33

2.4K 212 0
                                    

Kanianatha membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk. Ia kemudian memandangi kamarnya yang tetap bersih dan rapi, sepertinya Iliona masih meminta pembantu untuk membersihkan kamarnya secara berkala. Ia masih bisa mencium wangi vanilla yang khas dari kamarnya.

Kanianatha baru keluar dari kamar mandi saat ponselnya berdering. Layarnya menunjukkan rangkaian nomor yang tidak dikenalnya. Atha kemudian memutuskan untuk mengangkatnya.

Sebuah suara menjawabnya, "Atha?"

Atha kemudian menjawab, "Ya? Dengan Kanianatha Tjahjadi. Ada yang bisa saya bantu?"

Raditya menghembuskan nafas lega setelah ia mendengar suara wanita yang ia tunggu – tunggu. "Kamu tidak menyimpan nomorku?"

"Siapa ini?" tanya Atha. Keningnya berkerut karena ia benar – benar tidak tahu siapa orang ini.

"Raditya."

"Raditya," kata Atha. "Ada apa?"

Raditya tersenyum tipis meski ia tahu Atha tidak bisa melihatnya. "Maaf menelepon kamu malam – malam."

"Ada apa?"

Raditya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Selamat ... Hari Natal?"

"Kamu terdengar seperti tidak sungguh – sungguh saat mengucapkannya," sahut Atha sambil melihat jam yang ada di meja nakas disamping ranjangnya.

Raditya menghela napas panjang, kali ini ia membenarkan perkataan Atha. "Karena bukan ini yang aku inginkan, Atha."

"Pardon?"

"Karena ini bukan yang aku inginkan. Yang aku inginkan adalah kita bertemu, lalu aku bisa mengatakan sendiri di depanmu secara langsung."

Alis Atha terangkat. "Tidak ada bedanya dengan yang kamu lakukan barusan."

"Aku ingin kita bertemu. Kamu ada waktu luang?" sahut Raditya

Atha kembali melirik jam di nakasnya. "Ini jam satu pagi dan kamu tiba – tiba meneleponku. Sekarang kamu ingin bertemu dengan aku. Kamu terdengar tidak masuk akal, apa kamu sedang mabuk?" tanya Atha.

"Kalaupun aku mabuk, aku akan memastikan tidak mencium sembarang orang yamg kutemui."

"Apa maksud kamu?" tanya Atha kepada Raditya.

"Aku tidak mabuk," kata Raditya. "Apa tanggal 31 Desember kamu ada acara?"

"Tidak ada," jawab Atha datar.

"Bagus, kalau begitu kita bisa bertemu. Mau menghabiskan malam tahun baru denganku, Atha?"

Mata Atha membulat sempurna. Rasa kantuk yang awalnya ia rasakan hilang.

"Kemana?" tanya Atha sambil menyelimuti kakinya dengan selimut.

"Kemanapun kamu mau."

Atha tertawa pelan. "Berarti kamu jadi supir aku lagi?"

"Iya. Aku jadi supir kamu. For you, and only you."

"Tawarannya menarik. Tapi bukannya sudah kubilang kemarin kalau kamu itu mengganggu hidupku? Kenapa kamu keras kepala?"

Raditya menjawab, "Kamu juga keras kepala, Ath. Kita berdua sama – sama keras kepala."

"Tapi - "

Raditya memotongnya, "Kalau kamu menolak tawaranku, aku akan mengganggu kamu sampai kamu mau pergi denganku, Ath."

"I was explain, aku mau kamu. Only you."

Atha terdiam. Ia memilin selimut yang ada di kakinya.

"Good night, Atha. Have a nice dream."

***

"Morning," sapa Marvella saat masuk ke kamar Atha. Ia melangkahkan kakinya masuk.

"*Mi querida, aku sudah masuk berkali – kali ke kamar kamu. Tapi. - "

"Iya aku tahu, El. Kamarku sangat nyaman – itu yang kamu bilang, hingga kamu ingin pindah kesini. You have said that many times, tapi kamu juga malas tidur sama aku. Thanks, buat pujiannya, El."

Marvella menjawab setelah duduk di sofa kecil yang ada disudut kamar itu. "Aku malas kalau tiba - tiba masuk ke mimpimu. Mimpi kamu itu abnormal dan aku tidak bisa memahaminya."

"Itu nggak aneh, tahu."

"Apa acaramu hari ini, El?" lanjut Atha setelah duduk di pinggiran ranjang.

"Tidak ada."

"Mau ikut ke kantor?" tawar Atha. Ia akan bertemu dengan Renata hari ini untuk berdiskusi tentang produk terbaru.

"Dan bertemu Renata? Tentu saja aku mau. Meet with the jewel girl is the big opportunity."

Atha tertawa, "Ya. Finally kamu kembali bertemu dengan salah satu idola kamu, El. "

___

* sayangku

DiaforetikáTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang