13 - Teman Baru

7.5K 607 16
                                    

Arsen mendesah lelah disepanjang koridor menuju kelas. Ia tak henti-hentinya mengingat kejadian kemarin. Sebenarnya dia puas sekali karena sudah bersikap bar-bar pada ayah tirinya itu.

Tapi, disisi lain. Ia belum puas, ia mau melakukan sesuatu yang lain tapi otak liciknya sedang tidak bekerja dengan baik.

Laki-laki itu baru saja hendak mendongak, mengangkat wajah yang sedari tadi hanya menunduk. Namun baru saja ia mendongak, tubuhnya langsung menabrak seseorang yang lewat dari arah berlawanan.

Arsen menyeimbangkan tubuhnya agar tak jatuh serta menangkap tubuh mungil dari salah seorang gadis yang ia tabrak.

"Eh, Arsen? Sorry, gue ga liat lo."

Arsen mendongak, menatap Khaliza yang berdiri dihadapannya, dan dia yang masih dalam posisi memegang tubuh teman gadis itu.

Arsen melepaskan tubuh gadis yang mungkin adalah teman Khaliza itu. Gadis itu ternyata sudah bisa berdiri sendiri. Lantas, kenapa Arsen memegangnya? Oh, mungkin cuma reflek.

"Lo baru dateng?" tanya Khaliza, menatap Arsen dengan antusias sembari tersenyum lebar.

Arsen hanya mengangguk, mulutnya pegal jika harus menjawab hanya dengan satu kata, 'Iya'.

"Gue baru mau balik ke kelas!" seru gadis itu. Khaliza tampak beda, dia lebih heboh dan berisik daripada malam itu. Mungkin dia menyesuaikan suaranya dengan keadaan, saat itu kan sudah malam.

"By the way, kenalin nih temen gue. Dia mau kenalan sama lo katanya." lanjut Khaliza sembari memegang lengan temannya itu.

Gadis yang semulanya menunduk itu perlahan mendongak, menatap Arsen yang jauh lebih tinggi daripada dirinya. "Hai.." sapanya, sembari tersenyum kikuk.

Arsen mengangkat kedua alisnya sekilas, sama seperti biasanya. "Arsen Raditya Arkharega."

"Dilara Sasha Lova. Panggilannya, Lova."

"Namanya bagus. Sekelas sama Liza?"

"Jelas dong! Dia sahabat gue!" sahut Khaliza sembari merangkul Lova dengan erat serta tersenyum lebar.

"Ouh, seneng kenalan sama lu."

Lova hanya mengangguk-angguk, kemudian menatap Khaliza yang tampak akan kembali mengeluarkan suara cemprengnya.

"Betewe, dia abang-abangannya gue." ucap gadis itu pada Lova kemudian ia menatap Arsen sembari menaik turunkan alisnya.

Gadis itu memang sudah menjadi adek-adekannya sejak chattan di DM waktu itu.

Murid-murid disepanjang lorong tampak menatap mereka diam-diam. Arsen tak pernah terlihat akrab dengan satu murid perempuanpun, tapi tiba-tiba dia bisa dekat dengan Khaliza. Aneh, kan?

"Ohiya, gue boleh ngasih kontak lo ke Lova, ga?" tanya Khaliza, ia menatap Arsen sambil tersenyum lebar.

Lagi-lagi Arsen hanya mengangguk. Ia tidak ingin buang-buang tenaga dengan hanya menjawab 1 kata saja. Lebih baik mengangguk, lebih mudah.

***

"AKHIRNYA KONTAK WHATSAPP ARSEN ADA YANG CEWEK GAESS!!" seru Micho, setelah ia melihat-lihat isi ponsel Arsen.

Arsen diam saja, walau Micho berusaha berjinjit agar Arsen tak mengambil ponselnya. Arsen memang tak akan mengambil ponselnya. Kenapa Micho ge-er sekali?

"Siapa siapa?" tanya Bagas, kepo.

"Gatau, namanya Khaliza.. Terus barusan ada yang ngechat juga nih, minta saveback." balas Micho sembali sesekali melirik layar ponsel Arsen.

"Siapa?" kali ini akhirnya Arsen bersuara.

"Mana gua tau, dia cuma minta saveback, ga nyebutin nama. Profilnya sih cewek!" sahut laki-laki itu sembari menatap Arsen dengan tatapan menggoda.

"Mata lu belum pernah dicolok ya, Mic?"

Baru saja Micho hendak protes, namun sapaan Verdo yang baru saja tiba membuat niat itu pupus.

Semenjak kelas 10, Arsen dan Verdo menjadi sangat dekat, seperti kakak-beradik.

Apalagi tahun lalu Verdo terpilih menjadi ketua osis, ia jadi sering mengurus rapat dan proposal hingga harus menginap disekolahan. Saat itu, Arsen yang menemaninya dan membelikannya cemilan untuk bermalam disekolahan.

Kalau kata teman sekelas mereka, mereka sangat dekat. Verdo yang awalnya sangat pendiam dihadapan semua orang, bisa menjadi sosok yang lebih cerewet didepan Arsen.

Arsen memang menganggap Verdo seperti adiknya. Karena Verdo lebih muda beberapa bulan darinya.

Mereka pernah dihukum bersama-sama, pergi ketoilet bersama, jalan-jalan ke mall, dan tertidur dikelas bersama-sama.

Arsen juga pernah tidur dipangkuan Verdo saat sedang free-class. Ada beberapa orang yang menyebut mereka lebih mirip ayah dan anak.

Tapi mereka berdua tidak peduli itu. Verdo yang sangat polos karena selalu berdiam dirumahpun selalu ia lindungi dengan cara apapun. Arsen tidak ingin otak temannya itu tertular virus mesum dari Ganang.

Semenjak kejadian kelas 10, dimana Verdo memasukkan kepalanya kedalam gorden, Arsen sudah tidak mengijinkan anak itu duduk dipojok dekat jendela.

Jadi sekarang, Arsen yang duduk disana. Lumayan lah, bisa sender-sender.

Arsen merebut ponselnya dari tangan Micho. Laki-laki itu hanya cemberut dan kembali ketempat duduknya.

Ponsel Arsen dan Verdo tampak tak jauh berbeda, sama-sama ditempeli sebuah stiker kecil gambar tengkorak.

Ternyata, 2 anak itu menggunakan stiker itu untuk menutupi kamera depan diponsel mereka.

Arsen dan Verdo memiliki masalah yang sama. Mereka berdua tidak suka foto, tapi Arsen lebih parah daripada Verdo.

Arsen tidak suka difoto dan tidak suka foto. Saat baru naik kelas 11, teman sekelas Arsen yang bernama Intan secara diam-diam memotret laki-laki itu.

Dan saat ketahuan, Arsen tak pernah bicara dengannya. Sekalipun tidak pernah. Sejak saat itu, sampai naik kekelas 12. Kurang lebih, hampir setahun.

Memotret Arsen secara diam-diam saja sudah cukup menjadi alasan mengapa Arsen muak setiap melihat atau mendengar nama Intan.

Walau gadis itu berusaha keras agar Arsen memaafkannya, tapi Arsen tidak peduli. Dia benci dipotret, dan jika ada seseorang yang ketahuan melakukan itu, ia akan sangat benci pada orang itu.

Arsen juga tidak pernah mau jika diajak foto bersama sekelas. Dia akan mencari berbagai alasan agar ia menjadi fotografernya atau dia hanya akan berdiri diam dipojok kelas saat teman-teman dan para guru berfoto ria didepan kamera.

Tapi, dia pernah ikut berfoto kelas, hanya sekali saja. Itupun, dia berdiri paling depan, dalam keadaan menunduk, wajahnya tidak kelihatan sedikitpun. Tapi tidak ada yang protes. Keberadaannya difoto tersebut saja sudah patut disyukuri.

Verdo tidak suka foto karena dia memang pemalu. Berbeda dengan Arsen. Dia tidak suka foto dan difoto karena dia merasa dirinya jelek, dia juga tidak pandai bergaya didepan kamera. Dia merasa dirinya punya banyak kekurangan yang akan membuat orang-orang membicarakannya walau hanya lewat foto.

Kesimpulannya, Verdo pemalu sedangkan Arsen, kurang percaya diri. Tapi orang-orang menyebutnya dengan 'Phobia Kamera'.

Mungkin itulah sebabnya dari ribuan foto digaleri Arsen, tiada 1 pun foto dirinya sendiri. Rata-rata hanya foto jam tangan, hoodie, pemandangan, pohon, dan dompet.

Arsen sangat mencintai 3 benda penting yang selalu ia simpan fotonya. Jika fotonya dihapus, ia akan sangat marah.

Arsen tidak bisa lepas dari Hoodie, Jam tangan, dan dompet.

Jika ada yang bertanya "Pilih hape yang ketinggalan, atau dompet yang ketinggalan?"

Jawaban Arsen tentu saja, "Hape lah. Kalo ada dompet, bisa beli hape lagi." Hm, jiwa horkay...

ARSEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang