Jangan terlalu merasa nyaman.
Luka biasanya datang dari dia yang kamu anggap berharga.
***Pagi ini, Kana dibuat terkejut. Arsel sudah kembali masuk sekolah meski raut duka di wajahnya masih tersisa.
Menyimpan tasnya, Kana duduk menghadap cowok itu yang sedang menidurkan kepala di atas meja. Regan dan Rijal belum diketahui keberadaannya. Jenar? Pastinya sedang menjalankan tugasnya sebagai komisi kedisiplinan.
"Cel," panggilnya ragu. Ternyata cowok itu tidak benar-benar tidur. Arsel mengangkat wajahnya.
"Lo ... semalam gak tidur?" tanya Kana melihat lingkaran hitam di bawah mata Arsel. Cowok di seberangnya hanya menggeleng.
Kana tidak suka melihat Arsel yang kerap menggoda cewek-cewek di koridor dengan senyum cerahnya, tapi ia lebih tidak menyukai cowok itu yang terus murung seperti ini.
"Udah sarapan?" tanyanya tak bisa menahan diri untuk tidak memberikan perhatian pada Arsel.
"Entar," jawaban tersebut membuatnya berdecak. Kana berniat pergi ke kantin, tapi bel sudah berbunyi diikuti Pak Bram yang sudah memasuki kelas.
Seketika para siswa berbondong memasuki ruangan. Beberapa kali Kana mengalihkan tatapan pada cowok di seberangnya. Keterdiaman Arsel membuatnya khawatir. Keadaan kelas beberapa hari ini terasa sepi, Regan yang biasanya berisik ikut jadi pendiam sekarang.
Sampai waktu istirahat tiba, Kana memutuskan pergi ke kantin sendirian karena Mora sedang sakit sehingga tidak masuk sekolah.
"Na?"
Panggilan seseorang membuatnya menghentikan langkah. Kana menoleh dan tersenyum simpul mendapati siapa yang menghampirinya. "Hei!"
"Kenapa sih? Kayak gak semangat gitu."
Kana mengernyit. "Masa sih? Enggak kok."
"Beneran?" tanya cowok itu memastikan.
"Iya Kalandra, aku gak papa." Kana berusaha meyakinkan. Dirinya memang baik-baik saja, hanya sedikit kepikiran teman sekelasnya.
"Mau ke kantin bareng?"
Tawaran tersebut membuat Kana menggelengkan kepala. "Aku gak bisa, maaf."
Cowok di depannya berdecak. "Oke, aku masih nyoba ngertiin kamu."
"Jangan marah," pinta Kana dengan nada tak enak. Beruntung Alan berbaik hati menerima keinginannya meski dengan terpaksa. "Aku gak marah, cuma aku harap ini gak berlangsung terlalu lama."
Kana mengangguk, hendak membalas perkataan kekasihnya saat tatapannya tertuju pada Arsel yang berjalan sendirian.
"Cel!" panggilnya refleks. Hal tersebut membuat Alan mengikuti arah pandangnya. Namun, cowok itu yang seperti tak mendengar panggilannya membuat Kana mendengkus.
"Kamu ngapain panggil dia?" tanya Alan memicingkan mata. Kana tampak tergagu. "Oh em dia tumben sendirian, biasanya sama Jeje dan yang lain."
"Oh kirain ada apa."
Kana melirik ke arah yang dilewati Arsel lalu menatap kekasihnya. "Em, aku duluan ya?"
"Ya udah, aku juga lagi nungguin Dendi."
Diam-diam Kana menghela nafas lega. Ia kira Alan akan menahannya lebih lama. Kana memasuki kantin dengan tergesa-gesa. Setelah membeli beberapa makanan dan minuman, ia berjalan melewati koridor. Senyumnya mengembang mendapati sosok yang dicarinya. Arsel tengah duduk seorang diri, punggungnya bersandar di kursi kayu dengan mata terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...