Gue terduduk kaku di sebuah sofa berwarna cokelat di sudut ruangan. Beberapa kali gue berdeham untuk menetralkan perasaan gue yang campur aduk. Antara gengsi, malu, pusing dan sedikit demam panggung. Walaupun gue tidak sedang berada di sebuah panggung, tapi rasanya hampir sama seperti itu. Mungkin gue emang terlalu lebay! Tapi inilah yang gue rasakan saat ini.
"Kenapa lo ke sini?" Tanya Seongwoo yang sedang berbaring di kasurnya. Cowok itu tidak lepas dari bantal dan gulingnya.
"Kan tadi gue udah bilang. Tadi si Daniel yang suruh gue ke sini." Jawab gue mencoba netral.
"Oh, kenapa Daniel gak ke sini?"
"Mana gue tahu! Mungkin dia udah gak peduli lagi sama lo."
"Oh, berarti lo peduli banget ya sama gue. Sampe bela-belain dateng kesini segala."
"Uhhuk...uhhukk..." gue terbatuk mendengar ucapan Seongwoo. Kayaknya yang gue omongin itu selalu salah deh! Lama-lama gue jahit juga nih mulut! "Enak aja! Gue kesini itu karena dorongan dan paksaan temen lo!" Balas gue menyangkal.
Seongwoo hanya mengangguk. "Oh, oke." Balasnya.
Emang dasar ya! Gue paling sebel kalo si Seongwoo ngomong oh atau oke. Itu tandanya gak ada obrolan lain setelah kata itu! Entah kenapa gue jadi merasa nyaman kalo ngomong sama dia. Dan gue juga gak tahu kenapa gue selalu gugup kalo di gombalin sama dia. Padahal gue tahu kalo dia itu lagi modus buat deketin gue.
"Far lo mau tahu rahasia gue gak?" Tanya Seongwoo yang tiba-tiba.
Dahi gue sedikit mengkerut. "Rahasia apaan?" Tanya gue. "Lo narkoba? Minum? Atau lo..." gue tidak melanjutkan ucapan gue. Takut bila cowok itu marah.
"Enggak lah!" Jawab Seongwoo tak membenarkan.
"Trus apaan dong?"
"Makannya lo di sini." Seongwoo menepuk sisi kasurnya dan menyuruh gue duduk di sana. "Sini duduk." Suruhnya.
"Mau ngapain lo?" Tanya gue curiga.
Gimana gak curiga coba! Tuh cowok mukaknya tidak meyakinkan sekali. Takutnya nanti gue yang khilaf bang, eh.
"Sini," suruh dia lagi.
Anju! Mana dia ngomong lembut banget. Mana mungkin gue yang bacotnya cabe ini tahan di baikin gitu. Seongwoo gak tahu aja, kalo dari tadi jantung gue gak berhenti dugun-dugun.
Dengan keberanian setinggi langit, gue mendekat dan duduk di sisi kasur cowok itu. "Mau cerita apaan elah? Sok serius banget sih hidup lo!" Ujar gue.
Tanpa di duga, cowok itu malah tersenyum manis. "Far, lo tahu gak?" Tanya dia tiba-tiba.
Tangan cowok itu terulur untuk mengusap rambut gue. Alamak dedek bapar bwang! Gue membeku di tempat dan kehilangan raga gue saat itu juga! Entah kenapa, usapan lembut itu membuat gue nyaman.
"Eum, gak tahu. Lo kan belum ngomong." Jawab gue.
"Kalo lo tahu semua tentang gue, apa lo masih mau kenal sama gue?" Tanya Seongwoo dengan wajah sendu.
Wajah itu! Wajah yang gak pernah gue lihat sebelumnya. Satu bulir air mata menetes ke pipi cowok itu. Gue meneliti wajah tampannya. Tidak ada raut kebohongan di matanya.
"Lo sebenernya kenapa?" Tanya gue pelan. Tangan gue bergerak untuk menghapus air mata cowok itu. "Papa gue pernah bilang, kalo cowok itu gak boleh cengeng. Apapun yang terjadi dalam hidup lo, gak boleh ada air mata yang turun."
Bukannya berhenti, air mata cowok itu malah menderas. Walaupun wajahnya terlihat datar dan Seongwoo sama sekali tidak terisak. Gue bisa merasakan aura kesedihan dari cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Pensiun [END]✅
Jugendliteratur[FOLLOW SEBELUM BACA] __________________________________________________ "Gue emang Playboy, tapi itu dulu. Sekarang gue udah pensiun dan gue udah tobat!" [Ong Seongwoo] MENGANDUNG KERECEHAN YANG HAQIQI!! HATI-HATI DENGAN JANTUNG ANDA!! 25 Feb 2019...