China

1.5K 123 25
                                    

Aku duduk bersandar pada kepala kasur, dengan boneka doraemon yang kupeluk erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk bersandar pada kepala kasur, dengan boneka doraemon yang kupeluk erat. Ponselku masih kutempelkan di telinga, untuk mendengar obrolan apa yang akan Ia bahas. Tapi, sejak 30 detik yang lalu, baik aku maupun Kevin sama-sama diam. Jujur, aku agak grogi. Mungkin, Ia juga.

Tak ingin membuang waktu dengan saling bungkam, aku pun memutuskan untuk memulai obrolan lebih dulu.

“Lagi ngapain?” / Lagi ngapain?”

Aku terbelalak mendengar Kevin mengucapkan hal yang sama, bertepatan dengan mulutku juga berucap. Ku jauhkan ponsel dari telinga, lalu menatapnya dalam keterperangahan.

Kok, bisa, sih?” ejaku tanpa suara.

Aku membuang napas dengan hati-hati, agar suara helaan itu tak terdengar olehnya. Perlahan, kudekatkan ponselku ke telinga lagi, lalu mencoba untuk bersikap biasa saja.

“Kok, barengan, sih?” / Kok, barengan, sih?”

Lagi-lagi hal itu terjadi. Aku kembali menjauhkan ponsel dari telinga, lalu menatapnya dengan heran.

Ini aku yang halu atau gimana, sih?’ batinku merasa aneh.

Setelah menghela napas beberapa kali, aku kembali menempelkan ponsel di telingaku, kemudian mulai berucap.

“Vin?” / “Van?”

Dan lagi. Saking kesalnya, aku menutup panggilan itu, lalu melempar HP ke kasur.

“Apaan, sih?!” geramku.

“Lagian, lo kenapa, sih, Van? Dia itu pacar lo. Lo, kan, juga udah bisa telponan sama dia. Masa, iya, lo grogi cuma gara-gara baru empat hari enggak telponan. Payah banget, sih, lo!” gerutuku merutuki diri sendiri.

Dreet... Dreet... Dreet... Dreet...’

Aku mengalihkan pandangan ke arah ponsel yang bergetar itu. Kevin, Ia kembali menelponku. Aku pun membuang napas kasar, dengan ekspresi kecut yang terpapar di wajah. Perlahan, aku meraih benda datar itu, lalu mulai menyiapkan diri untuk menerima panggilannya. Aku pun mendehem beberapa kali, untuk menetralkan suasana hati.

“Halo,” ucapku sok santai.

Kok, dimatiin, sih?” tanyanya yang membuatku harus memutar otak, untuk menemukan jawaban terbaik.

“Kepencet,” asalku.

Kepencet atau grogi?” ejeknya. Aku pun mengerutkan dahi karena kesal.

“Apaan, sih?” ketusku. Kini, suara kekehan meledek pria itu, terdengar jelas di telingaku. Aku pun mendecik kesal dibuatnya.

Perlahan, kekehannya memudar, dan hening kembali tercipta. Tak ingin mengulangi kejadian tadi, aku pun memilih diam dan menunggu Ia mulai duluan.

With You #2 [Kevin Sanjaya Sukamuljo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang