14

232 33 5
                                    

*****

Woojin melangkah kesal meninggalkan Jihoon sendirian yang tengah kesusahan mengejar dirinya. Wajah Woojin memerah karena kesal juga amarahnya yang sudah memuncak diujung kepalanya. Jihoon berkali-kali menyerukan nama Woojin. Namun, Woojin tak memperdulikan panggilan Jihoon dan terus berjalan meninggalkannya.

Siapa yang tidak kesal. Melihat calon tunangannya dicium oleh orang lain. Jihoon tadi dicium oleh teman club nya. Jelas jika Woojin semarah ini. Temannya mencium bibir Jihoon yang berada tepat di depan matanya. Dan Jihoon yang dicium hanya diam saja dan seperti menikmati ciuman dengan temannya itu.

Woojin yang melihat itu langsung meninggalkan tempat begitu Jihoon dengan temannya itu selesai berciuman. Jihoon tadinya terkejut karena tak melihat Woojin ada di tempat tersebut dan segera mengejarnya. Kakinya yang menggunakan sepatu hak tingga bersusah payah mengejar Woojin yang terus melangkah meninggalkan dirinya.

Woojin tiba dirumahnya. Semua orang menatap Woojin heran yang pulang dengan wajah marah dan tanpa Jihoon. Woojin segera masuk kekamarnya dan mengunci pintunya. Jihoon baru saja tiba dirumah Jihoon. Kembali seperti tadi. Seisi rumah menatap heran kearah Jihoon yang terlihat lelah.

"Woojin dimana?"

Jimin menunjuk keatas. Maksudnya,Woojin ada dikamar. Jihoon segera berlari menaiki tangga ke kamar Woojin. Jihoon terhenti saat kamarnya tertutup rapat. Dia mengetuk pintu kamarnya namun tak ada jawaban dari dalam. Dia akhirnya menggedor pintunya berkali-kali.

Akhirnya Woojin membuka pintunya dan menatap datar kearah Jihoon yang ada di hadapannya itu. Jihoon memandang sayu kearah Woojin. Woojin menunggu Jihoon bicara. Gadis itu mencoba menahan airmatanya agar tidak meluap.

"Tidak usah pura-pura menangis"

"Woojin-.."

"Kenapa? Aku tidak butuh penjelasanmu tentang ciuman tadi...akan aku batalkan pertunangannya jika kau tak mau..aku tak memaksamu"

"Bukan-.."

"Aku juga tak mau punya tunangan seperti dirimu..apalagi kalau jadi istri..jelas-jelas aku akan dapat sisa orang lain dari dirimu itu..kotor!"

Jihoon tersentak mendengar apa yang dikatakan Woojin baru saja. Dia menyebut dirinya kotor. Jihoon menumpahkan tangisannya dan terduduk lemah di depan pintu kamar Woojin. Tangisnya pecah. Woojin bisa mendengar isakan tangis Jihoon yang terdengar kencang itu. Ada sedikit rasa tak tega sudah mengatainya kotor. Tapi nyatanya memang begitu bagi Woojin. Dia sudah berkali-kali mendapat sisa orang lain dalam diri Jihoon.

Jihoon masih terisak di depan kamar 4 bersaudara itu. Jisung yang baru saja lewat mendengar isakan tangis di lantai dua. Dia segera memberi tahu yang lainnya. Chanyeol dan Jimin segera pergi ke lantai dua. Jimin mengetuk pintu kamar sedangkan Chanyeol mencoba menenangkan Jihoon yang tengah menangis semakin menjadi.

"Chanyeol,apa sebaiknya kita gunakan cara yang disarankan Jimin tadi?"

Papa dan mamanya datang menghampiri mereka berempat termasuk Jisung yang berdiri di samping Jimin. Jimin menyarankan agar Jihoon dan Woojin tinggal bersama di China. Jimin yang berdiri di depan kamar mengangguk seakan sarannya di setujui orang tuanya. Chanyeol menghela nafas berat saat mendengar pernyataan papanya.

"Bukan nya aku tidak setuju...aku hanya takut terjadi apa-apa pada Jihoon"

Jihoon mendongak dengan wajah yang sudah basah dengan airmata. Chanyeol menggeleng pelan. Jimin menarik nafas kasar. Chanyeol hanya khawatir tentang Jihoon karena nantinya mereka akan tinggal berdua sebelum menikah. Chanyeol khawatir karena Jihoon seorang gadis. Paham maksud Chanyeol?. Dua orang remaja yang belum menikah tinggal satu tempat tinggal.

Bad Girl & Good BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang