Ada yang diam-diam mengagumi.
Lalu, terang-terangan kau abaikan
***Keadaan kelas sudah mulai ramai karena empat menit lagi bel berbunyi. Beberapa siswa hanya menyimpan tas dan ke luar ruangan untuk membeli sarapan. Namun, sebagian besar memilih bergosip ria atau menceritakan hal yang menurut mereka menarik, berbeda dengan sosok berambut sebahu yang tengah sibuk memeriksa kembali tugasnya. Cewek itu terlalu takut ada hal-hal kecil yang terlewati hingga akan sesalinya nanti.
Tawa nyaring seseorang membuatnya mengalihkan atensi. Tatapannya tertuju pada empat cowok yang memasuki kelas dengan ricuh. Hanya satu dari mereka yang senantiasa bersikap tenang atau lebih tepatnya bisa disebut paling normal, sang ketua kelas.
Cowok bertubuh tegap itu sempat menoleh dan tersenyum, sebelum mendudukkan diri di kursinya, di samping jendela.
Manis. Satu hal yang terlintas dipikiran ketika mendapatkan senyumannya. Namun, hanya sebatas itu. Tidak ada yang lebih spesial dari harapannya untuk mendapatkan senyuman tersebut dari sosok yang masih berdiri di depan kelas.
Seperti biasa. Dirinya tanpa sadar akan mengamati gerak gerik cowok pecicilan pecinta k-pop tersebut. Cowok itu selalu datang dengan raut ceria. Entah mengidam apa ibunya dulu hingga memiliki putra yang tak pernah pegal memamerkan senyum lebar ala pepsodent-nya.
Sebelum ke tempat duduknya, cowok itu akan mengambil spidol dan menulis sesuatu di whiteboard. Ulahnya tersebut sering mendapat petugas piket kesal. Setelah berhasil melakukan itu, ia akan bergabung dengan teman-temannya, membicarakan banyak hal. Cowok itu tak pernah kehabisan topik pembicaraan.
Lalu hal terakhir yang paling ia sukai ...
"Ngapain lo liatin gue terus? Naksir?"
Kebanyakan melamun, dirinya sampai tak sadar kalau objek yang tengah diperhatikannya sudah berdiri di dekatnya. Seperti biasa, raut terkejutnya berganti. Sudut bibirnya terangkat, menciptakan senyuman sinis disertai tatapan juteknya.
"Idih, pede banget! Masih mendingan gue liatin Jenar," ujarnya menggerakkan dagu ke arah ketua kelas yang menggelengkan kepala melihat perdebatan keduanya.
"Oh iya, elo, kan emang naksir sahabat gue yak?" Cowok itu menepuk dahinya berlagak lupa, berbeda dengan dirinya yang melengos. Hawa panas terasa menyerang dadanya.
Menutup bukunya, ia melirik sosok tadi yang kini duduk tepat di seberangnya. Sembari menunggu guru datang, cowok itu akan memakai earphone-nya, mendengarkan lagu-lagu korea kesukaannya dengan sesekali bersenandung kecil. Matanya terpejam, wajahnya tak berhenti mengangguk, ketukan jemari dan hentakkan kakinya tampak berirama.
Ia sangat menyukai pemandangan tersebut meski beberapa menit sebelumnya, perkataan cowok itu membuatnya kesal.
Suara wanita baruh baya membuatnya mengalihkan atensi, berbarengan dengan cowok di seberangnya yang berdecak karena kedatangan guru yang terlalu cepat, padahal ia berharap jam pertama kosong sehingga bisa menyapa beberapa cewek incarannya. Keterlambatannya tadi membuat cowok itu tidak sempat melakukan rutinitas paginya.
"Ananda Arsel Guntara?"
Cowok dengan nomor absen ke lima itu tersentak. Dengan cepat ia mengangkat tangannya, mengkonfirmasi kehadirannya dengan mengatakan bahasa asing yang sontak membuat para sahabatnya mendengkus.
Arsel tertawa, merasa bangga dengan ucapannya yang lumayan fasih. Tatapannya kemudian terarah pada cewek di seberangnya yang sedang merapikan rambut sambil melihat cermin kecil yang disandarkan pada kotak pensil.
"Kanaya Kemala Bintang?"
Cewek itu terkejut, kerjapan matanya tampak lucu.
"Kanaya?"
"I-iya Miss." Sang pemilik nama segera mengangkat tangannya. "Saya ada Miss."
"Ya kalau tidak ada, kamu tidak mungkin ngajak saya bicara," jawaban sang guru dan tawa teman-teman sekelasnya seketika membuat Kanaya merengut.
Cewek itu tampak lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...