25 - Lupakan!

5.6K 455 1
                                    

18 Agustus 2018
Jakarta Barat
SMK Kusuma

Kata pepatah, jika seseorang merasa patah hati, ia akan berusaha tampil lebih baik. Mungkin, Arsen adalah salah satu contohnya.

Hari ini, SMK Kusuma mengadakan lomba dilapangan sekolah mereka. Siswa yang mengikuti lomba diharuskan memakai pakaian olahraga, sedangkan yang tidak mengikuti olahraga diharuskan memakai seragam putih hitam serta almet.

Entah ada apa gerangan, Arsen tidak datang terlambat hari ini. Karena acara dimulai pukul 12.00 WIB, maka mereka diharuskan datang ke sekolah sebelum pukul 12.00 WIB.

Laki-laki itu sudah berdiri tegap didepan pintu gerbang sejak pukul 11.00 tadi. Murid-murid yang melewati pintu gerbang itu pasti selalu menoleh kearahnya. Entah ada apa yang berubah dari dirinya.

Dirinya tampak berbeda...

Arsen. Laki-laki berseragam putih hitam yang sedang memegang almet ditangan kanannya itu sedang berdiri didepan pintu gerbang sambil memainkan ponselnya. Siapapun yang lewat pasti menoleh kearahnya. Harum tubuhnya sejak tadi membuat orang-orang reflek menoleh kearahnya.

"WOY!!" sapa seseorang diseberang sana.

Arsen mendongak, menatap sosok Ganang diseberang sana yang baru saja menyebrang dan berlari menghampirinya.

"Wuihh, tumben rapih."  ejek Ganang.

Arsen hanya tertawa, ia memakai almet yang sedari tadi hanya ia pegang. "Untung gua ga ikut lomba apa-apa. Jadi bisa pulang lebih cepet daripada yang lomba."

"Tumben banget lu beda. Wangi banget lagi. Kenapa sih lu?" laki-laki itu merangkul Arsen.

Arsen melepaskan rangkulan Ganang, ia tak suka dirangkul. "Kepengen aja. Daripada peduliin orang lain, mending rawat diri sendiri, kan?" tanya Arsen. Laki-laki itu memandang lurus.

Sepertinya, Ganang tau.

~~~

16.00 WIB

Murid-murid SMK Kusuma akhirnya dibolehkan pulang saat sudah mencapai sesi pengambilan hadiah para juara lomba. Sebenarnya Arsen tidak terlalu mementingkan lomba itu. Lagipula ia datang ke sekolah hanya agar ia tidak terus berdiam diri dirumah dan memikirkan hal buruk yang terjadi kemarin.

Laki-laki itu bercermin ditoilet laki-laki, merapihkan seragamnya yang sempat berantakan. Saat laki-laki itu baru saja melangkah keluar dari toilet, ia menabrak tubuh seorang perempuan.

Gadis itu terjatuh, sedangkan Arsen tidak. Dia baru saja menabrak seseorang hingga jatuh tapi dia masih tampak tenang seolah tidak terjadi apapun.

Ia menatap gadis yang terjatuh itu, itu adalah Lova.

Arsen diam saja, sambil menatap gadis yang sedang mengadu kesakitan sambil sesekali menatap dirinya yang masih berdiri tegap itu.

Tangannya terasa kaku, dia tidak memiliki sedikitpun niat untuk mengulurkan tangannya dan membantu gadis itu berdiri. Jadi, ia langsung berbalik dan pergi meninggalkan Lova yang masih terduduk dilantai yang dingin itu.

Gadis itu terkejut. Arsen berubah. Sepertinya kemarin, dia tidak sedingin ini. Kenapa? Apa masih soal kemarin?

Ia bangkit sendiri dan menatap punggung Arsen yang semakin lama hilang ditelan jarak. Gadis itu menghembuskan nafas lelah kemudian menyalakan layar ponselnya.

Dia dan Devin memang berpacaran, tapi Devin kurang peduli dengannya. Laki-laki itu juga selalu sibuk hingga jarang sekali membalas pesan dari Lova. Padahal, baru kemarin dia pacaran.

Tapi Lova sudah merasa tidak nyaman. Gadis itu mengikuti arah Arsen pergi. Namun laki-laki itu tidak tampak dimana pun.

Lova berbalik saat merasakan seseorang menyentuh pundaknya.

"Lizaa. Bikin kaget aja!" gadis itu mengelus-elus dadanya.

Khaliza tertawa, "Nyari siapa, Va?"

Gadis itu kembali menatap kearah Arsen pergi, "Bang Arsen. Kayaknya dia masih marah sama gue."

Khaliza menyentuh pundak Arsen dengan lembut, "Lo juga suka ga sama dia?"

Gadis itu diam, kemudian ia mengangguk pelan. Matanya masih menatap lurus.

"Kalau gitu, kenapa lo pacaran sama Devin?"

Lova mengusap wajahnya, kemudian mengangkat bahunya, "Ga tau."

"Kalau lo suka sama bang Arsen, putusin Devin. Lagian juga lo pacaran sama Devin, tapi kayak ga pacaran, kan? Terserah lo sih. Lo bisa milih, mau Arsen atau Devin." Khaliza mengangkat bahunya, acuh.

~~~

Arsen menghentikan motornya didepan rumah. Ia menatap ke dalam rumahnya. Sepertinya ada seseorang didalam sana. Siapa? Padahal Razel bilang, hari ini dia akan datang saat malam hari. Sedangkan ini, masih sore.

Laki-laki itu meloncat turun dari motornya kemudian masuk ke dalam rumahnya. Tubuhnya kaku, saat ia melihat sosok Carmilla yang ternyata sudah menunggunya pulang sejak tadi.

Kenapa mimpi buruk ini datang lagi?

"Mama ngapain disini?" pertanyaan yang terbesit diotaknya, langsung ia keluarkan.

Carmilla tidak sendirian. Ia juga membawa kedua anak tirinya, Suhan dan Kanaya.

"Mama sama Suhan dan Kanaya bakal tinggal disini."

"Suami mama, gimana?"

"Dia jarang dirumah juga. Kalau dia butuh apa-apa, dia bisa kesini."

"Kenapa harus kesini?" laki-laki itu menatap kedua manik mata Carmilla dalam-dalam. "Bukannya ada tempat lain? Kenapa harus balik ke rumah ini?"

Carmilla membalas tatapan Arsen, "Kamu harus bergaul sama Suhan dan Kanaya. Dan karena Suhan lebih tua beberapa bulan daripada kamu, jadinya dia abang kamu juga."

Arsen melirik Suhan sekilas, ia menatap laki-laki itu dengan tajam. Suhan hanya diam, matanya menunjukkan bahwa ia tidak tau apa-apa soal ini.

"Papa kamu, disini?" tanya wanita itu.

"Nanti malem dia mau kesini. Papa sering mampir, bawain makanan. Seenggaknya lebih baik daripada mama yang ngelupain aku karena udah bahagia sama dunia barunya." sahutnya.

Arsen melangkah pergi masuk kedalam kamarnya, meninggalkan 3 orang itu diruang tamu. Andaikan ia cukup berani untuk mengusir ke 3 orang itu.

Baru saja ketenangan menyelimutinya. Kenapa iblis itu harus kembali menganggu hidupnya yang sudah tenang? Kenapa Carmilla datang saat ia sudah nyaman dalam situasi seperti ini? Sepertinya Arsen salah. Ia lebih nyaman sendirian, daripada ada Carmilla.

ARSEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang