[24] Biang onar

164 15 2
                                    

Gue berjalan dengan santai dan ceria menuju ruang kelas tercinta. Wajah gue berseri-seri ketika mengingat hari ini gue akan kembali menjalankan aktifitas seperti biasa. Setelah di rawat tiga hari di  Rumah sakit yang bau kemenyan itu, akhirnya gue di izinkan pulang.

Saat gue tiba di dalam kelas. Teriakan melengking dari Della adalah hal pertama yang terdengar. "FARIELLAAA... OH MY, OH MY, OH MY BESFRIENDKUU!!" teriak dia nyaring.

Dengan gerakan cepat, Della langsung meluk gue. Ya hamsyong! Itu bocah sehat apa kagak sih? Heran gue!

Gue memutar bola mata malas. "Itu mulut atau toa mushola sih? Melengking banget dah kayak jangkrik lagi karokean!" Ujar gue males.

"Ih, gue kan kangen banget sama lo!"

"Bodo amat!"

"Ya Allah, punya temen kok gitu banget ya?" Si Della mencak-mencak dengan kesal.

Sedangkan gue mendelik dan berujar. "Anda siapa ya?" Tanya gue pura-pura gak kenal.

Pletak...

Gue memegangi kepala gue  yang terkena jitakan si Della. "Anjir! Sakit begok!" Bentak gue gak terima.

"Makannya, jadi temen tuh jangan jahat dong! Kena jitak kan?" Ujar cewek itu dengan tampang tanpa dosanya.

Gue mendelik tajam. "SABARODO TEUING! KUMAHA SIA WEH!" Teriak gue tepat di telinga si Della.

Biar conge sekalian tuh kuping!

"Anjir! Berisik!" Teriak Della dongkol.

Gak peduli lagi dengan pertengkaran tadi. Gue celingak celinguk, mencari satu member Cecak yang hilang. "Eh, si Yuriqo kemana? Kok belum datang dia?" Tanya gue bingung.

Gue belum ketemu sama Yuriqo dari lima hari lalu. Itu bocah seperti di telan bumi. Bahkan dia juga gak pernah hubungin gue.

Della mengangkat bahu. "Gak tahu. Kayaknya dia belum pulang dari Bogor deh." Jelas Della.

"Ebuset! Betah banget ya itu bocah." Celetuk gue.

Della mengangguk. "Tapi gue bingung Far. Hp dia sama sekali gak bisa di hubungin." Ujar Della khawatir.

"Mungkin di sana gak ada signal kali. Makannya dia gak hubungin kita. Nanti juga dia pasti bakal ngabarin kita Dell." Balas gue mencoba berfikir positif.

****

"PAK JAE? BAPAK GAK KANGEN SAMA SAYA?" tanya gue berteriak nyaring kepada pak Jae yang sedang menulis di papan tulis, dan ketika dia bertanya apakah ada yang di tanyakan, gue segera mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Pak Jae pun menoleh dan menatap gue malas. "Enggak! Lagian juga saya gak peduli sama kamu." Jawab dia angkuh.

Ebuset! Itu guru satu kayaknya udah gedeg banget sama gue. Sampe-sampe jawabannya menohok banget.

Gue merengut. "Bapak kok jahat sih? Salah saya itu apa pak? Atau karena dulu bapak pernah di tolak sama saya, makannya bapak marah?" Tanya gue yang membuat seisi kelas terbahak.

Pak Jae dengan sigap melempar sepidol di tangannya ke arah gue. Sepidol itu berhasil mengenai kepala gue. "Jaga ucapan kamu Fariella! Saya udah gak sanggup lagi kalo harus berbicara sama murid yang tampilannya kayak kamu gini!" Ujar pak Jae frustasi.

Playboy Pensiun [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang