Pagi sudah tiba. Matahari bersinar terik. Karena ini adalah hari minggu, Karin membiarkan Arsen tidur lebih lama. Sedangkan ia dan Elsa sibuk menyiapkan sarapan di dapur.
Suara pintu yang terbuka membuat 2 orang didapur itu sontak menoleh ke kamar Arsen. Arsen yang baru saja selesai mandi, keluar dari kamarnya dengan keadaan telanjang dada.
Elsa langsung berbalik, berpura-pura tidak melihat apa-apa sedangkan Arsen yang tidak tau malu itu malah duduk dibangku tinggi yang terletak didapur.
"Aku pikir, kalian pulang." ucapnya.
Karin tersenyum ramah, "Nggak. Tante sebenernya disuruh papa kamu buat nemenin kamu. Dan papa kamu mau, pagi ini kamu sarapan makanan yang biasa papa kamu kasih."
Raut wajah Arsen langsung berubah, lagi. Ia mendongak, menatap mata Karin dengan tatapan yang aneh. "Telur rebus sama pisang?" tanyanya, ragu.
Karin tertawa pelan kemudian melanjutkan kegiatan motong-memotongnya.
"Aku gamau!"
"Kenapa?"
"Ga suka telur rebus. Pahit."
Karin mengangkat bahunya, acuh. "Tante gatau, suruhan papa kamu."
"Dia masih peduli ya.." lirih laki-laki itu.
Karin menoleh sekilas, "Masih lah! Kamu kan anak kesayangan dia, kalau dia ga sayang sama kamu, dia ga mungkin ngerawat kamu sebaik ini." wanita itu terkikik pelan, "Kamu pake baju sana, tante tau badanmu bagus, tapi kalau telanjang dada terus, kamu bisa masuk angin."
Arsen mengerang sebal, ia berbalik dan hendak masuk kekamarnya.
"PAPA KAMU JUGA NGINGETIN SOAL PUSH UP, JANGAN LUPAAA!!"
"IYAAA! Bawel.."
~~~
Beberapa menit kemudian, laki-laki itu kembali kedapur dengan memakai kaos putih polos dan celana jeans pendek berwarna biru dongker.
Ia memakan pisang yang sudah disiapkan untuknya diatas meja. Matanya tak sengaja menangkap sosok Elsa yang tampak hendak menuangkan susu ke gelas.
"Pagi-pagi minum susu, ga takut naber (nahan berak)?" tanyanya, sembari masih fokus menikmati pisangnya.
Elsa menoleh, kaget. Ia hanya bergeleng pelan kemudian meminum susunya hingga habis. Karin menata meja makan dengan rapih. Beberapa lauk pauk sudah tertata rapih diatas sana.
Arsen meraih kunci motor dan hoodienya kemudian hendak pergi namun lagi-lagi aksinya terhenti karena pertanyaan Karin.
"Kamu mau kemana? Hari ini kan minggu." tanya wanita itu, ia menatap Arsen dari meja makan.
"Aku mau latihan basket. Latihan basketnya setiap hari minggu, jam 9." sahutnya, pelan.
"Kamu gamau ajak Elsa sekalian?"
Arsen mengernyit, "Elsa? Ngapain?"
"Ya nemenin kamu."
Elsa memelototi ibunya dari sisi dapur, ia tau niat ibunya.
"Oh." sahutnya, singkat. "Boleh."
Elsa mendadak tersenyum. Karin menoleh kearah gadis itu, seolah menyuruhnya untuk menghampiri Arsen.
Gadis itu mengekori Arsen dari belakang, mengikuti laki-laki itu hingga tiba digarasi tempat ia memarkir motor kesayangannya itu.
Arsen tiba-tiba berbalik, membuat Elsa yang berdiri dibelakangnya itu langsung salah tingkah. Gadis itu mendongak, menatap wajah Arsen.
"Inget ya! Jangan sentuh pundak gua, jangan meluk pinggang gua. Kalau lu mau pegangan, pegang hoodie gua aja. Dan jangan coba-coba teriak kalau gua ngebut!" ucapnya, memperingatkan. "Kecuali kalau lu jatoh sih.." lanjutnya kemudian ia kembali berbalik, membelakangi Elsa.
Gadis itu hanya diam. Kemudian mengambil ancang-ancang untuk menaiki motor itu saat Arsen sudah siap tancap gas. Gadis itu naik keatas motor tinggi itu dengan hati-hati. Ia teringat ucapan Arsen, sehingga ia tak berani memegang pundak laki-laki itu.
Alhasil, gadis itu hanya memegang hoodie yang Arsen pakai saat itu. Arsen mulai melajukan motor itu dengan kencang. Elsa hanya memejamkan mata, tak berani bersuara sedikitpun. Ia hanya memejamkan mata dan merasakan angin kencang menerpa rambut dan wajahnya.
Untungnya, Arsen bukan tipe cowok yang suka modus. Yang sering nge rem mendadak. Arsen, tidak melakukan hal sekotor itu.
Gadis itu membuka matanya perlahan, saat motor itu tak lagi berjalan. Ia menatap sekeliling, ternyata ini sekolahan Arsen. Arsen latihan basket disekolah? Hm...
"Udah sampe?" tanya gadis itu begitu melihat Arsen turun dari motornya.
Arsen hanya mengangkat kedua alisnya sekilas, untungnya Elsa mengerti dan segera turun kemudian membiarkan Arsen mendorong motor besar itu ke dalam area sekolah.
Tampaknya, didalam sana sepi. Tapi sepertinya, sekolah ini menarik. Sekolahan itu besar, udaranya sejuk, memiliki 3 tempat parkir yang terpisah dan masing-masingnya sangat luas.
Arsen melangkah masuk kedalam sekolah, dengan Elsa yang masih membuntutinya.
Tiba-tiba seorang laki-laki tampak menghampiri mereka, "Rega, latihan?"
"Yoi, Ver. Lu ngapain? Osis?" tanyanya.
Verdo mengangguk, "Anak basket belum pada dateng deh kayaknya." ucapnya, memberitahu. Kemudian ia menatap Elsa, "Itu siapa?"
Arsen menoleh sekilas kearah Elsa, "Anak ilang, nemu di selokan." sahutnya, cuek. "Eh gua latihan sendirian dulu deh, kalau pada udah dateng, suruh mereka langsung ke lapangan aja ya."
Elsa terdiam, ia mendengus kesal.
Verdo hanya mengacungkan jempolnya, membiarkan Arsen dan Elsa kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Saat sudah tiba ditepi lapangan, Arsen malah berbelok. Elsa yang bingung tetap mengikuti langkah Arsen. Laki-laki itu masuk ke dalam gudang.
Entah pikiran Elsa yang kotor atau apa, ia berpikir yang tidak-tidak saat Arsen dan dirinya masuk ke dalam gudang sekolahan itu.
"Kita mau ngapain?"
Arsen tampak mencari sesuatu dipojok ruangan, tanpa menjawab pertanyaan Elsa. Tak lama kemudian, ia kembali menghampiri Arsen, menatap gadis itu dengan tatapan tajam kemudian menutup pintu.
"Eh, aku nanya loh!"
Laki-laki itu tampak berjongkok dibelakang pintu, mengacak-acak karung disana kemudian mengeluarkan sebuah bola basket. Arsen bangkit dan kembali menatap Elsa, "Lu mikir kemana?" tanpa menunggu jawaban Elsa, laki-laki itu membuka pintu dan pergi meninggalkan Elsa yang masih terdiam dipijakannya.
Malu? Tentu saja! Padahal dia sudah berpikir yang tidak-tidak. Gadis itu tersadar kemudian berlari menyusul Arsen. Ia duduk dipinggir lapangan, sambil menatap laki-laki itu bermain basket sendirian.
Semua bola yang Arsen lempar dari jauh selalu berhasil masuk ke keranjang bola itu. Elsa hanya diam, melihat aksi laki-laki yang sudah sedari lama ia puja itu.
Sejak kecil, Elsa sering mendengar cerita tentang Arsen dari Karin. Dan Elsa sudah tertarik dengan sosok laki-laki itu, bahkan sebelum ia bertemu langsung dengannya.
Arsen sesuai dengan apa yang ada di ekspektasi Elsa, bahkan melebihi ekspektasinya. Arsen benar-benar tampak seperti seorang pangeran. Beberapa orang sudah mengakui itu, kini ditambah lagi dengan Elsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSEN (END)
Teen FictionKalau kata orang, cinta itu bagian dari hidup. Tapi, tidak bagi Arsen. Arsen Raditya Arkharega, hanya seorang siswa SMK biasa yang menjadi pujaan hati para wanita karena parasnya yang diatas standar. Ia benci dibilang tampan. Karena baginya, itu ha...