Miss You

1.5K 117 26
                                    

Aku duduk di meja makan sambil mengamati bunga krisan putih ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk di meja makan sambil mengamati bunga krisan putih ini. Beberapa kali aku membolak-balikannya dan tetap tidak menemukan adanya surat ataupun identitas pengirim. Pikiranku pun mulai menerawang kandidat-kandidat yang mungkin melakukannya. Bisa jadi Kevin, dan bisa jadi bukan dia. Jika aku langsung menanyakan hal ini padanya, dan ternyata bukan dia pelakunya, maka ini akan menjadi tambahan beban yang mengganggu pikirannya. Hal itu tentu tak kuinginkan.

‘Tin Tin,’ bunyi klakson mobil Papa. Pandanganku pun langsung terlempar ke arah pintu. Setelah berdiam sesaat, sesuatu mengetuk kesadaranku. Sepertinya, mereka tidak perlu tahu tentang bunga ini, sebelum aku berhasil menemukan siapa pengirimnya. Oleh sebab itu, aku pun berlari secepat mungkin menuju kamar untuk mengamankan bunga tersebut.

Setelah sampai di kamar, kuletakkan bunga krisan itu di laci meja komputer, bersamaan dengan kotak medali yang Kevin titipkan padaku. Aku pun mengatur napas yang masih sangat kacau ini, untuk menyiapkan diri turun ke bawah. Aku yakin, sebentar lagi Mama pasti akan meneriakkan namaku dengan kencang.

“Vanyaaaa.” Nah, kan, apa aku bilang. Setelah napasku kembali teratur, aku pun turun ke bawah untuk menemui mereka. Aku sampai di lantai satu, bertepatan dengan Mama yang mematikan kompor, dimana kutumpangkan ceret berisi air itu.

“Kamu, tu! Masak air, kok, ditinggal ke kamar. Kalo gosong, terus kebakaran gimana?” omel Mama. Aku pun hanya bisa tersenyum kecut.

***

Aku duduk di sofa kamar sambil mengamati bunga krisan putih itu, lagi. Otakku masih mencoba untuk menemukan siapa pengirimnya.

“Apa Kak Dika, ya?” tebakku. Tapi, jika itu Kak Dika, kenapa dia tidak memberikan bunga itu secara langsung padaku? Untuk menemukan jawaban atas opiniku itu, aku pun memutuskan untuk menelponnya.

“Halo, Van,” sahut Kak Dika dari seberang telepon.

“Halo, Kak.”

“Tumben telpon. Kenapa, Van?” tanyanya dengan nada sumringah.

Aku terdiam sejenak untuk meyakinkan diri, guna menyampaikan apa yang sebenarnya ingin kusampaikan.

“Van?” panggil Kak Dika. Aku pun tersadar dari perenunganku, lalu mengumpulkan fokus pada obrolan kami.

“Kok diem?” tanya Kak Dika.

“Hah? Enggak, kok, Kak,” jawabku agak gagap.

“Ada apa, ni? Kamu mau ngomong penting, ya? Apa aku perlu ke rumah kamu sekarang? Kebetulan aku lagi enggak ngapa-ngapain, ni,” ujarnya.

“Enggak usah, Kak. Aku cuma mau tanya sesuatu aja, kok,” sahutku cepat.

“Oh gitu. Emang mau tanya apa, Van?” Kak Dika mulai penasaran.

Dengan adanya sedikit keraguan, aku pun mencoba untuk menyampaikannya.

“Tadi pagi, Kakak naruh bunga di depan rumahku, enggak?” tanyaku langsung.

With You #2 [Kevin Sanjaya Sukamuljo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang