"FARIELL..." Della yang baru datang langsung berteriak dan memeluk gue erat. "Lo gak apa-apa kan Far? Gue khawatir banget sama lo. Untung aja si Seongwoo kasih tahu gue kalo lo di sini. Kok mukak lo jadi kayak badut anyer gini si? Siapa yang ngelakuin ini? Ngaku sama gue!" Della berceloteh sembari menyeka air matanya.
Anjir! Tuh bocah khawatir atau mau ngehina muka gue?
"Gue gak papa elah! Alay banget lo, pakek nangis bombay segala!" Celetuk gue.
"Ya, gue kan khawatir sama lo!"
"Bodo amat!"
"Ihh, lo mah gitu!" Della mencak-mencak gak karuan.
Gue celingak celinguk melihat tangan Della. "Dell?" Panggil gue. "Mana buah tangan?" Tanya gue menyeletuk.
Mendengar hal itu, Della menjitak kepala gue dengan sadis. "Anjir! Fikiran lo mah makanan mulu! Udah mending gue tengokin lo ke sini." Balas Della gak habis fikir sama ke konsletan otak gue.
"Eh, btw si Yuriqo mana?" Tanya gue yang tak melihat batang hidung Yuriqo. Kemana tuh bocah?
"Yuriqo belum pulang dari Bogor. Katanya pulangnya besok pagi. Dia juga syok banget waktu ngedenger lo masuk rumah sakit." Ujar Della menjelaskan.
Gue cuman ngangguk. "Oh, kirain dia di telen hantu talas bogor." Celetuk gue lagi.
Mau sakit, mau kagak. Mulut gue itu emang selalu mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak berfaedah. Ya, maklum lah. Mulut gue gak pernah di sekolahin, makannya jadi kayak gini.
"Lo lagi sakit aja masih bawel ya? Heran deh gue sama lo!" Ujar Della bergidig.
"Ya namanya juga mulut gue. Dia kan punya nyawa sendiri, jadi ya mohon di maklumi."
"Serah lo aja dah!"
****
Setelah Della pulang, yang sekarang berada di hadapan gue adalah Seongwoo. Awalnya Della enggan meninggalkan gue sendiri. Tapi akibat pemaksaan dari Seongwoo, akhirnya Della mengalah dan memilih untuk pulang.
"Lo kok bisa kayak gini sih?" Seongwoo duduk di kursi samping tempat tidur gue. "Lihat tuh, pipi lo udah kayak tomat. Bibir lo juga berdarah." Kata dia.
Alah si abang kemana aja? Hari gini baru nongol! Apa gue harus sekarat dulu, baru doi muncul di depan gue. Hei! Sakit dedek bwang!
"Lo kemana aja sih? Kok baru nongol sekarang?" Tanya gue ngambek.
Seongwoo terkekeh. "Kenapa? Lo kangen sama gue hm?" Balas dia dengan percaya dirinya yang setinggi langit.
Gue membuang muka. "Idih! Siapa juga yang kangen!" Ujar gue menampik.
"Kalo kangen bilang aja kali. Gak usah malu-malu gitu, gue juga sering kangen kok sama lo." Balas doi.
Anjir si doi malah ngegombal. Kalo pipi gue gak bengkak, pasti rona merah di pipi gue kelihatan sama tuh cowok. Bisa mati rasa gue, kalo sampe si Seongwoo ngelihat rona merah di pipi gue! Nanti dia malah makin kegeeran.
Gue memutar bola mata dengan malas. "Enak aja! Siapa juga yang kangen sama lo? Orang gue cuman heran aja. Kenapa lo jarang sekolah kemarin-kemarin. Trus lo juga bohong! Katanya sakit, padahal cuman ngibul doang." Celoteh gue panjang.
"Ya karena gue males aja pergi ke sekolah." Jawab dia santai.
Males? Astaga tuh cowok emang bener-bener. "Males apa mules lo? Jangan bilang kalo nafas aja lo males!" Ujar gue dongkol. abisan kesel banget gue sama dia.
"Iya, gue juga males nafas. Makannya lo kasih nafas buatan dong," celetuk dia yang membuat gue otomatis nutup mulut.
Gue melotot dan memukul pundak cowok itu dengan keras. "Anjir! Mesum lo! Dasar playboy cap cungur! Gue bilangin Papa ya!" Gue udah ngamuk-ngamuk gak jelas. Ngomong sama dia tuh emang gak guna banget! Yang ada nanti gue jadi darah tinggi.
"Gue kan udah pensiun jadi Playboy," balas dia. "Kenapa sih lo gak percaya banget."
Dengan super dongkol, Gue menunjuk pintu keluar. pertanda bahwa gue mengusir cowok itu. "Keluar gak lo! Bisa-bisa gue tambah sakit kalo lo terus di sini!" Usir gue tajam.
"Tapi, nanti lo kangen."
"Kangen pala lu peyang! Gue gak akan kangen sama lo!" Teriak gue lagi.
"Tapi nanti gue yang kangen sama lo,"
"BODO AMAT!"
****
Gue membuang muka dan tidur menghadap ke dinding. Si Seongwoo masih setia nungguin gue dan duduk di kursi samping tempat tidur gue. Walaupun gue udah usir dia dan mengeluarkan segala cacian. Cowok itu enggan untuk pergi. Dan hal yang paling menyebalkan! Cowok itu selalu mandangin mukak gue. Malu anjir! Gue kan paling gak nyaman kalo di lihatin kek gitu.
Gue menoleh ke cowok itu. "Kapan sih lo pulang?" Tanya gue kesal.
"Nanti, kalo Papa lo balik ke sini." Jawab dia santai.
"Tapi, gue bisa kok sendirian di sini. Lo gak usah temenin gue segala."
"Tapi, gue di suruh Papa lo buat jagain lo,"
Gue berdecih dan tertawa hambar. "Sejak kapan Papa nyuruh orang buat jagain gue?" Tanya gue gak percaya.
Papa adalah orang yang paling tidak suka menitipkan anaknya kepada siapapun. Kecuali, Oma dan bi Tuti. Gue tahu betul sikap Papa yang possessive sama gue.
Si Seongwoo terkekeh. "Sejak dia tahu kalo gue adalah pacar lo." Jelas dia bangga.
Gue memutar bola mata malas, "oh ya? Jadi sekarang ceritanya lo mau caper sama Bokap gue?" Tanya gue sebal.
"Ya harus dong! kan biar dapet restu dari Bokap lo."
Gue membuang nafas berat. Cowok itu emang paling bisa jawab ucapan gue. Dan sialnya, gue selalu kalah telak kalo ngomong sama dia!
Gue mengacak rambut frustasi. "Argh, bodo amat! Lakuin apapun sesuka lo! Gue gak peduli!" Teriak gue pasrah.
Gue kembali meringkuk memunggungi cowok itu. Mendingan gue tidur aja daripada harus terus debat sama cowok sinting! Gak akan ada ujungnya! Yang ada gue malah makin stres nantinya.
Ketika Gue hendak menutup mata, suara si Seongwoo kembali terdengar. "Yang? Jangan tidur dong. Masak gue di anggurin sih," celoteh dia yang membuat gue bergidig.
"Geli anjir!" Balas gue.
Seongwoo malah nyolek pundak gue. "Jangan tidur kek. Ngobrol aja sama gue," bujuk dia.
"Ngobrol aja sama batako!"
"Batako kan gak bisa ngomong,"
Gue memutar bola mata malas. "Bisa! Coba aja dulu." Suruh gue.
"Oh, oke. Gue coba,"
Lah beneran sinting kayaknya tuh cowok!
****
Mohon maaf bila ada typo😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Pensiun [END]✅
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] __________________________________________________ "Gue emang Playboy, tapi itu dulu. Sekarang gue udah pensiun dan gue udah tobat!" [Ong Seongwoo] MENGANDUNG KERECEHAN YANG HAQIQI!! HATI-HATI DENGAN JANTUNG ANDA!! 25 Feb 2019...