Definisi bahagia itu seperti apa?
***Alunan lagu klasik terdengar memanjakan telinga. Pun suasana ruangan yang terasa begitu nyaman sampai Kana betah berdiam diri lebih dari tiga jam. Ia pikir Alan akan mengajaknya jalan-jalan ke mall atau semacam tempat wisata. Ternyata dugaannya salah. Cowok itu malah mengajak ka sebuah tempat yang membuatnya tak ingin pulang.
Cafe Book. Sebuah toko buku yang di dalamnya terdapat cafe dengan dekorasi yang menarik dan unik, bahkan Kana beberapa kali mengambil gambar dan mengunggahnya di instagram sebelum kemudian tenggelam dengan kegiatan belajarnya.
"Mau beli makan lagi?" tawar Alan yang dengan sabar menungguinya. Cowok itu sesekali mengajaknya berbicara, tapi ketika melihat raut serius Kana ia akan memberikannya waktu untuk bergelut dengan soal latihan.
"Enggak deh, udah kenyang." Kana menyimpan pensilnya, menatap Alan yang kini memangku wajah memperhatikannya. "Mm sorry ya, lo pasti bosen nungguin gue."
Alan tersenyum, menggelengkan kepala. "Enggak kok santai aja. Lagian gue ngerti kalau elo harus serius belajar."
Melihat kesungguhan di mata cowok itu, Kana menutup bukunya dan menyimpan dalam tas.
"Loh, udah selesai?" tanyanya mengernyitkan dahi.
Kana mengangguk, menyantolkan tasnya dan menarik tangan Alan yang terkesiap. "Yuk kita jalan-jalan."
"Jalan-jalan?" Cowok itu mengernyit bingung.
"Iya, emang awalnya lo mau ngajak gue jalan-jalan, 'kan?"
Barulah Alan paham. Dengan raut cerah, ia ganti menggenggam tangan Kana dan menuntunnya keluar cafe.
"Katanya sih ada tempat rekreasi baru, terus bayak spot bagus buat foto. Mau ke sana?"
Mata Kana berbinar. "Mau banget!"
Melihat keantusiasan Kana membuat dadanya berdesir hangat. Sesederhana itu ternyata untuk membuat seorang Kanaya tersenyum bahagia.
"Tapi, jangan lama-lama ya? Gue soalnya ada kegiatan sore nanti," ujar cewek itu setelah melirik jam di pergelangannya.
"Iya tenang aja, apa sih yang enggak buat lo?"
Kana tampak tertegun, sebelum kemudian memukul pelan bahu Alan. "Lo jangan terlalu baik kenapa sih Al? Entar gue baper."
"Loh ... kan emang itu tujuan gue," balas cowok itu terang-terangan. Kana hanya meringis, kembali melanjutkan langkah menuju parkiran.
Akhirnya kendaraan yang ditumpanginya melaju membelah jalanan ibu kota. Hingga dua puluh menit kemudian mereka sampai tempat tujuan. Kana dibuat takjub, bahkan langsung mengabadikan pemandangan di depannya dengan kamera. Ia juga mengajak Alan berfoto.
"Na, lo udah mulai nyaman deket sama gue?"
Kana terpengkur. Ia menatap cowok itu dengan raut tak enak. "Mm Al?"
Alan tersenyum tipis. Menariknya untuk duduk di undakan tangga yang terdiri dari bebatuan kecil. "Gue tau elo sebelumnya ngerasa gak nyaman, kan sama gue?"
"Sorry, gue cuma ngerasa-"
"Minder?" potong cowok itu membuat Kana meringis. "Jadi bener yang dibilang Jenar?"
Diam-diam Kana merutuki teman sekelasnya itu. Ia kira cowok seperti Jenar tidak akan comel.
"Gue ... bakal berusaha buat hilangin perasaan itu," ujar Kana ragu.
Alan mengangguk. "Oke. Gue berharap banyak sama lo."
"A-ah?" Kana menatap cowok di sebelahnya yang lagi-lagi hanya tersenyum. Ia kemudian menggigit bibir bawahnya. Kejujuran Alan membuatnya takut tak bisa mengabulkan keinginan cowok itu. Perasaannya masih terombang ambing.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...