Too Late

2.6K 163 91
                                    

(Something happen in the rain)💦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Something happen in the rain)
💦

.....

Hari ini, langit sedikit mendung, seolah menyamai hati dengan pilu merundung. Bukan tanpa sebab, melainkan karena perasaan yang masih belum sepenuhnya mengikhlaskan. Bibir memang berucap sok tegar, tapi hati, sesungguhnya begitu getas. Meski demikian, penyesalan tidak melanda. Sebab, aku sepenuhnya yakin, bahwa hal itu adalah benar adanya. Bagaimana pun juga, hubungan itu tidak akan bisa berlanjut, apabila hanya aku yang merajut. Sama halnya dunia yang perlu keseimbangan, perasaan pun juga akan sehat bila hal itu terwujudkan.

Sejak kedatangan Kevin bersama Gracia kemarin, pandangan saudara-saudaraku sedikit berbeda. Beberapa terlihat mengasihani, dan beberapa terlihat empati meski sejujurnya mereka mencemooh dalam hati. Karenanya, aku sedang sangat berusaha untuk tidak menemui mereka. Berada dalam satu meja yang sama, membuatku merasa was-was terhadap lontaran kalimat apa yang akan mereka berikan. Bukan ingin menyembunyikan ataupun menyangkal hubungan yang memang sudah tak bisa diluruskan, melainkan hanya tak ingin mengundang berbagai rasa menyakitkan yang sudah begitu susah payah kusembunyikan.

Hari ini, semua orang berencana pergi ke rumah Kak Gideon, guna menemani Junior yang ingin dikenalkan dengan latar tempat yang membangun Papanya hingga menjadi orang hebat seperti sekarang. Jelas, aku tak ikut. Aku beralasan tak enak badan, dan ingin beristirahat. Meskipun aku yakin, bahwa semua orang tahu tentang alasan yang hanya mengada-ada itu. Tapi, aku tak peduli. Yang jelas, aku sedang ingin menyendiri.

“Van, nanti kalau enggak hujan, tolong sirami halaman depan sama tanamannya, ya. Dari kemarin belum disiram soalnya,” pesan Kak Agnes padaku. Tentu, aku pun menyaguhinya.

Sejak pagi pukul 08.00 WIB, rombongan pergi, dan meninggalkanku sendiri. Aku pun hanya di kamar, dan gulung sana gulung sini. Sesaat ketiduran, sesaat kemudian terbangun. Teramat gabut sebenarnya. Tapi, aku memang sedang ingin begini. Bermain ponsel pun aku masih tak berani. Aku belum siap melihat pemberitaan sana sini, yang bertema seputar aku dan Kevin. Terlebih karena beberapa pesan sampah yang pasti terkirim di akun-akun sosial mediaku. Sungguh, aku teramat benci dengan itu.

Waktu sudah berganti, dan menunjukkan pukul 13.40 WIB. Aku pun berjalan ke arah jendela, dan melihat langit yang masih mendung. Entah mengapa, ia belum juga berubah menjadi hujan, dan tetap bertahan dengan hitamnya awan.

“Aku sirami sekarang aja, kali, ya. Seenggaknya, aku ada kerjaan, dan enggak segabut ini,” gemingku, lalu turun menuju halaman depan.

Setelah sampai, aku mengulur selang, lalu menghidupkan kerannya. Kuarahkan sumber kesegaran itu kepada rerumputan, pepohonan, dan bunga-bunga cantik yang bermekaran. Aku yakin, mereka pasti sudah sangat haus sekarang.

Belum lama aku melakukan tugas negara itu, rintik-rintik air dari langit mulai mendarat di tubuhku. Semakin lama, semakin padat. Aku enggan menghindar, dan justru menikmatinya. Kutengadahkan wajah ke atas, dan membiarkan air langit itu membasahinya. Selang yang tergenggam di tangan pun terlepas begitu saja, sebab telapak tangan yang ingin menangkap padatnya rintik hujan. Senyumku mengembang sempurna, dengan tubuh yang benar-benar basah. Tawa kecilku sesekali terbit, mengiringi tubuh yang berdansa kesana dan kesini. Ya Tuhan, aku tak menyangka penghiburanmu datang melalui kiriman hujan.

With You #2 [Kevin Sanjaya Sukamuljo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang