SPD-06| Dia Orangnya

19.1K 904 1
                                    

Ting Tong!

Arkan menekan bel rumah seraya membawa Icha digendongannya. Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang menatapnya terkejut.

"Arkan, apa yang terjadi? Dia siapa nak?" Tanya Widia cemas.

"Nanti Arkan jelasin, Arkan bawa Icha dulu ke kamar." Arkan membawa Icha kekamarnya meninggalkan Widia yang mematung di tempat.

"Icha?" Gumamnya.

Widia mengikuti Arkan tepat dibelakangnya. Setelah Arkan membaringkan tubuh Icha diranjang, ia menyuruh Widia untuk mengganti pakaian Icha.

Setelah membiarkan Icha sendiri dikamar, Arsyil dan Widia duduk diruang tamu.

"Kenapa Icha bisa bersama kamu?" Tanya Widia to the point.

"Ibu kenal Icha?" Tanya Arkan seraya menatap Widia serius.

Widia mengangguk, "Iya, Ibu kenal. Bahkan sangat kenal. Dan ini berhubungan dengan pembicaraan kita semalam."

"Jadi..."

"Iya, dia orangnya."

💼💼💼

Icha membuka matanya perlahan saat merasakan silaunya sinar matahari yang masuk melalui celah jendela kamar. Ia mengucek matanya lantas mengedarkan pandangannya kesegala arah.

Ceklek!

Pinta dibuka membuat Icha menoleh. Ia menatap gedis kecil dengan rambut dikuncir kuda yang kini berjalan kearahnya.

"Aunty cantik udah bangun?" Tanya gadis kecil itu.

"Ini dimana?" Icha balik bertanya.

"Ini kamalnya Uncle. Kemalin Uncle gendong Aunty cantik," ucapnya cadel.

Siapa?

Gadis kecil itu menghampiri Icha, naik ke atas ranjang lalu duduk dihadapannya. "Nama kamu siapa, sayang?" Tanya Icha.

"Tasya, tapi seling dipanggil Sasya."

"Nama Aunty Alisha, biasa dipanggil Icha." Ucap Icha seraya mengelus rambut Sasya sayang.

"Aunty Cha?"

"Yups! Kamu lucu banget," ucap Icha seraya mencubit kedua pipi Sasya.

"Aunty Cha, sakit!" Pekik Sasya seraya menepis tangan Icha.

"Maaf sayang, kamu gemesin sih." Ucap Icha seraya mengecup kedua pipi Sasya.

"Kamu sudah bangun?" Suara bariton itu membuat Icha dan Sasya menoleh.

"Pak Arkan!"

"Uncle Al!"

Arkan memasuki kamar lalu menyimpan mangkuk bubur dan air putih di atas nakas, kemudian duduk di sofa dekat ranjang. "Gimana keadaan kamu?"

"Jauh lebih baik, Pak. Kenapa saya ada dirumah Bapak?" Tanya Icha seraya membuka selimutnya dan seketika ia terbelalak. "Siapa yang gantiin baju saya?!" Pekiknya seraya menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

Arkan terkekeh melihat wajah kaget Icha.

"Pak, gak lucu! Jawab pertanyaan saya!" Desis Icha.

"Kemarin saya melihat kamu pingsan disamping mobil saya. Karena saya gak tahu rumah kamu, saya bawa pulang. Dan yang gantiin baju kamu itu Ibu saya." Ujar Arkan membuat Icha menghela napas lega.

"Sekarang kamu makan, nanti saya anterin kamu pulang." Ucap Arkan kemudian.

"Pak, saya..." Icha tak melanjutkan ucapannya, ia menatap Sasya yang masih ada dihadapannya.

Arkan yang mengerti tatapan Icha, mencoba untuk meminta Sasya menemui Omanya. "Sayang, kamu sama Oma dulu ya nyiram tanaman. Sebentar lagi Bunda pulang kok." Ucap Arkan.

Sasya menganggukkan kepalanya lalu melenggang pergi meninggalkan dua sejoli itu.

"Ada apa?" Tanya Arkan saat melihat raut wajah Icha berubah.

"Boleh saya menginap disini semalam lagi? Saya.. saya belum siap buat ketemu orang rumah." Lirih Icha seraya menundukkan kepalanya.

Arkan menghela napas pelan. Ia berjalan kearah ranjang lalu duduk disamping Icha. "Saya memang bukan siapa-siapa kamu. Tapi saya tahu, mama kamu pasti khawatir kalau anak gadisnya gak pulang-pulang."

"Tapi Bapak gak tahu apa-apa tentang masalah yang saya hadapi!" Bentak Icha.

"Saya tahu, saya tahu semuanya. Tentang masalah kamu 10 tahun yang lalu, Mama kamu, Kakak kamu, Nenek kamu bahkan almarhum Papa kamu."

"A-apa?"

TBC.

Saranghae, Pak Dosen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang