KEDUANYA malah saling terdiam di tempat yang ramai ini.
Bukannya membicarakan tentang kelanjutan hubungan mereka, baik dari Rose maupun Jungkook tidak ada yang memulai percakapan terlebih dulu.
Rose berpikir bahwa Jungkook adalah seorang lelaki pemimpin— termasuk memimpin obrolan mereka. Sedangkan Jungkook justru berpikir bahwa Rose yang memegang kekuasaan penuh atas masalah ini. Mereka break itu juga karena keputusan Rose.
Kalau seperti ini cara berpikir mereka, tidak akan selesai sampai besok shubuh juga.
Jungkook mengalah, “Jadi gimana?” tanya Jungkook.
“Kita gak bisa terus-terusan kayak gini.” Ucap Jungkook lagi.
“Aku gak tau. Aku takut, kalau kita kembali kayak dulu lagi, Kakak bakalan ngulang kesalahan Kakak.” Ucap Rose tiba-tiba.
Jungkook menautkan kedua alisnya menatap Rose, “Jadi maksud kamu putus?”
“Aku tanya, semisal aku minta Kakak buat gak deket sama Kak Nayeon lagi, bisa?” tanya Rose.
“Bisa gak kalau kamu berpikir secara positif? Logika aja deh, gak mungkin 'kan aku ngejauhin Nayeon sahabat kecil aku secara tiba-tiba?” tanya Jungkook, “kamu mau aku di cap 'lupa diri' sahabat sendiri?” sambungnya.
“Kakak ngerti gak sih kalau aku takut?! Kemarin Kakak ngaku juga 'kan kalau hampir pindah ke lain hati? Coba Kakak yang ada di posisi aku, sini. Gimana? Aku pindah ke hati Kak Jaehyun, Kakak bakalan gimana?”
“Aku manusia biasa. Aku gak suci. Semua orang pernah khilaf. Lagian, aku kayak gitu juga karena aku kangen sama kamu!” balas Jungkook membela diri.
Rose menghela napas panjang sambil membuang arah pandangnya dari Jungkook.
Jika seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah tapi justru membuat masalah baru. Karena mereka bicara dengan emosi yang menggebu— untuk saling membela diri masing-masing.
Pada dasarnya, keduanya egois. Jungkook maupun Rose. Keduanya.
“Aku mau pulang.” Ucap Rose yang hampir bangun dari duduknya tetapi Jungkook langsung menghentikannya.
“Jangan main pergi aja. Kita belum selesai. Jangan kayak anak kecil.”
Sakit? Jangan ditanya.
Sebelumnya, Jungkook tidak pernah berkata sarkas seperti ini kepada Rose. Cowok itu selalu berhasil menahan emosinya. Tapi kali ini? Tidak bisa. Emosi Jungkook sudah terlanjur menguap.
“Intinya kita sama-sama salah. Kamu mikir gak kalau aku hampir pindah itu karena kamu?” tanya Jungkook.
Rose menunduk. Tidak berani menatap wajah Jungkook.
“Aku cuma kangen kamu. Itu aja. Aku cuma lampiasin rasa itu tanpa sadar, Rose. Tolong ngerti.” Kata Jungkook merendahkan suaranya.
Jungkook menghela napas, “Rose....,” panggilnya.
“Jangan nangis. Cukup kemarin aja kamu buat aku seakan manusia paling berdosa.” Lirih Jungkook.
“Aku gak mau kehilangan Kakak.” Ucap Rose pelan masih dengan posisi menduduk.
Sesekali isakan tangisnya terdengar.
“Aku gak akan ninggalin kamu. Sekarang, bisa kita kayak dulu lagi?
Rose menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya sendiri, memgangguk kecil masih dalam posisi menunduk.
Jungkook tersenyum kecil. Rose sangat menggemaskan. Melihat Rose yang seperti ini sama hal dengan melihat seorang anak kecil nangis yang di larang oleh ibunya memakan permen.