Rumah Sakit

3.7K 500 49
                                    

"Dasar anak nakal! Tak tahu diri!"

Plak.. plak.. plak..

"Ampun ma.. jangan pukul.. sakit... Oon sakit ma..." anak kecil itu merintih sambil menangis memohon ampun.

"Papamu seorang gay.. dan sekarang kau mengikuti jejaknya. Lebih baik kau mati daripada membuatku malu." Ibu anak itu memukuli anak kecil itu terus menerus hingga anak kecil itu terkulai lemas, luka lebam akibat pukulan ada di seluruh badannya yang tertutup.

"Dasar anak sial!" Ibu itu menarik anaknnya yang lemas dan mengurungnya di kamar mandi. Gelap dan dingin. Meski anak itu memohon tapi sang ibu tak bergeming. Seakan tuli tak mendengar apapun dari kamar mandi itu.

"Gelap.. ma.. tolong buka.. Oon takut..."

"Oon janji gak akan nakal lagi ma... tolong buka pintunya.."

"Papa, tolong Oon.. papa cepat pulang..."

"Sakit ma... Oon sakit.. disini dingin dan gelap.. Oon takut..."

Anak itu meringkuk terduduk di kamar mandi, kedua tangannya memeluk tubuhnya agar tetap hangat, kedua matanya merah dan bibirnya keungguan menahan dingin dan sakit di seluruh badan.

"Tolong aku..."

Arthit membuka matanya, keringat dingin dan airmata mengucur deras membasahi pipi dan bajunya.

Siapa anak itu ?

Selagi Arthit berpikir, papa memasuki ruang rawat inap.

"Arthit.. kau bangun nak.." Papa yang dari kemarin menunggu dengan khawatir menghampiri anaknya.

"Ini dimana pa ?" Tanya Arthit bingung. Ini bukan kamarnya dan juga bukan kamar papa.

"Ini di rumah sakit. Kemarin teman-temanmu membawamu kesini."

"Rumah sakit ? Arthit sakit apa ?" Arthit tak ingat apapun. Ia hanya ingat akan mementaskan drama Cinderlela. Tapi ia tak ingat kenapa ia dibawa kerumah sakit ?

"Oo.. katanya Arthit sakit perut kebanyakan makan. Mungkin karena makanan di festival enak-enak jadi Arthit tak berhenti makan ya.. Arthit boleh makan banyak tapi ingat kondisi perut. Tak semua makanan akan muat di perut Arthit. Lagipula nanti kalau anak papa gendut jadi kurang imut." Papa tertawa kecil dan membelai sayang kepala anak satu-satunya.

"Arthit gak makan kok pa." Seinget Arthit dia memang makan sebelum pentas tapi tak sebanyak yang di ceritakan papa.

"Hahaha.. tak apa Arthit banyak makan asal jangan berlebihan. Bagaimana perasaanmu ?" Tanya papa dengan nada lembut tapi khawatir di pikirannya.

"Hmm.." Arthit berpikir sebentar. " Aku baik pa.. hanya ada mimpi aneh."

"Mimpi aneh ?" Tanya papa. " Mimpinya bagaimana ?"

"Ada seorang anak pa yang dipukuli mamanya. Anak itu berteriak kesakitan tapi mamanya tak berhenti memukulinya. Mamanya juga mengurung dia di dalam kamar mandi. Gelap dan dingin pa. Tapi wajah mereka tak terlihat olehku. Jadi aku tak tahu siapa mereka." Hati papa Beam serasa mencelos mendengar cerita Arthit, walau ia menampakan wajah tetap tersenyum tapi hatinya sakit. Tangannya mengepal mencoba menahan seluruh emosinya.

Jangan ingat Oon..

Please jangan ingat kembali...

"Itu hanya mimpi. Arthit terlalu sering menonton drama. Kan papa sering bilang kalau di TV ada unsur kekerasan, Arthit ganti channel. Itu tidak baik buat di tonton."

"Aku tahu pa.."

"Wohoo... pasien kita baru bangun."

"Paman Forth.." Arthit menyapa orang yang baru saja masuk ke ruang rawat inapnya.

"Bagaimana keadaanmu anak manis ?" Sama seperti Beam walau bercanda di atas permukaan tapi di dalam hati Forth ketakutan. Apalagi ia melihat wajah tegang Kongpop kemarin.

Flashback On..

Kongpop mengendong Arthit yang pingsan dan membawanya ke rumah sakit, di ikuti oleh Rome, Bright, Tutah dan Mimi. Tak lupa, Rome menghubungi papa Arthit dan Kongpop menghubungi paman Forth.

Dokter mengambil alih Arthit dan punggung Kongpop dan segera melakukan pemeriksaan. Forth 15 menit lebih cepat dari Beam. Forth menarik Kongpop ke ujung koridor.

"Apa yang terjadi ?" Tanya Forth, ia mempunyai firasat ini bukan sakit biasa atau terluka karena terjatuh.

"Dia.. bertemu dengan Cici..."

"Apa! Wanita iblis itu datang ke sekolahmu." Kongpop mengangguk. Walau Kongpop tak bertemunya dengannya tapi ia tahu bahwa wanita itu datang bersama Cici.

"Sial! Apa mereka bertemu ?" Kongpop mengeleng. Ia tak tahu.

"Bagaimana ini paman ? Bagaimana kalau traumanya kembali ? Aku tak ingin senyum itu hilang lagi." Kongpop gugup, rasa takut itu menyerangnya. Walau egois, ia ingin Arthit seperti sekarang, periang dan percaya diri.

"Tenangkan dirimu. Kita tunggu kabar dari dokter. Masalah wanita itu, kita bereskan nanti. Yang terpenting sekarang adalag kondisi Oon saat ini. Aku akan bicara pada Beam."

Flashback off

"Aku.. sehat hehehe..." Arthit memangkat kedua tangannya bergaya binaragawan.

"Oo... kirain masih sakit, hampir saja pink milk terbuang sia-sia." Forth mengangkat segelas es pink milk di hadapan Arthit. Tentu dengan hati dan manat berbinar menerimanya.

"Boleh pa ?" Tanya Arthit meminta ijin. Papa Beam tersenyum mengangguk. Arthit segera menyedot es pink milknya.

"Kapan aku pulang pa ?" Tanya Arthit, ia tak terlalu suka rumah sakit. Lebih suka di rumah bersama papa dan ya.. bersama paman yang masih menumpang itu. Sudah lewat dari seminggu tapi paman masih menumpang, katanya urusan kantornya belum selesai.

"Papa akan tanya dokter."

"Paman punya ide." Arthit menoleh ke arah Forth." Bagaimana kalau hari kepulangan Arthit kita makan apa yang Arthit mau ?"

"Er.. gratis paman ?" Arthit sedikit trauma, di bilang mau di traktir tapi ujung-ujungnya dia yang bayar. Lagipula ia tak mau kehilangan uang seperti waktu itu.

"Tentu saja. Paman yang traktir." Forth menepuk dadanya.

"Tapi paman kan gak bisa bayar hotel ?" Jika tak diungkit, Forth pasti lupa alasan absurt yang Beam berikan pada Arthit waktu itu.

"Ini namanya pintar. Mengirit hotel untuk makan enak sepuasnya. Arthit pilih mana hotel atau makan ?"

"Makan." Jawab Arthit tanpa ragu.

"Nah begitu juga paman hahaha.. jadi Arthit mau makan apa ?"

"Shabu-shabu... " Arthit berteriak gembira. Sudah lama ia mengincar makan shabu-shabu sepuasnya tapi mahal. Sayang uang menurut Arthit.

Papa Beam dan Forth pamit ke ruang dokter sebentar, mereka ingin mendiskusikan keadaan Arthit, lebih tepatnya kondisi mental Arthit.

Seseorang memasuki ruang inap Arthit selagi Arthit seru membaca komik. Arthit tersenyum melihat tamu yang datang itu.

"Kong.. kau datang."

Zyzy :

Jadi jelas sekarang siapa yang dulu menyiksa Arthit ?

Nong Arthit.. semoga kau gak ingat saja huhuhu... lebih baik ceria dan hepi-hepi terus kejar Kongpop.

24 July 2019

(SEGERA DIBUKUKAN) 13. BE MY LOVER, PLEASE 😁😁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang