SPD-02| Mau Yang Ungu

24.9K 1K 8
                                    

"Cha?"

"Icha!"

"Woy, Cha!!"

Icha tersentak saat Dewi menoyor kepalanya seraya berteriak. Ia mengerjapkan matanya lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suasana kantin yang ramai membuat Icha menepuk jidatnya pelan.

Kenapa gue malah mikirin Dosen itu? Ah ya! Kejadian tadi pagi!! OMG! Selena mulai gegana ini.

"Gawat, Dew. Gawat!" Icha berseru seraya menggenggam tangan Dewi erat.

"Gawat apaan?"

"Dosen itu. Dosen itu yang tadi pagi nabrak gue, sebenernya salah gue juga sih yang ngelamun." Ucap Icha seraya meringis, menyesali kebodohannya.

"Tapi Dew, elo tahu gue kan. Gue disitu maki-maki dia. Aduh, gue harus gimana dong Dew. Kalo dia nuntut gue gimana? Terus kalo gue dikasih hukuman berat? Atau mungkin dia ngeluarin gue diri sini. Gawat Dew, Gawat!" Lanjut Icha.

Sekali lagi. Dewi menoyor kepala Icha, ia berdecak pelan seraya menatap Icha sebal. "Bisa gak sih, sehari aja kalo ngomong itu di rem bentar."

"Iiiih gue serius Dew,"

"Yaudah si, elo minta maaf aja sama dia."

"Gak segampang itu, bego! Gue juga butuh waktu."

Dewi menghela napas sebentar, "Hey! Dengerin gue, sekarang kan kita bakal dipanggil satu-satu ke ruangannya sama tuh Dosen. Gak ada waktu lagi, mendingan sekalian aja elo minta maaf." Ujar Dewi.

"Kapan?"

"Kapan apanya?"

"Kapan kita dipanggilnya?"

"Astagfirullah, Icha! Elo tadi merhatiin gak sih? Istirahat kan udah habis, ya berarti sekarang."

"A-apa? Terus gu-"

"Elo yang pertama kesana. Nama elo kan diawali huruf A" ucap Dewi cepat memotong ucapan Icha.

Dewi mendorong bahu Icha pelan seraya berkata, "Udah sana! Kasian tuh Dosen nungguin."

Icha menganggukkan kepalanya ragu lalu melangkahkan kakinya menuju ruangan yang dulu ditempati Pak Wira dan kini Dosen barunya itu yang menggantikan.

Icha tidak langsung masuk kedalam ruangan. Ia berjalan mondar mandir bak setrikaan seraya bergumam masuk, enggak, masuk, enggak.

Ceklek!

Pintu terbuka membuat Icha terperanjat kaget.

"Loh, kenapa gak masuk?" Tanya Arkan saat melihat ada Icha didepan pintu ruangannya.

"I-ini juga mau masuk Pak, tapi Bapak lebih dulu buka pintunya. Hehe..." ucap Icha seraya memamerkan cengirannya.

Arkan pun mempersilahkan Icha masuk lalu duduk di kursi tepat didepan mejanya. Ia mengambil satu buku paket dari tumpukkannya lalu menatap Icha sebentar.

"Siapa nama kamu?"

"Icha, Pak."

Arkan menganggukkan kepalanya lalu menulisnya di kolom nama pada buku paket yang sudah disiapkannya.

"Memangnya dikelas kamu tidak ada nama yang berawalan huruf A?" Tanya Arkan.

"Ada Pak, kan saya." Jawab Icha seraya menunjuk dirinya sendiri.

Arkan mengernyitkan alisnya bingung. "Loh bukannya nama kamu Icha?"

"Icha itu kan nama panggilan saya, nama lengkap saya Alisha Salsabila Putri."

"Saya kan tanya nama kamu, bukan nama panggilan kamu."

"Nama panggilan saya juga kan nama saya."

"Iya kamu harusnya ngerti dong. Saya tanya nama kamu, artinya kamu harus kasih tahu nama lengkap kamu."

"Iiih, pokonya salah Bapak. Nanyanya gak teliti."

Arkan menatap Icha dengan pandangan tak percaya. Ia menghela napas pelan. Karena tak mau berdebat, ia mencoba mengalah.

"Oke. Ini salah saya."

"Nah gitu dong, Pak." Ucap Icha seraya tersenyum kemenangan, Arkan hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Nih buku paket buat kamu, dan ini ada bonus pulpennya." Arkan menyerahkan buku paketnya pada Icha namun langsung ditolak mentah-mentah.

"Gak mau! Buku paketnya ada coretan, pulpennya juga gak mau yang kuning, maunya yang warna ungu." Ucap Icha seraya menunjuk pada pulpen ungu bergambar unicorn.

Arkan menatap buku paket yang masih dipegangnya itu. Ia menghela napas kasar melihat nama 'Icha' yang ia coret lalu diganti dengan Alisha.

"Ada coretan sedikit tidak masalahkan. Dan untuk pulpen, semua tintanya sama kok warna hitam."

"Iiih gak mau! Ada coretan jadinya gak rapi dan saya mau pulpen warna ungu, warna kuning jelek."

Sekali lagi, Arkan berusaha menahan emosinya. Ia menatap datar Icha lalu mengganti buku paket dan pulpennya.

"Nah gitu dong, Pak. Bapak baik deh, ganteng lagi." Ucap Icha membuat Arkan melotot.

Icha tak menyadari ucapan yang keluar dari mulutnya sendiri. Ia terlalu asik memeluk buku paket dan pulpen warna ungu itu, warna kesukaannya.

Icha beranjak dari duduknya. "Kalo gitu, saya permisi ya Pak Ar-"

"Tunggu!"

"Iya, Pak?"

"Kamu tidak lupa kan, sama kejadian tadi pagi?"

Mpooor! Icha.

TBC.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang