part 8

21.5K 1.3K 44
                                    

Sudah 3 bulan lebih aku dan Nadia  berada di rumah Ibu. Palu hakim sudah dijatuhkan. Aku sudah resmi bercerai dari Mas Bima. Sampai detik ini kami hanya bertemu saat sidang terakhir saja. Aku memang sengaja tidak datang ke persidangan agar semua prosesnya cepat selesai.

Tidak ada kata terakhir dari Mas Bima selain permintaan maafnya yang aku anggap angin lalu.

Aku menghembuskan nafasku perlahan. Setiap ingatanku kembali ke masa lalu, rasa sesak tidak juga enyah dari dadaku. Air mataku sudah mengering. Aku tidak lagi bisa menangis. Untuk apa menangisi laki - laki yang sudah melukai hatiku. Meskipun harus mengahabiskan waktu yang lama, aku rela asalkan aku bisa melupakan laki - laki pengkhianat itu.

Aku bersyukur Nadia masih kecil dan tidak terlalu dekat dengan Papanya. Jadi aku pastikan perpisahan kami tidak berpengaruh banyak padanya. Aku berjanji akan melimpahinya kasih sayang yang lebih.

❤❤❤

" Nduk. Kamu jadi, mau cari kerja ? "
Tanya Ibu.
" Iya Bu. Aku tidak mau mengandalkan uang dari Mas Bima. Uang itu untuk sekolah Nadia "

Ya selama 3 bulan di sini aku nunut makan sama Ibu. Aku sama sekali tidak punya uang. Karena memang selama ini aku tidak berpenghasilan kan. Setelah bercerai Mas Bima memberiku sebuah rekening untuk keperluannya menafkahi Nadia. Aku membiarkan saja toh itu sudah menjadi kewajibannya.

Uang dari Mas Bima yang sempat aku tabung aku kembalikan. Meski dia bersikukuh menolak, aku tetap memaksa. Itu bukan lagi hakku. Ada yang lebih berhak. Yaitu istri dan anak mereka.

Aku dengar, setelah kami resmi bercerai Mas Bima langsung menikahi Mbak Mira. Bukankah aku harus bahagia ? Mantan suamiku sudah ada yang merawat. Jadi aku tidak perlu khawatir lagi dengan dirinya.

Awalnya Ibuku terkejut mendengar kami akan bercerai. Aku hanya memberi alasan kalau Mas Bima mencintai wanita lain dan akan menikahinya. Aku tidak menceritakan kalau wanita itu sedang hamil anaknya. Aku tidak mau membebani pikiran Ibuku. Cukup aku saja yang memendam ini semua.

Retno, temanku yang berada di luar kota yang nota benenya adalah adik kandung Mas Bima menelponku untuk mengkonfirmasi kebenarannya.

Aku mengiyakan. Bahkan kedua mertuaku juga meminta maaf padaku atas perbuatan putranya. Mereka berharap aku tidak memutus silaturahmi ataupun membenci mereka karena perbuatan Mas Bima. Jelas aku tidak akan melakukannya. Retno sudah seperti saudaraku. Kami dekat karena dulu dia sering menginap di rumahku. Saat SMA memang dia tinggal di kost - kost an karena keluarganya berada di luar kota.

Aku mencoba tegar. Merayu keluarga Mas Bima agar tidak menyalahkan Mas Bima sepenuhnya. Aku membayangkan jika aku berada diposisi Mira pasti akan melakukan hal yang sama. Meminta pertanggung jawaban dari laki - laki yang sudah menghamiliku.

Kalimat yang keluar dari mulutku seharusnya adalah sumpah serapah. Bukannya pembelaan terhadap mantan suamiku. Ini semua terdengar aneh di telingaku sendiri.

" Kamu mau kerja apa Nduk ? "
Ibu kembali membuyarkan lamunanku.
" Belum tau Bu. Aku sudah mengirim beberapa lamaran pekerjaan yang sesuai dengan ijazahku. Doakan aku semoga segera mendapat panggilan kerja "

Ibu mengusap pundakku.
" Sabar ya Nduk. Gusti Allah tidak sare. Ibu berdoa semoga Allah memudahkan jalanmu mencari rezeki "
" Amiin.."

❤❤❤

Hingga enam bulan berlalu aku masih saja menganggur. Makan masih ikut Ibu. Untungnya Ibuku masih menerima uang pensiunan dari Almarhum Ayah. Di samping itu Ibu juga mengelola sebuah toko kelontong yang tidak seberapa besar. Masih bisalah menghidupi Ibu, aku dan Nadia.

Cinta Lama Bersemi Kembali ( S E L E S A I )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang