SPD-13| Segitu Bencikah?

14.2K 579 1
                                    

Baru saja Icha memejamkan mata, suara erangan kesakitan seseorang membuat Icha kembali terjaga. Ia lantas bangkit dari ranjangnya lalu berjalan keluar kamar.

Saat didepan pintu kamar Kakaknya, suara itu terdengar jelas membuat Icha memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Kakak!"

Tak ada sahutan.

"Kakak! Buka pintunya, ini Icha."

Tetap tak ada sahutan. Hanya ada suara erangan yang semakin jelas terdengar membuat Icha mengigit bibir bawahnya seraya tangannya meremas pinggiran piyama yang dikenakannya.

"Kakak! Ini Icha. Kakak kenapa? Buka pintunya!"

Hilang kesabarannya, Icha membuka pintu kamar dan seketika matanya terbelalak saat melihat Aldy tergeletak di lantai samping ranjang. Aldy terus mengerang seraya tangan memeluk perutnya sendiri.

Icha dengan cepat mendekat, dan alangkah kagetnya saat tangan Icha bersentuhan dengan kulit Aldy. Terasa panas seperti terbakar.

"Ya Allah, Kakak! Hiks... Kakak kenapa?" Icha terisak seraya mengusap keringat dikening Aldy.

Ia mencoba membopong Aldy dengan sekuat tenaganya lalu menidurkannya dikasur. Dengan cepat Icha berlari ke dapur mengambil air hangat dengan baskom dan handuk kecil. Saat melewati kamar Lidya, Icha memelankan langkahnya karena takut membangunkan Mamanya itu. Icha tahu, Lidya pasti kelelahan karena bekerja seharian dan ia tidak mau merepotkannya.

Setelah meletakkan handuk kecil itu dikening Aldy, Icha mengambil obat maagh lalu ditumbuknya hingga halus lalu meminumkannya pada Aldy yang setengah sadar.

Icha duduk disamping ranjang. Tangannya terulur menggenggam tangan Aldy erat. "Lambung Kakak pasti sakit lagi. Kenapa sih, Kakak gak pernah mau makan masakan Icha? Icha gak mau Kakak sakit kayak gini, hiks... Icha sayang Kakak."

💼💼💼

Silaunya sinar matahari yang masuk pada celah jendela membuat Icha mengerjap-erjapkan matanya. Semalam ia tidur di sofa kamar Kakaknya, Aldy. Tunggu! Kakak? Dengan cepat Icha duduk lalu matanya menatap kearah ranjang.

Disana Aldy juga tengah menatapnya tajam membuat bulu kuduk Icha merinding seketika. Ia berdehem sebentar lalu berjalan menghampiri Aldy.

"Kakak udah baikan?" Tanya Icha, tangan Icha terulur untuk menyentuh kening Aldy, namun segera ditepisnya kasar.

"Jangan sentuh gue!"

Icha terhenyak kaget hingga tak sadar kakinya melangkah mundur. "Kakak, semalam Kakak kesakit-"

"Gak usak sok peduli sama gue."

"Tapi-"

"Keluar dari kamar gue!"

"Enggak! Icha nggak mau keluar. Icha mau ngecek keadaan kakak." Ucap Icha seraya melangkah mendekat.

"Gue bilang kel- Arrrgh" Aldy memegang perutnya seraya meringgis.

Icha panik. Ia mendekat seraya memegang tangan Aldy. "Kakak kenapa? Mana yang sak-"

Bruuuk!!

Icha terpental hingga jatuh terduduk dilantai karena dorongan Aldy.

"GUE BILANG, JANGAN SENTUH GUE!!!" Aldy berteriak marah.

"Aldy, apa yang kamu lakukan sama adik kamu?" Lidya muncul dari balik pintu seraya berlari tergopoh-gopoh menghampiri Icha.

"Sayang, kamu gak papa? Mana yang sakit?" Tanya Lidya pada Icha, khawatir.

"Icha gak papa, Ma." Sahut Icha seraya memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

Lidya membantu Icha untuk berdiri kemudian menatap Aldy tajam. "Gak seharusnya kamu ngelakuin-"

"Aaargh! Sakit, Ma!!" Aldy berteriak membuat Lidya menghentikan ucapannya. Ia panik lalu dengan cepat menelpon dokter.

"Yaudah, sambil nunggu dokter. Icha buatin bubur." Ucap Icha.

"Gak perlu, lebih baik elo keluar dari kamar gue."

"Tapi Kak-"

"Yaudah biar Mama aja yang buat bubur." Potong Lidya yang langsung diangguki Aldy dengan senyuman.

Pemandangan itu mampu membuat hati Icha terasa ditikam. Segitu bencinya kah Aldy padanya?

"Icha, kamu istirahat aja ya." Ucap Lidya seraya mengelus bahu Icha.

"Icha mau ke kampus, Ma. Pagi ini Icha ada kelas."

"Tapi sayang, kamu cuma tidur sebentar. Lebih baik istirahat, Mama gak mau kamu sakit."

"Icha gak papa kok, Ma. Icha ke kamar dulu ya, mau siap-siap." Dengan segera Icha berlari menuju kamarnya.

Setelah membersihkan diri dan mengecek keperluannya sudah ada dalam tasnya, Icha menghampiri Lidya yang sedang membuat bubur didapur.

"Ma, gimana keadaan kakak? Dokternya udah datang?"

"Udah lebih baik. Kakakmu itu sakit lambungnya kambuh lagi, dia juga demam karena keseringan begadang. Dokternya udah pulang barusan."

"Oh, yaudah kalo gitu, Icha berangkat dulu ya, Ma. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati!"

Sesampainya dikampus, Icha berjalan menyusuri lorong kampus. Sesekali tangannya memijit pelipisnya yang terasa sakit. Tiba-tiba tubuhnya melemas membuat Icha sempoyongan.

Keadaan dilorong sudah sangat sepi. Icha mencoba untuk tetap sadar, namun sakit dikepalanya membuat Icha ambruk dilantai hingga kegelapan menyelimutinya.

Tbc.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang