"Kak Arvin yang chat aku malem tadi. Dia yang udah bimbing aku buat olimpiade dan kesannya sombong banget kalau gak aku bales," jelas Kana pada cowok di depannya.
Masih pagi sekali, Alan sudah menunggunya di parkiran. Beruntung hanya beberapa orang yang lewat dan tidak curiga dengan keberadaan mereka. Mungkin mengira keduanya sedang membicarakan seputar organisasi.
Cowok itu masih diam mendengar penjelasan Kana. Raut wajahnya yang datar belum juga berubah.
"Al, kamu baca sendiri, 'kan? Cuma chat biasa gak ada apapun." Kana baru tahu bagaimana cowok itu kalau sedang cemburu. Ia menyentuh lengan Alan. "Aku menghormati dia karena Kak Arvin emang berjasa banget. Aku ... juga berharap kamu gak marah kalau-kalau liat kita ngobrol."
Kana tahu, tak seharusnya meminta izin di saat cowok itu masih mendiamkannya karena orang yang sama. Akan tetapi, baginya Alan terlalu kekanak-kanakan.
"Aku sengaja izin sekalian biar kalau ada kejadian kayak kemarin, kamu gak marah. Kita udah kayak temen sharing, sama kayak aku ke Jenar atau yang lain."
Karena cowok itu masih diam, Kana menghela nafasnya. "Aku ke kelas duluan. Jangan marah lagi, aku gak suka."
Setelah itu, Kana meninggalkan sang ketua OSIS yang masih enggan berbicara. Ia tahu, Alan cemburu karena cowok itu mencintainya. Namun, entah kenapa Kana merasa tidak suka dengan hal tersebut. Sejak dulu, Kana terbiasa melakukan semuanya sesuka hati. Bebas dekat dengan siapapun dan ketika Alan marah hanya karena masalah chat, ia jadi malas meladeni.
Kana memasuki kelas dengan tak semangat. Ia langsung menidurkan kepalanya tanpa berniat memeriksa tugas seperti biasanya.
"Na, lagi gak enak badan ya?"
Kana membuka matanya mendapati Arsel yang duduk menghadap ke arahnya. Cowok itu bertanya dengan raut muram. "Gue juga sama, tapi lebih parahnya sih perasaan gue yang gak enak, gak tau kenapa."
"Gue lagi gak mood nanggepin ucapan lo, Cel." Kana tidak menyangka bahwa dirinya akan mengatakan hal tersebut, bahkan Arsel langsung berdecak mendengar perkataannya.
Berusaha tidak peduli, Kana mengganti posisi tidurannya membelakangi cowok itu lalu membuka chat dari Alan dengan enggan.
Alan: Maaf udh marah2 gak jelas
Alan: Aku cuma cemburu
Alan: Entar kita jalan sbg permintaan maaf aku
***Cowok bernama lengkap Kalandra Yuda Angkasa memang tidak pernah mengingkari janjinya. Tiba-tiba saja cowok itu sudah berada di depan rumahnya dengan menggunakan kemeja flanel yang tidak dikancingkan.
Alan mengajaknya menonton film terbaru. Cowok itu juga sempat menawarkannya membeli pernak-pernik di toko aksesoris, tapi Kana menolaknya. Sudah terlalu banyak Alan membelikan barang-barang untuknya dan lama kelamaan ia jadi merasa tidak enak.
Keluar dari bioskop, keduanya hendak menuju foodcourt. Sebenarnya Kana sejak tadi merasa kurang nyaman dengan ponsel di sakunya yang terus bergetar. Namun, Alan yang sejak awal memintanya untuk tidak memainkan ponsel membuat Kana menahan diri sejak tadi.
Perasaannya tidak enak. Kana takut ada sesuatu yang terjadi mengingat tidak hanya satu dua kali getaran di ponselnya. Hingga akhirnya sebuah telepon yang masuk membuat Kana menatap Alan, meminta persetujuan untuk menerima panggilan tersebut. Nama teman sekelasnya terpampang di sana.
"Jenar," gumam Kana membuat Alan terdiam beberapa saat sebelum kemudian mengangguk.
"Iya halo, Je? Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...