Lyssa menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di kamar hotel. Dia tidak benar-benar sedang menatap pantulan dirinya di cermin, tapi tatapannya sebenarnya kosong dengan pikiran kemana-mana.
"Lyssa, sudah siap? Ayo, Nak. Resepsi sudah mau dimulai dan tamu juga sudah berdatangan." Lia berdiri di ambang pintu sambil menatap Lyssa dari belakang.
Lyssa berbalik menatap sang mama tercinta. Pikirannya kembali membawanya sadar, bahwa ia benar-benar telah sah menjadi seorang istri dari Rakha Cakradinata.
"Ma, ini semua nyata?" tanya Lyssa dengan raut wajah sendu.
"Nyata, Sayang." jawab Lia dengan lembut. Dia menyadari kalau Lyssa tidak bahagia dengan pernikahan ini, tapi mau bagaimana lagi, ini juga kesalahannya sendiri.
"Ayo. Rakha sudah menunggu di pelaminan." Lia mendekat dan menggandeng Lyssa. Mereka berjalan berdampingan keluar dari kamar hotel.
Lyssa memang tidak ingin ruang ganti bajunya di kamar hotel itu satu tempat dengan Rakha. Alasannya dia masih canggung jika harus berada disatu ruangan yang sama dengan seorang laki-laki yang masih asing baginya.
Sebenarnya bukan itu alasan yang lebih tepat. Alasannya adalah dia masih terus memikirkan pengakuan Rakha seminggu yang lalu sebelum pernikahan. Bagaimana bisa laki-laki itu mengatakan kalau dia mencintainya? Walaupun Lyssa berusaha berpikir laki-laki itu hanya berbohong, tapi tetap saja kata-kata pengakuan cinta itu terus berputar di otaknya.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Lia saat melihat sang putri yang terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ah tidak ada, Ma. Cuma kepala Lyssa sedikit berat karena mahkotanya." jawab Lyssa beralasan. Memang benar dia memakai mahkota, tapi itu hanya tiara kecil namun harganya tidak kecil.
"Oh begitu. Tahan saja ya. Kamu kan akan menjadi ratu sehari untuk hari ini." goda Lia dengan senyuman jahil pada anaknya.
"Apa sih, Ma? Kalau cuma sehari Lyssa gak senang. Masa jadi ratu tapi cuma sehari." protes Lyssa mencebikkan bibirnya.
"Nanti kan kamu akan menjadi ratu selamanya untuk Rakha." goda Lia lagi.
Namun godaannya kali ini membuat raut wajah Lyssa berubah datar.
"Ah jangan gitu dong mukanya. Ayo senyum.." Lia menarik sedikit sudut bibir Lyssa agar putrinya tersenyum.
Lyssa tersenyum walau sedikit terpaksa. Mereka hampir sampai di ballroom hotel yang telah di pesan oleh keluarganya untuk resepsi pernikahannya itu. Lyssa takjub, mereka benar-benar membuat ballroom itu terlihat seperti istana. Sangat megah dan mewah.
'Apa mereka tidak terlalu membuang-buang uang? Ini kan bukan pernikahan seperti yang para tamu pikirkan.' batin Lyssa miris dengan kenyataan.
*****
Akhirnya Lyssa bisa bernafas lega. Resepsi seharian penuh itu telah terselesaikan. Orang tuanya dan orang tua Rakha yang sekarang resmi menjadi mertuanya benar-benar mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Bahkan tamu undangannya juga sangat banyak.
Klek
Lyssa menoleh ke arah pintu kamar hotel. Laki-laki dengan setelan tuxedo yang melekat di tubuhnya berjalan masuk ke dalam kamar hotel, dimana Lyssa juga ada di kamar itu.
"Kenapa kau masuk kesini?" tanya Lyssa mengernyit heran sekaligus curiga.
"Kenapa lagi? Tentu saja untuk tidur. Aku lelah jadi tolong jangan ajak aku berargumen sekarang." Rakha langsung menjelaskan tanpa menunggu protes Lyssa.
"Bukankah kau memiliki kamar sendiri?" tanya Lyssa heran.
"Tadinya iya. Tapi kakak mu mengusir ku dari kamar itu dan ia tidur disana dengan tenangnya." jawab Rakha sambil melepaskan jas dan dasinya. Dia sendiri bingung, menikah atau bekerja dia sama-sama selalu memakai jas dan dasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan dalam Kerumitan (End)
Romantizm[Complete] . . . Pernahkah kamu mencintai seseorang yang tak mencintai mu? Atau kamu pernah dicintai oleh seseorang yang sangat kamu benci? Atau bahkan kamu pernah merasakan sakit hati karena orang yang kamu cintai mencintai sahabat mu sendiri? Dan...