SPD-37| Pengen Soto Mie

14.3K 547 6
                                    

"Sayang," Panggil Arkan untuk kesekian kalinya. "Bangun dong, ini udah siang." Arkan mengelus lembut pipi tembem itu.

Icha hanya bergumam tak jelas membuat Arkan menghela napas. Selesai solat shubuh tadi, Icha melanjutkan tidurnya karena rasa kantuk yang kuat akibat dari nonton drakor semalam sampai pukul satu.

"Ini udah jam sebelas loh,"

Ucapan Arkan barusan mampu membuat Icha terbangun seketika. Ia melirik kearah jam, dan seketika wajahnya merenggut.

"Iiih! Baru jam delapan juga, Mas bohong!" Ucap Icha seraya cemberut.

Arkan tertawa, "iya, iya, maaf sayang. Kamu sih, dibangunin susahnya minta ampun." Arkan mencubit hidung Icha lalu ditariknya membuat sang empu repleks memukul punggung tangannya. "Udah, sana mandi. Katanya mau jalan-jalan."

"Gak mau!" Ucap Icha angkuh seraya melipat kedua tangannya didada.

"Ooo, berani ya kamu sama Mas."

"Kenapa Icha harus takut?"

"Oke kalo gitu, siap-siap terima hukuman dari Mas."

Arkan mendekat kearahnya membuat Icha seketika waspada. "Eh? Mas mau ngapain?!" Pekiknya takut.

"Menurut kamu?" Arkan tersenyum miring lalu menempatkan posisinya diatas Icha. Mengungkungnya hingga tidak ada celah untuk Icha kabur.

Keduanya terdiam saling tatap, hingga gelak tawa Icha memecah keheningan.

"Hahaha... geli! Haha.. Mas stop! Geli, ampuun.. hahaha.."

"Ini hukuman buat istri bandel kaya kamu." Ucap Arkan seraya terus menggelitiki pinggang Icha.

"Hahaha... ampun Mas! Geli,"

💼💼💼

"Loh, ngapain kita ketaman?" Tanya Icha setelah turun dari gendongan Arkan.

Keduanya sepakat untuk jalan-jalan disekitaran rumah. Arkan sengaja tidak menggunakan mobil. Ia ingin berjalan santai dengan Icha digendongannya.

"Mas mau kamu belajar jalan lagi. Kalo disini kan enak, jatuhnya gak akan sakit karena ada rumput." Jelas Arkan.

Arkan menuntun Icha dengan memegang kedua bahunya. "Sekarang Mas lepas ya?"

Icha menggelengkan kepalanya cepat, "Gak mauuu, Icha takut..." rengeknya seraya mencengkram baju Arkan dibagian dada.

"Pelan-pelan, sayang." Ucap Arkan seraya melepaskan cengkraman Icha di bajunya.

Perlahan, Arkan mundur beberapa langkah membuat Icha mencoba menyeimbangkan badan karena tidak adanya penopang.

"Sekarang kamu langkahkan kakinya pelan-pelan,"

Dahinya berkeringat, kaki kanannya bergetar hebat. Icha menundukkan kepalanya berusaha untuk mengangkat kaki kanannya lalu diinjakan di rerumputan lain. Kini, giliran kaki kirinya untuk melangkah dan otomatis kaki kanannya lah yang jadi tumpuan menahan berat badannya.

Icha mendongak dan pandangan mereka bertemu, Arkan tengah tersenyum padanya.

"Ayo sayang! kamu pasti bisa, berjalanlah kesini dan peluk Mas." Teriak Arkan seraya merentangkan tangannya.

Icha membalas senyuman itu. Dalam hati ia berteriak semangat.

Ya, Icha bisa! Icha pasti bisa! Ayo semangat Cha!

Mengatur napas sejenak, Icha melangkahkan kaki kirinya dengan cepat dan.. hap! Satu langkah berhasil. Meskipun Icha merasakan sakit dikaki kanannya, tapi ia tak bisa menyembunyikann rasa bahagianya.

"Ya, seperti itu sayang. Ayo! Melangkah lagi, lawan rasa takutnya dan tahan sedikit rasa sakitnya. Mas disini." Kembali, teriakan itu menggema membuat semangat Icha semakin membara.

Langkah kedua, ketiga, dan seterusnya. Hingga tiba Icha dihadapan Arkan, tak menyia-nyiakan itu Icha menubruk tubuh tegap itu dengan erat seraya terisak hebat.

"Icha bisa, Mas. Icha bisa jalan lagi, hiks!" Lirih Icha disela isakannya.

Arkan membalas pelukan itu tak kalah erat. "Iya sayang, kamu bisa. Ini baru awal, dan secepatnya kamu pasti bisa berjalan lancar lagi."

"Aamiin."

Arkan melepas pelukannya lalu mengusap air mata dan keringat Icha. "Sekarang, kita beli es cream. Mau?"

"Mauuuu!" Seru Icha riang membuat Arkan terkekeh melihat tingkah gemas istrinya itu.

Arkan membalikkan badan berjongkok, "Ayo, naik!"

Icha pun mengalungkan kedua tangannya dileher Arkan dan kaki dipinggang Arkan. Keduanya menyusuri jalan seraya berceloteh ria hingga sampai di minimarket terdekat.

Icha berusaha menahan malu karena Arkan membawanya masuk kedalam minimarket, otomatis orang-orang yang sebagian mengenalnya terus menggodanya.

Icha mencubit pinggang Arkan membuat sang empu meringis, "Ini semua gara-gara Mas, Icha kan udah minta buat duduk diluar aja. Malu tahu!" Bisik Icha.

"Ya ampun pasangan ini, makin romantis aja. Belanja aja sampe dianter suami, digendong lagi." Celetuk ibu-ibu yang tak sengaja berpas-pasan dengannya.

Icha semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Arkan, sudah dipastikan pipinya semakin memerah bak kepiting rebus.

💼💼💼

"Indah ya Mas," ucap Icha, menatap sunset dengan kepala disandarkan dibahu Arkan.

"Iya, apalagi ada kamu. Indahnya double."

"Apa sih, Mas."

Arkan terkekeh, ia melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. "Udah malem, yuk pulang!"

Icha menganggukkan kepalanya lalu berdiri dari duduknya dengan bantuan Arkan seraya membuka jaketnya dan dipakaikan pada Icha.

"Loh, ko dipakein ke Icha. Nanti Mas kedinginan," ucap Icha.

"Mas gak bakalan kedinginan, Cha."

"Gak bakal gimana? Mas cuma pake kaos oblong doang"

"Udah, sekarang kamu naik."

Icha pun menurut, ia naik ke gendongan Arkan.

"Nah, sekarang Mas udah gak kedinginan. Kan ada kamu yang meluk Mas dari belakangan." Ujar Arkan.

Icha tersenyum lebar lalu mengeratkan pelukannya pada leher Arkan. Icha manaruh dagunya di bahu Arkan lalu satu kecupan ia berikan dipipi Arkan membuat sipemilik pipi tersenyum merekah.

"Mas?"

"Iya?"

"Icha pengen makan Soto Mie,"

"Soto Mie Bogor?"

"Iya."

"Yaudah, kita beli yang didekat minimarket tadi."

"Gak mau."

"Loh, katanya tadi mau beli Soto Mie,"

"Maunya beli langsung di Bogor."

"A-apa?!"

Tbc.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang