39 - Hari terakhir

5K 408 24
                                    

Sudah berminggu-minggu Verdo dirawat dirumah sakit ini sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pindah rumah sakit kerumah sakit yang lebih jauh. Ia tidak memberitahu siapapun, termasuk Arsen.

Cukup ia sendiri yang mengetahui kondisinya. Sudah lama sekali ia tidak pulang. Kedua orang tirinya itu terus saja mengirim pesan, menyuruh Verdo untuk pulang kerumah.

Verdo menatap pemandangan diluar sana melalui jendela. Walau kata dokter hidupnya tak akan lama lagi, tidak apa-apa. Dia pergi meninggalkan semuanya karena dia sudah cukup merepotkan banyak orang. Kali ini, tidak lagi.

"Mas Verdo? Ayo kita keruang terapi."

Verdo menoleh kearah asal suara seorang wanita, ia menatap suster yang selama ini menjaga dirinya itu. Ia tersenyum, menunjukkan lesung pipitnya yang dalam. "Nanti saya kesana. 2 menit lagi, ya?"

"Jangan lupa ya. Dan jangan terlambat."

"Iya.."

Verdo memastikan wanita itu pergi dari ruangannya. "2 menit kayaknya udah cukup.." lirihnya, ia menutup pintu ruangannya itu.

"Bagaimanapun juga, Tuhan bakal segera jemput aku kan?" dia duduk diranjangnya, mengayun-ayunkan kakinya. "Khaliza lagi apa ya? Udah lama ga chat dia.." ia menghembuskan nafas, sedih.

Laki-laki itu mengambil sebuah pil berwarna putih kemudian menelannya tanpa air minum. Mungkin orang-orang tidak akan menyangka bahwa hari ini dan pagi ini, adalah hari terakhir bagi sosok laki-laki polos bernama Verdo Kadilon Bhaskara itu.

~~~

Arsen duduk santai disofa ruang tamunya. Walau sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi disekolahnya, ia tak peduli. Ia mengancingi seragam putihnya itu kemudian bangkit dan pergi kedapur.

Razel tidak ada dimanapun. Mungkin pria itu tidak datang kerumah pagi ini. Arsen meraih segelas susu putih yang disiapkan adik perempuannya, Nayla.

"IHH ABANG, ITU PUNYA NAYLAAA!" pekik gadis itu, heboh sendiri.

Arsen tetap meneguk segelas susu itu hingga habis sembari melirik kearah Nayla seolah mengejeknya. Nayla mengerucutkan bibirnya dan menghentakkan kakinya, kesal.

Setidaknya ia beruntung memiliki 2 saudara tiri yang sikapnya tidak jahat dan kasar seperti disinetron-sinetron Indonesia.

"By the way bang, gue barusan dapet chat dari grup. Katanya, ada anak SMK Kusuma yang baru aja meninggal pagi ini ya?"

Arsen meletakkan gelasnya kemudian menoleh, "Siapa tuh? Gua gatau."

"Katanya sih, namanya Verdo Kadilon Bhaskara, meninggal dirumah sakit Siloam Jakarta Selatan pagi ini. Katanya sih, sakit Leukimia."

Arsen terdiam, kaku. Tak bergerak, dan tak berkedip sementara Nayla mengibas-ngibaskan tangannya dihadapan wajah Arsen.

Arsen langsung bangkit dan meraih kunci motornya kemudian pergi begitu saja sambil membawa tas sekolahnya dipunggungnya. Hatinya tak henti-hentinya mengumpat sambil berdoa bahwa semuanya hanyalah bohongan. Persetan dengan sekolah, ia akan menghancurkan gedung sekolahan itu kalau perlu.

Matanya memerah, entah apa yang harus ia lakukan. Yang Arsen bisa hanyalah menambah kecepatan motornya untuk sampai dirumah sakit itu. Laki-laki itu meloncat turun dari motornya, tak peduli motornya yang terjatuh dan lecet terkena jalanan. Ia langsung berlari masuk kedalam sana.

"Verdo Kadilon Bhaskara?" tanyanya dengan tidak sabaran pada resepsionis rumah sakit itu.

"Kamar 203 lanta--"

Belum selesai wanita itu bicara, Arsen sudah lebih dulu melesat pergi. Ia meneliti setiap lorong itu menggunakan sudut matanya hingga tiba-tiba langkahnya berhenti saat ia mendengar suara seorang wanita yang jauh dihadapannya.

ARSEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang