SPD-33| Benar-Benar Sadar

12.6K 536 6
                                    

"ICHA GAK MUNGKIN SALAH! MAS ARKAN SADAR MAH, TADI DIA SADAR."

"Sayang, kamu-"

"ICHA GAK BOHONG HIKS! ICHA MERASAKAN SENDIRI KALO MAS ARKAN MEMBALAS GENGGAMAN ICHA DAN DIA MEMBUKA MATANYA."

"Iya, sayang, iya, ssst... sudah ya, Arkan lagi diperiksa dulu sama dokter." Lidya mencoba menenangkan Icha yang menangis histeris.

Setelah dari kantin tadi, Lidya berniat membawakan Icha makanan. Sesampainya diruang ICU, betapa kagetnya dia melihat putri kesayangannya sedang menangis dan memarahi sang dokter yang ada didepannya.

Icha memberitahu dokter kalo Arkan siuman, namun salah satu perawat mengatakan kalo kondisi Arkan masih sama dan bilang kalo Icha hanya halusinasi saja. Tentu saja itu membuat amarah Icha meledak seketika.

Sekarang yang bisa Icha lakukan adalah menangis dipelukan sang Mama, hingga terdengar suara langkah kaki mendekat kearah mereka membuat Icha melepaskan pelukannya dan mendongakan kepalanya.

"Gimana keadaan suami saya, dok?" Tanya Icha tak sabaran.

"Keadaannya yang tidak stabil membuat beliau menggerakkan anggota tubuhnya atau mungkin meracau sewaktu-waktu. Tapi itu bisa mempercepat kesembuhannya. Anda tenang saja, saya yakin beliau akan cepat sadar. Dan maafkan atau sikap perawat tadi, saya sudah memberinya sanksi. Kalo begitu saya permisi."

Ucapan sang dokter membuat Icha merasa lega, karena ia yakin kalo ia tidak sedang berhalusinasi.

"Nah, sekarang kamu istirahat gih. Temenin suami kamu, Mama juga yakin kalo dia sebentar lagi akan pulih." Ujar Lidya seraya mendorong kursi roda Icha.

Lidya membantu Icha menaiki ranjangnya tepat disamping Arkan, ia menatap Icha dengan kening betkerut melihat wajah cemberut Icha.

"Hey, putri kesayangan Mama kenapa cemberut?" Tanyanya seraya mengelus pipi Icha.

"Pengen tidur disana, sama Mas Arkan." Rengek Icha seraya menunjuk ranjang Arkan.

Lidya terkekeh. "Ya ampun sayang, ya gak bisa lah. Ranjangnya sempit, lagian ya kamu juga gak bisa gerak banyak, lihat, banyak alat medis."

"Tapi Icha kangen sama Mas Arkan,"

"Iya sayang, Mama tahu. Kamu yang sabar ya, kita berdoa semoga Arkan cepat sadar dan bisa bareng kita-kita lagi."

"Aamiin."

💼💼💼

Seseorang membenarkan letak selimutnya hingga membuat tidur Icha terusik, tapi tak membuatnya terbangun. Hingga kecupan lembut dikeningnya sedikit membuat mata Icha mengerjap pelan.

Samar, ia melihat seorang lelaki yang sangat dirindukannya tengah tersenyum padanya. Membisikan kalimat yang membuat Icha ikut tersenyum lalu kembali menutup matanya.

"Good night, istriku."

Mimpi yang indah.

💼💼💼

Icha mengerjapkan matanya cepat seraya bangun dari tidurnya. Ia tak memperdulikan pening dikepalanya karena gerakan mendadak barusan. Dengan segera ia mengarahkan pandangannya kesisi ranjang dan seketika terbelalak saat mendapati ranjang itu kosong.

Saking paniknya, Icha menyibak selimutnya lalu menurunkan kakinya dan...

Bruukkk!

"Aahhh!" Ringis Icha seraya memegang sebelah kakinya.

"Sayang, kamu gakpapa?"

Suara itu?

Icha mendongak dan seketika tangisnya pecah membuat lelaki itu panik bukan main.

"Ssst.. sayang, kenapa nangis? Mana yang sakit?"

"Hiks! Mas Arkan.."

"Iya sayang, ini Mas. Sssth.. jangan nangis."

Arkan mengangkat tubuh Icha lalu di dudukkannya diranjang. Saat ingin melepas pelukannya, Icha memeluknya erat seraya terisak hebat.

"Ssstth.. sudah sayang, jangan nangis, Mas disini." Arkan kembali memeluk Icha seraya mengecup kepalanya sayang.

"Mas... hiks!"

"Iya, sayang. Ssstth..."

"Jangan tinggalin Icha,"

"Gak akan, sayang. Mas gak akan ninggalin kamu, Mas disini."

Tbc.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang