SPD-04| Menikah?

21.3K 900 1
                                    

Icha bersender pada kepala rajang. Jam sudah menunjukan pukul 22:00, tapi ia belum merasa ngantuk. Tangannya memegang erat secarik kertas yang tadi diberikan Lidya padanya.

Menghela napas sebentar, Icha membuka lipatan kertas itu. Hatinya terasa ngilu dengan napas tersendat seperti ada batu besar dikerongkongan, membuatnya susah bernapas saat melihat tulisan tangan Papanya. Air matanya mengalir, namun dengan cepat dihapusnya.

Hay putri kecil Papa, ah mungkin sekarang kamu sudah besar ya. Semoga kamu selalu baik-baik saja.

Enggak, Pa. Icha gak pernah baik-baik saja setelah kepergian Papa.

Nak. Maafin Papa yang mungkin sering cuekin kamu. Maafin Papa yang lebih mentingin pekerjaan daripada mentingin kamu. Kamu tahu, Papa gak pernah bosen untuk menyayangi kamu.

Icha juga sayang Papa, sayang banget.

Jangan pernah nyalahin diri kamu sendiri atas apa yang menimpa Papa. Itu hanya kecelakaan, sayang. Dan mungkin, ini memang sudah takdir Papa melindungi kamu dan Mamamu sampai disini.

Iya, dan kecelakaan itu disebabkan oleh Icha kan Pa?

Icha memejamkan matanya sejenak hingga pikirannya melayang pada kejadian 10 tahun yang lalu.

Flashback On

"Mama, pokoknya Icha mau dijemput sama Papa!" Gadis kecil itu terus merajuk pada sang Mama.

"Tapi sayang, Papa masih diluar kota. Hujannya juga deras, biar om Dimas aja ya jemput." Ucap Lidya seraya mengelus puncak kepala Icha.

Icha menggelengkan kepalanya. "Gak mau! Icha mau dijemput sama Papa, Icha juga mau kasih liat ini, kalo Icha juara lomba menyanyi." Ujar Icha seraya mengangkat pialanya tinggi-tinggi.

Suara dering telpon membuat Icha tersenyum lebar. "Itu pasti dari Papa!" Icha mengambil ponsel itu dari tangan mamanya.

"Hallo, Papa!" Seru Icha.

"Hallo sayang," jawab Arif dari sebrang telepon.

"Papa jadi jemput Icha kan? Papa udah janji mau jemput. Kok Papa belum datang juga."

"Iya, sayang. Ini Papa lagi dijalan, kamu tunggu ya."

"Siyaap, Papa!"

10 menit

30 menit

1 jam

Ponsel berdering membuat semuanya tersentak kaget. Dengan cepat Lidya mengangkat telponnya. Dan seketika itu juga mimik mukanya berubah dengan tangan memegang dadanya disertai lelehan air mata yang keluar dari matanya.

"Ma, ada apa?" Suara Aldy memecah keheningan.

"Pa... Papa kamu.... kecelakaan."

Praaang!

Tepat setelah Lidya menyelesaikan perkataannya, piala yang digenggam Icha jatuh kelantai hingga terbelah menjadi beberapa bagian.

Ia hanya terdiam membisu saat Lidya menggendong nya dan membawanya menuju rumah sakit. Deras nya hujan dengan suara petir yang bersahutan tak mampu membuat Icha kaget ataupun ketakutan, ia hanya menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong.

Arif mengalami koma selama sebulan. Dan selama itu pula Icha tak mengeluarkan suara. Hingga tiba saatnya Arif menghembuskan napasnya untuk terakhir kalinya, Icha menangis meraung-raung.

Neneknya bahkan membencinya, karena merasa kalo kepergian Arif diakibatkan olehnya.

"Ini semua karena kamu, Icha. Kalo saja kamu gak meminta Papamu untuk pulang cepat, kejadiannya tidak akan seperti ini. Pengen diperhatikan setiap saat? Pengen dimanja? Gitu? Iya? Harusnya kamu bersyukur punya Papa yang punya pekerjaan, punya banyak uang untuk menghidupi kebutuhan kamu."

Sehari setelah pemakaman Papanya, Icha kembali menjadi sosok yang ceria meski terlihat dipaksakan. Bahkan ia selalu tersenyum dan tertawa disaat semua orang rumah masih berkabung. Tak peduli dengan Mamanya yang menjadi pendiam dan Kakaknya yang sering pulang dini hari karena mabuk-mabukkan.

Tak peduli dengan omongan orang-orang yang mengatainya tidak waras ataupun itu. Ia hanya menjalankan pesan Papanya dulu, karena jika ia bersedih maka Papanya akan jauh lebih bersedih melihatnya. Karena meskipun ia berusia 10 tahun, ia sudah mengerti apa yang orang dewasa rasakan.

Flashback Off

Icha tersentak saat melihat surat dari Papanya itu sudah basah karena tetesan air matanya. Ia mengusap air matanya lalu kembali membaca setiap goresan tinta dikertas putih itu.

Nak, Papa punya satu permintaan. Papa harap kamu tidak akan menolaknya, karena Papa melakukan ini hanya ingin yang terbaik buat kamu. Papa ingin kamu menikah dengan anak sahabat Papa.

Biar Mamamu nanti yang akan menjelaskan. Kalo memang kamu tidak siap, berusahalah demi Papa. Dia anak yang baik. Meskipun usianya sudah lebih dewasa dari kamu, tapi Papa yakin dia akan menyayangi kamu sepenuh hati.

Menikah? Maksudnya... Perjodohan?!

TBC.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang