SPD-38| Hamil?

15.3K 558 7
                                    

"A-apa?!"

"Di Bogor, Mas. Icha maunya makan soto di Bogor langsung."

Arkan menghentikkan langkahnya lalu menurunkan Icha dari gendongannya.

"Kamu jangan bercanda deh, Cha."

"Icha gak bercanda, Mas." Icha menatap Arkan marah.

"Gak lucu sayang."

"ICHA SERIUS! YAUDAH KALO GAK MAU, ICHA MAU PULANG AJA, MAU TIDUR." Teriak Icha seraya mencoba melangkah-kan kakinya.

Arkan yang melihat itu, dengan segera memegang bahunya karena takut Icha terjatuh. "Tapi kamu belum makan, Cha. Tadi siang kamu cuma makan siomay."

Icha memalingkan wajahnya, tiba-tiba matanya terasa panas. Entah kenapa moodnya mudah berubah-ubah, lebih sensitif.

Arkan yang melihat Icha berkaca-kaca panik bukan main. "Sayang, hey! Kenapa nangis? Ada yang sakit? Atau-"

"Huaaa... Icha mau makan Soto Mie." Tangis Icha meledak.

"Tapi sayang, ini udah malem banget. Beli di dekat minimarket aja ya," bujuk Arkan.

"Gak mauuu, hiks!"

"Oke, oke, kalo gitu besok kita ke Bogor. Sekarang kita beli dulu di dekat minimarket ya, gimana?" Tawar Arkan.

"Janji, besok ke Bogor?" Tanya Icha seraya sesegukan.

"Iya sayang, Mas janji."

Arkan kembali menggendong Icha. "Kita belinya dibungkus aja ya, makannya dirumah."

Icha hanya bergumam membuat Arkan mendesah lega.

Sesampainya di teras rumah seraya menenteng dua kantung berisi Soto Mie. Arkan menurunkan Icha untuk mengambil kunci rumah disaku celananya.

Ceklek!

"Mas?"

Suara pintu dibuka dibarengi panggilan Icha padanya membuat Arkan menghentikan langkahnya yang ingin masuk kedalam rumah. "Ya, ada apa?" Tanya Arkan.

"Ummm.. Icha mau jus alpukat." Ucapnya pelan seraya menundukkan kepalanya tanpa menatap Arkan.

"Kamu ini kenapa sih, Cha? KENAPA GAK DARI TADI?" Tanpa sadar Arkan meninggikan suaranya.

Icha tersentak kaget mendengar bentakkan itu. "Icha baru maunya sekarang." Cicitnya sangat pelan, bahkan terdengar samar ditelinga Arkan.

Arkan menghembuskan napas kasar. "Kamu tunggu dirumah." Ucap Arkan datar lalu melenggang pergi tanpa menatap Icha terlebih dulu.

Icha menatap punggung Arkan berkaca-kaca. Ia tahu, Arkan pasti merasa dipermainkan. Dari pagi suaminya itu sudah banyak membantunya, Arkan kecapean dan dengan teganya ia memerintah Arkan semaunya.

Icha memasuki rumah lalu menutup pintu dengan keras, ia berlari menuju kamarnya dan menangis sejadi-jadinya disana.

Setelah puas menangis, Icha memejamkan matanya berpura-pura sudah tidur saat mendengar suara pintu dibuka diringi langkah kaki yang kian mendekat.

"Kamu udah tidur ya? Maafin Mas karena udah bentak kamu, Mas sayang kamu, Cha." Ucap Arkan seraya mengusap puncak kepala Icha.

Suaminya ini. Jelas-jelas Icha yang salah disini karena memancing emosi Arkan, tapi Arkan malah meminta maaf padanya. Icha sudah tak tahan. Ia membalikkan tubuhnya lalu memeluk Arkan dengan erat membuat sang empu tersentak kaget.

"Sayang, kamu belum tidur?" Ucap Arkan seraya mencoba melepaskan pelukan Icha, namun nihil, pelukan Icha sangatlah kuat.

"Maaf, hiks! Maafin Icha Mas, Maaf. Icha udah buat Mas capek, kesel, marah. Maaf... hiks." Icha kembali menangis, menumpahkan air matanya didada suaminya itu.

Arkan tersenyum kecil lalu membalas pelukan Icha seraya mengusap punggung mungil itu. "Sssth.. udah sayang jangan nangis. Mas maafin kok."

"Jangan marah lagi, Icha takut." Ucap Icha setelah melepaskan pelukannya.

Arkan menatap Icha dengan pandangan bersalah, ia menyesal. "Iya, maafin mas yang udah bentak kamu."

Icha menganggukkan kepalanya, ia tersenyum lebar saat Arkan mengecup keningnya.

"Yaudah, kamu pasti laper. Sotonya dimakan ya, Mas angetin dulu." Ucap Arkan seraya beranjak dari tempat tidur.
"Ikuuut!" Rengek Icha.

Arkan terkekeh, sifat manja Icha kembali.

"Kamu tunggu aja di ruang tengah sambil nonton tv ya? Kita makannya disana."

"Ay! Ay! Pak Dosen!"

💼💼💼

"Hueeek! Huueeek!"

Matanya mengerjap saat mendengar suara itu. Arkan tersentak saat tak mendapati istrinya tidur disamping-nya. Ia melihat jam dan menunjukan pukul 3 pagi. Tatapan beralih kearah kamar mandi yang pintunya terbuka lebar.

Menyibak selimut, Arkan turun dari ranjang lalu berjalan ke kamar mandi. Sesampainya di depan pintu, ia terbalalak kaget saat melihat Icha terduduk lemas dilantai yang basah. Matanya terpejam dengan napas tak beraturan.

"Sayang! Kamu kenapa?" Arkan berteriak panik.

Arkan berniat merangkul Icha namun tiba-tiba ia terhunyung kebelakang saat istrinya itu malah mendorongnya kuat.

"Icha, kamu ken-" Arkan menghentikan ucapannya saat Icha berusaha berdiri lalu berlari menuju wastafel.

"Hueeek! Hueeek!" Icha kembali memuntahkan cairan bening itu.

Arkan yang melihat itu dengan sigap mengurut tengkuk Icha. "Kita ke rumah sakit ya, Cha." Ucap Arkan dengan nada khawatir.

Icha menggelengkan kepalanya, "Gak mau Mas, Icha istirahat aja." Ucapnya setelah dirasa perutnya tidak bergejolak lagi.

Arkan pun dengan sigap mengangkat tubuh Icha ala bridal style, membawanya keluar dari kamar mandi menuju ranjang. "Ya udah. Kalo kamu gak mau kerumah sakit, Mas panggil dokternya aja kesini."

Icha hanya menganggukkan kepalanya, tubuhnya benar-benar lemas.

💼💼💼

"Bagaimana dok, keadaan istri saya?"

Dokter Gina menatap Arkan sebentar lalu kembali menatap Icha. "Kapan terakhir kali kamu menstruasi?" Tanya dokter Gina pada Icha tanpa menyahut pertanyaan Arkan.

Menstruasi?

Icha berpikir, dan seketika matanya terbelalak. Kenapa ia bisa lupa? Icha menatap dokter Gina ragu-ragu. "Umm... Icha.. sebenarnya Icha udah dua bulan belum menstruasi lagi."

Seketika senyum dokter Gina merekah. Ia menatap Arkan yang ada disampingnya seraya mengulurkan tangannya.

Arkan mengernyitkan keningnya bingung. Namun ia menyambut tangan itu.

"Selamat, Pak Arkan. Istri anda sedang hamil, usia kandungannya memasuki minggu ke enam."

"Hamil?!"

Tbc.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang