Kata teman saja seharusnya cukup membuatmu bahagia
***Kana menganggukkan kepala mendengar penjelasan cowok yang duduk di sebelahnya. Sesekali pandangannya terarah pada wajah cowok itu yang malah tampak lebih serius darinya.
"Ngerti, 'kan?"
Kana tergagap dan meringis dalam hati karena ketahuan tengah memandangi sang kakak kelas.
Arvin yang merasa tidak didengarkan berdecak, mengetuk dahinya dengan ujung pulpen hingga Kana mengaduh.
"Kak Arvin ternyata kejam juga," ujarnya menatap Arvin yang berdecak.
"Makanya jangan ngelamun." Arvin menggeser buku ke depannya. "Sekarang coba kerjain yang ini, harus bener semua," tunjuknya pada dua soal yang sudah tertulis rapi di sana.
Kana menghembuskan nafas lelahnya. Please deh, ia sedang berulang tahun hari ini, seharusnya Arvin memberinya kelonggaran.
"Kak."
"Hm?" dehem cowok itu, sibuk membaca berita online di ponselnya.
"Em hari ini aku ulang tahun."
Arvin mendongak. "Ya terus?"
Lah?
Kana menatap kakak kelasnya ragu. "Y-ya ... kasih kelonggaran gitu."
Terdiam sejenak, Arvin kembali mengarahkan tatapan pada benda pipih di genggamannya sembari berujar, "Kalau bener semua kita makan di luar."
Mata Kana berbinar seketika. "Yang bener, Kak?"
"Iya tapi syaratnya kamu harus selesain ini dan gak boleh salah."
"Ashiyap!" Kana menghormat lalu mengerjakan tugas yang diberikan dengan semangat penuh. Melihat itu, Arvin terkekeh. Kana tampak lucu di matanya.
Sepuluh menit kemudian Kana sudah menyelesaikan tugasnya dengan benar. Arvin tidak mengingkari janjinya. Ia mengajak Kana ke sebuah restauran mewah milik keluarganya. Tentu aja Kana senang bukan main.
Keluarga Kana hidup dengan sederhana. Ia akan memilih menabung uangnya dibandingkan membeli makanan mewah dan mahal, tetapi tidak membuat perut kenyang.
Kana memilih makanan dan minuman dengan harga normal. Bagaimanapun, ia merasa tidak enak meski Arvin menawarkan untuk memesan lagi.
"Surprise!" seru Arvin saat seeorang waitress membawa kue tart berukuran mini ke depannya. Kana menutup bibirnya. Menatap tak percaya atas apa yang dilakukan kakak kelasnya. Mereka baru kenal kurang dari dua minggu, tapi sikap Arvin benar-benar- Argh. Kana jadi baper.
"Ya ampun, Kak Arvin!" Mata Kana sudah berkaca-kaca. Ia tahu, Arvin tidak sedang modus padanya. Cowok itu sangat baik pada siapapun.
"Gimana? Seneng?" tanyanya.
"Kak Arvin, ini berlebihan tau gak?"
Arvin menggeleng. "Ini sebagai hadiah karena kamu udah belajar keras selama dua minggu terakhir."
Kana tak mampu berkata-kata lagi. Akhirnya ia mengikuti perintah Arvin untuk segera meniup lilin dan memotong kue. Sebelum itu, ia sempat mengabadikannya dalam sebuah gambar.
"Enak banget kuenya, Kak," ujar Kana membuat Arvin lagi-lagi terkekeh. "Ya udah abisin, kalau kurang nanti aku pesenin lagi."
Buset! Mentang-mentang anak pemilik restauran. Kana berdecak dalam hati. Ia dapat menebak berapa harga kue tart yang sedang ia makan saat ini.
Beruntung banget sih lo, Na. Kalau sama Kak Arvin pasti dibikin seneng terus. Coba kalau sama Acel, paling juga lo cuma dijajain cilok Mang Ujang. Setan jahat dalam hatinya ikut berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...