bisa menjelaskannya terlebih dahulu kepada Oma dan Tante Kandiya."

"Aku yakin bisa melewatinya tanpa harus meminta bantuan Mama."

" .... "

"Dan Oma – aku rasa, aku tidak mampu untuk memberitahunya."

Chalondra bertanya kepada Atha. "Kenapa?"

"Kenapa?" ulang Atha. "Aku membohonginya selama ini. I can't do this."

"Yes, you can."

" ... "

"Kami hanya menunggu kamu, Atha. Menceritakan semuanya dengan sadar lebih baik karena – itu berarti kamu berusaha menerimanya."

"Aku hanya tidak ingin menambah pikiran mereka dengan kondisiku."

"Tidak ada yang merasa terbebani disini." Chalondra menatap lembut Atha yang sudah ia anggap adik perempuannya. "We love you and care for you. Kita bisa mengatasinya bersama – sama, as a family."

___

DiaforetikáTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang