Part 25

2.8K 279 108
                                    

Kapan waktu yang tepat itu?
***

Kana menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Menatap prihatin cowok di sebelahnya yang terus berusaha mendapatkan boneka kecil dalam mesin. Kebetulan mereka saat ini tengah berada di sebuah mall. Kana tidak mengerti, kenapa Arsel malah mengajaknya ke timezone dibanding mencari kado seperti yang cowok itu maksud.

Pertama datang, Arsel langsung menuju claw machine. Katanya ingin menghilangkan rasa penasarannya karena selalu gagal mencapit boneka dalam mesin tersebut. Namun, sampai sepuluh kali lebih, Arsel masih belum berhasil juga.

"Yah gagal lagi," keluhan cowok itu membuatnya menggelengkan kepala. Andai saja Arsel berjuang mendapatkan boneka itu untuknya, mungkin Kana akan merasa sangat senang.

"Padahal yang gue liat di film-film, paling susah juga kali ketiga si cowok udah bisa dapetin bonekanya, lah ini? Kok gagal terus sih?"

Kana bersedekap dada. Kini ia bisa mengambil kesimpulan kalau cowok di sebelahnya adalah korban sinetron. "Cel, ini kehidupan nyata."

Arsel merengut, tampak sangat ingin memberikan boneka hasil perjuangnnya pada sang pacar. Mengingat itu, Kana berusaha menekan rasa cemburunya.

"Mending beli bonekanya aja langsung," ujar Kana membuat Arsel menatapnya seketika. Ada jeda beberapa saat sebelum cowok itu menjawab. "Mainstream."

Kana berdecak dalam hati, padahal apa yang dilakukan Arsel juga sudah banyak dilakukan para cowok. Bedanya Arsel terus-terusan gagal setelah menghabiskan banyak waktu.

"Terus maunya gimana? Katanya mau beli kado." Kana melirik jam di pergelangan tangannya. "Terus bukannya lo mau nge-date sama Kak Elsa ya? Ini udah siang loh."

Arsel tak menyahut malah memandanginya yang berusaha bersikap biasa. Tidak ingin cowok itu tahu tentang retakan dalam dadanya saat ia mengatakan hal tersebut.

"Apa sih lo? Ngeliatinnya gitu banget!" Kana membuang muka. Salah tingkah yang dialaminya adalah sesuatu yang salah.

Terdengar dengkusan dari cowok itu sebelum Kana merasakan tangannya digenggam. Ia hendak bertanya ke mana Arsel akan membawanya pergi, tapi kembali menutup mulut. Raut wajah Arsel berubah keruh. Kenapa?

"Mau main apa?"

Kana tersentak. Kedapatan sedang memandangi Arsel membuatnya tergagu. "A-apa?"

Cowok itu memutar bola matanya. Kana bersikap sok baik-baik saja saat mengatakan tentang Elsa, tapi Kana juga tidak sadar terus mencuri pandang ke arahnya. Arsel jadi ingin tahu, sampai kapan Kana akan berpura-pura tak memiliki perasaan apapun padanya.

Mengarahkan tatapan ke penjuru timezone, senyum Arsel merekah. "Danz base yuk!"

Mata Kana melebar. Memandangi permainan yang dimaksud dan Arsel bergantian. Ia kemudian menggelengkan kepala hingga cowok di sebelahnya berdecak. "Ayolah, Na!"

"Enggak ah, gue gak bisa," tolak Kana. Tidak bisa membayangkan dirinya yang menari dilihat banyak orang, terutama di depan Arsel.

"Eh, Cel! Mau ke mana?" Kana hampir terjerembab saat cowok itu menariknya mendekat area danz base.

"Battle kayak mereka ya?" tunjuk Arsel pada pasangan remaja yang sedang terhanyut dalam permainan.

Melotot, Kana menggeleng lagi. "Lo aja yang main, entar gue videoin."

Raut muka Arsel berubah sebal, tapi malah terlihat lucu di mata Kana. Ya, ampun! Bisa-bisanya ia jatuh hati pada cowok childish macam Arsel.

A or A ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang