Sepulang sekolah, Arsen langsung dijemput oleh Carmilla didepan sekolah. Sejujurnya, Arsen agak sedikit senang. Karena ibunya itu tak pernah menginjakkan kakinya disekolahan Arsen, sejak Arsen masih kecil.
Mobil Carmilla berhenti tepat didepan sebuah rumah mewah yang garasinya dipenuhi 4 mobil mewah. Tak heran kenapa Carmilla berpaling dari Razel. Mungkin, ia lebih mencintai kekayaan daripada Razel.
Laki-laki itu tetap diam saat Carmilla mengoceh, memperingati sesuatu yang masuk kekuping kiri Arsen dan keluar lewat kuping kanan.
Arsen duduk manis dibangku sofa tanpa disuruh, ia menatap Carmilla yang masuk kekamar, mungkin memanggil Bajingan yang membuat Razel menderita itu.
Arsen tersenyum miring saat Pria itu melangkah keluar kamar bersama Carmilla dan mungkin kedua anak dari Bajingan itu.
Seorang gadis yang lumayan cantik, pendek, dan berambut panjang. Kemudian ada seorang laki-laki yang mungkin usianya lebih tua daripada Arsen, tapi tubuhnya lebih pendek. Wajahnya juga biasa-biasa saja.
4 orang itu duduk disofa yang berhadapan dengan Arsen. Laki-laki itu duduk sendirian, tampak seperti seorang tamu yang sedang mengunjungi rumah sebuah keluarga bahagia.
Pria itu mengulurkan tangannya kearah Arsen, dan menunggu Arsen menyambut uluran tangannya. "Dilon Bagaskara."
Arsen hanya mengangkat kedua alisnya sekilas, tanpa menyambut uluran tangan Pria itu, kemudian Arsen kembali fokus pada ponselnya.
4 Orang itu terdiam melihat tingkah Arsen. Carmilla paham, Arsen sengaja melakukan itu.
"Ini Arsen, tapi aku biasanya manggil dia Rega, lebih akrab begitu." ucap Carmilla.
Dilon tampak menarik kembali tangannya kemudian hanya tersenyum sembari menatap Carmilla dengan penuh arti.
"Rega, ini Kanaya, dan yang disebelahnya itu Suhan. Mereka saudara kamu."
Arsen menoleh, menatap 2 orang yang merupakan anak dari Bajingan bernama Dilon itu. 2 orang itu tersenyum, tapi Arsen justru menatapnya dengan tatapan seolah-olah ia akan memakan kedua orang itu.
Senyuman gadis bernama Kanaya itu langsung pudar. Dia menatap Arsen dengan tatapan yang berbeda. Tapi Arsen tetap saja menatapnya tanpa senyuman.
Tiba-tiba Carmilla pergi dan mengajak Suhan serta Kanaya untuk bicara dikamar. Tersisa Arsen dan Dilon berdua.
Dilon menatap Arsen dengan tatapan dingin, Arsen pun membalas tatapannya dengan tatapan yang tak kalah dinginnya.
"Kamu tinggal sendirian?"
Arsen diam, masih menatap mata Dilon tanpa menjawab pertanyaannya.
"Kalau kamu mau, kamu bisa tinggal disini. Daripada dirumah itu sendirian. Kemana Razel? Mengurus istri aja udah ga mampu, sekarang dia ngebuang anaknya." dia tertawa sinis.
Arsen masih diam, menatap Dilon terus-terusan.
"Kenapa kamu menatap saya begitu?"
"Sedang meneliti wajah seorang pencuri." Arsen tersenyum miring, "Maaf om, saya pertama kali berhadapan dengan seorang pencuri ulung. Yang bukannya mencuri harta, tapi malah mencuri istri orang. Hidup dengan sesuatu yang kau rebut dari seseorang itu tak membuatmu akan hidup bahagia, kan?"
Dilon mendesah pelan, "Saya menghormatimu sebagai anak Carmilla satu-satunya."
Baru saja Arsen hendak bicara, tiba-tiba Kanaya datang. Gadis itu meletakkan segelas teh hangat di hadapan Arsen. "Diminum ya, bang." gadis itu tersenyum manis.
Tapi, Arsen tak sama sekali membalas senyuman gadis itu. Dan justru malah tampak tak sabar menunggu Kanaya pergi.
Gadis itu tau diri dan langsung pergi dari sana dengan langkah cepat. Arsen menatap Kanaya yang baru saja pergi, namun Carmilla dan Suhan tiba-tiba muncul dan menghampiri mereka.
"Ma, aku pulang dulu." pamit laki-laki itu, tanpa menatap wajah Carmilla sedikitpun.
"Tunggu."
Langkah Arsen berhenti, ia berbalik dan menatap Carmilla.
"Habisin dulu tehnya, lalu nanti mama anterin pulang."
Arsen mencicipi segelas teh hangat itu. Rasanya terlalu manis. Laki-laki itu terbatuk dan mendesah pelan, "Ini, terlalu manis." ucapnya sembari melirik Carmilla perlahan.
Carmilla mengambil gelas itu dari tangan Arsen kemudian mencicipinya, Carmilla tampak menelan teh dimulutnya secara paksa sebelum akhirnya mengembalikan gelas itu ke tangan Arsen. "Dasar Kanaya, bikin teh aja bisa kemanisan." ucap Wanita itu.
Dilon terkekeh pelan, "Mungkin dia lagi ga fokus. Kanaya ga pernah begini."
Arsen tersenyum, sesuatu muncul dibenaknya. Ia menatap Carmilla, "Lalu ini diapain?"
"Dibuang aja, Reg. Emangnya kamu mau abisin?"
Arsen menggeleng cepat, "Yaudah aku buang, ya?" ucapnya seolah meminta ijin namun dia tak menunggu jawaban Carmilla.
Laki-laki itu melangkah mendekati Dilon yang tengah duduk santai itu, kemudian ia menumpahkan seluruh gelas Teh Hangat itu pada Dilon.
Pria itu mengerjap kaget, kemudian bangkit dan menatap Arsen dengan matanya yang terbelalak.
Carmilla, Kanaya dan Suhan diam saja melihat peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba itu.
Arsen pura-pura tampak panik, laki-laki itu segera meletakkan gelas kosong itu diatas meja kemudian membantu Dilon menyeka wajah dan pakaiannya yang kini basah dan lengket. "Maaf om, saya lagi ga fokus. Saya kira om tempat... sam..pah.." ucap laki-laki itu dengan nada yang terdengar menyebalkan sambil sesekali melirik kearah Dilon dan mengulum senyuman miringnya.
Dilon tau Arsen sengaja, namun ia pura-pura tidak tau. Laki-laki itu hanya tersenyum lebar, "Gapapa kok, tempat sampahnya ada diluar, Rega."
"Maaf. Mungkin saya lagi ga fokus. Saya ga pernah begini." ucap laki-laki itu sambil menatap kedua manik mata Dilon dengan tatapan seolah ia mengatakan sesuatu yang lain.
Mata Dilon melebar, ia menyadari bahwa Arsen mengulangi ucapan yang tadi ia ucapkan untuk membela Kanaya yang membuat teh kemanisan. Bedanya, Arsen membela dirinya sendiri.
Dilon terdiam, ia teringat saat Carmilla bercerita tentang Arsen yang pintar. Kini Dilon paham. Arsen tidak pintar, tapi dia licik.
Arsen berbalik menatap Carmilla dan tersenyum seolah ia merasa bersalah, "Maaf ya, ma..." ucapnya dengan nada seolah-olah ia menyesal.
Carmilla tersenyum tipis, "Lain kali hati-hati, Rega."
Arsen memakai tasnya yang semulanya ia taruh disofa. "Aku pulang sendirian ya, Ma?" ia tersenyum lagi. "Ohiya maaf lagi ya, Ma? Soalnya aku kira, Om tempat sampah. Ternyata aku salah." laki-laki itu terkekeh lalu terdiam.
"Dia sampah, bukan tempat sampah.. Apa aku harus buang dia ketempat sampah yang diluar juga, Ma?" lanjutnya. Arsen tersenyum, menatap wajah Dilon, Suhan, Carmilla, dan Kanaya yang tampak terkejut kemudian ia segera melarikan diri dari sana.
Dilon diam namun hatinya berteriak kesal.
ANAK SETAN!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSEN (END)
Teen FictionKalau kata orang, cinta itu bagian dari hidup. Tapi, tidak bagi Arsen. Arsen Raditya Arkharega, hanya seorang siswa SMK biasa yang menjadi pujaan hati para wanita karena parasnya yang diatas standar. Ia benci dibilang tampan. Karena baginya, itu ha...