part 11

21.2K 1.3K 93
                                    

Hampir 2 bulan penuh aku dirundung kesedihan dan perasaan bersalah. Merasa gagal karena tidak bisa menjaga putraku. Tapi kini aku mulai tersadar. Selama ini akupun sudah menelantarkan anakku sendiri, Nadia.

Seharusnya sedari dulu aku memberi  perhatian lebih pada putriku dan Mamanya tentu saja.

Aku membuka hp ku ingin mengirim pesan pada Kalila kalau aku akan mengunjunginya. Aku berganti nomor karena ponselku hilang entah kemana. Jangan khawatir. Nomor ponsel Kalila sudah aku hafal di luar kepala.

Aku mengetik pesan. Sebenarnya tinggal mengirim tapi aku urungkan. Aku berubah pikiran. Aku akan langsung menemuinya saja di rumah Ibu.

Sepulang kerja aku mampir ke toko mainan untuk membelikan Nadia hadiah. Oh ya ampun. Nadia kan baru saja masuk Sekolah Dasar. Bagaimana aku bisa sampai lupa. Akhirnya aku juga membeli beberapa peralatan sekolah untuknya.

Dengan semangat aku memacu mobilku. Aku tersenyum sendiri membayangkan bagaimana nanti aku akan memeluk dan menciumi putri kecilku.

" Assalamu'alaikum..."
Aku mengetuk pintu. Toko Ibu tutup. Tapi jendela rumah buka. Agak lama aku menunggu dan sesekali mengetuk pintu.

" Wa' alaikum salam "
Tak lama Ibu menjawab dari dalam dan ada suara pintu di buka.
" Bu..."
Ibu tampak sedikit terkejut.
Aku membungkuk meraih tangannya dan mengecup pungunggnya.

" Bima.."
Senyum terbit di wajahnya. Ibu mertuaku, maksudku mantan tampak lebih tua dari terakhir aku bertemu dengannya. Sudah lama sekali.

" Ayo masuk "
Aku menurut.
Teh hangat dan sepiring pisang goreng tersaji di depanku.

" Apa kabar Bu ? "
" Seperti yang kamu lihat. Ibu sehat "

" Kok tokonya tutup ? "
" Ibu tinggal sebentar tadi buat shalat "

" Kamu apa kabar ? Kenapa lama sekali tidak ke sini ? Kalila berkali - kali menelpon dan mengirim pesan tidak kamu balas "
Aku mendongak dan mengejapkan mataku. Hatiku menghangat. Kalila menghubungiku..

" Eum hp saya hilang Bu. Saya berganti nomor dan belum sempat menghubungi Kalila. Saya...sangat sibuk "
" Oh iya tidak apa - apa. Ibu kira ada apa . Syukurlah kalau semuanya baik - baik saja "

Hening.

Kok rumah sepi ya.
" Eum Bu..Kalila dan Nadia mana ? Kok sepi ? "
Aku celingak - celinguk.

" Kalila sudah tidak di sini. Dia mendapatkan pekerjaan di daerah kabupaten. Nadia diajak sekolah di sana "
" Oh.."

" Kalila sebenarnya sudah menghubungi kamu untuk mengabari sejak Nadia dirawat di rumah sakit.."
Aku terkejut.
" Nadia dirawat ? " Nadia sakit dan aku tidak tahu. Mungkin saat itu aku sedang sibuk dengan urusan pekerjaan dan Bima Junior.
" Iya. Demam karena infeksi. Tapi tidak parah kok. Kamu nggak perlu khawatir. Sekarang dia sudah sehat "
" Maaf Bu.."
Ayah macam apa aku ini.

Ibu tersenyum.
" Tidak apa - apa Bim. Kamu kan pasti juga sibuk sampai belum sempat menghubungi Kalila "
Yang aku pikir ketika Nadia sakit pastilah bersamaan dengan Bima meninggal. Karena saat itu hp ku hilang dan berganti nomor. Dan aku sama sekali belum berpikir untuk menghubungi Kalila.
" Saat itu saya sedang mendapat musibah Bu.."
Ibu memperhatikan aku.

" Anak saya meninggal.."
" Ya Allah..benarkah ? Ibu ikut berbela sungkawa Bim "

" Iya Bu. Terima kasih "
" Sakit ? "
Aku menggeleng.
" Anak saya terlahir prematur.."
" Ya Allah..kasihan sekali "

" Saat itu saya tidak berpikir untuk menghubungi Kalila. Maafkan saya "
" Tidak apa - apa. Kalau Kalila tahu seperti itu ceritanya, Ibu yakin dia bisa maklum "
Ibu tersenyum dan menepuk bahuku.

" Ayo dimakan pisangnya.."
Aku mengangguk.
Kami ngobrol ke sana ke mari.

" Eum Bu. Saya pamit dulu. Tapi sebelumnya kalau boleh saya minta alamat Kalila di sana. Saya ingin bertemu dengan Nadia "
Ibu tampak menghela nafas namun tersenyum.

Ibu beranjak dari duduknya mengambil kertas dan bolpoin. Menuliskan sebuah alamat dan mengangsurkan kepadaku.

" Temui Nadia. Dia pasti sangat  merindukan Papanya "
Aku mengangguk.

" Tapi Ibu mohon di sana kamu bisa menjaga  .. " Ibu terdiam.
Aku mendongak menunggu Ibu meneruskan kata - katanya.

" Kalila tinggal bersama suaminya .. "
Tiba - tiba saja rasanya aku seperti dijatuhkan ke jurang dan hancur berkeping.
" Suami ? "

" Satu bulan yang lalu, Kalila menikah "
" Dengan seorang duda.. "
Setelahnya aku tidak mendengar lagi penjelasan Ibu.

Secepat itukah Kalila melupakanku ? Aku pikir dia akan menungguku.

Aku tertawa miris dalam hati. Bodoh atau apa Bim kamu. Bagaimana bisa berpikir kalau Kalila mau menunggumu. Sudah jelas hatinya sudah terluka dan tertutup darimu.

Aku memukul setir dan berteriak.
Nafasku naik turun. Aku marah. Kecewa. Tapi pada siapa? Pada Kalila. Pada diriku sendiri.

" Aku memang laki - laki tidak berguna " rutukku.
Gagal dalam rumah tangga, gagal merawat dan menjaga anak - anakku.

" Aaaarggghhh ! "
Aku kembali memukul setir.

Aku memandang secarik kertas di jok sebelahku. Menimbang. Apakah aku akan menemui Nadia atau tidak.

Kalau menemuinya berarti aku harus menyiapkan hati bertemu dengan Kalila dan suaminya. Jika aku tidak kuat memang sebaiknya aku tidak menemuinya.

Aku gamang. Tapi aku tidak bisa terus - terusan seperti ini. Anakku akan melupakanku kalau aku tidak nekat menemuinya. Aku sudah terlalu lama meninggalkannya. Lagipula aku juga sangat merindukannya.

❤❤❤

Dengan jantung berdebar aku menanti sambungan telponku diangkat.
" Ya halo.."
Nafasku tercekat. Suara Kalila-ku..

" Halo..halo...ini siapa ya ? "
" Kal.."

Hening.

" Mas Bima..."
Lirih kudengar suara Kalila. Sepertinya dia menahan tangisnya.
Hatiku teriris mendengar isakannya yang hampir tak terdengar.

Bolehkah aku berharap dia menyesal dengan pernikahnnya sekarang dan kembali padaku ?

Tbc.

Enaknya cerita ini lanjut tidak ? Kok Esmeralda mulai terkena penyakit malas ngetik ya. Bagaimana ini Ferguso ? 😫😫😫

Cinta Lama Bersemi Kembali ( S E L E S A I )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang