Takdirkah yang terlalu kejam?
***"Lo semalem ke mana, Cel?"
Cowok bertubuh kurus itu tampak tertegun sebelum kemudian menormalkan raut wajahnya. "Tidur. Kenapa?"
Rijal sempat memicingkan mata meski tak mengucapkan apapun lagi, malah membuka ponsel untuk melanjutkan games-nya.
Arsel sendiri diam-diam menghela nafas lega. Mungkin lain kali ia harus lebih hati-hati. Jangan sampai kesenangan barunya terganggu.
Cowok itu menegakkan badan melihat keberadaan Kana. Entah kenapa, perasaannya selalu membaik setiap mendapati teman sekelasnya.
Tatapan mereka bertemu, Arsel pikir cewek itu akan menyapanya terlebih dahulu, tapi perkiraannya salah. Kana hanya menyunggingkan seulas senyum, lalu mendudukkan badannya. Sibuk membuka buku untuk memeriksa tugas minggu kemarin. Arsel maklum karena Kana memang serajin itu, tapi ia merasa ada yang aneh. Saat menatapnya tadi, Kana tampak ragu harus memberikan respon bagaimana.
Terang saja Arsel dibuat bertanya-tanya meski kemudian mengedikan bahu. Mungkin dirinya yang terlalu perasa beberapa hari ini. Akhirnya cowok itu memilih membuka pesan dari Dika.
Dika: Jgn cari masalah oi
Ia berdecak, temannya yang selalu mengaku mirip anggota boy band korea itu terlalu sok tau.
Arsel: Apasih? Cuma nongkrong, lebay bgt
Dika: Itu tadi mlm. Besok2?
Arsel: Mereka baik
Dika: Iya baik2in awalnya, entar? Gk ada yg tau
Cowok itu menyimpan benda pipih miliknya, tak berniat membalas. Lagian Arsel hanya ikut nongkrong sambil menikmati indahnya kota di malam hari. Ia butuh sesuatu untuk mengalihkan kesedihannya. Arsel sedang jenuh dan selalu ingin meledak-ledak, sedangkan ketiga sahabatnya selalu memilih berkumpul di rumah salah satu dari mereka. Rasanya ... menjemukan.
***Kana memainkan pulpennya. Kebetulan Bu Nur sedang menjelaskan materi. Namun, sejak tadi tidak ada yang masuk. Mungkin karena pikiran Kana sedang dipenuhi dengan Alan juga ucapannya terhadap- Kana melirik cowok di seberangnya yang sedang menyandarkan punggung, seperti tengah memperhatikan penjelasan sang guru, padahal ia dapat menangkap tatapan kosong di sana.
Diam-diam Kana mengembuskan nafas, kembali menatap ke arah depan. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Arsel.
"Na."
Kana menoleh pada cewek berkaca mata di sebelahnya. "Hm?"
"Lo kenapa? Kayak banyak pikiran gitu."
Pertanyaan Mora membuatnya mendesah. "Alan, gue kepikiran ucapan dia."
Mora menggeser kursinya lebih dekat, lalu bertanya sambil berbisik agar tidak ketahuan mengobrol. "Dia ngomong apa emang? Lo bukannya ucapan orang juga suka langsung kepikiran ya?"
Kana mencubit lengan sahabatnya hingga meringis. "Ini beda, Ra."
"Ya apa emang?" tanya Mora penasaran.
Cewek itu tampak berpikir sejenak. Takut ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Entar deh ceritanya pas istirahat. Biar bebas."
Anggukan Mora mengakhiri pembicaraan mereka.
***"Jadi, bisa mulai cerita sekarang?" tanya Mora setelah menghabiskan makanan mereka. Keduanya sedang berada di kantin sekarang.
Kana akhirnya menceritakan apa yang terjadi, minus perasaannya terhadap Arsel tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...