Ternyata menyukai diam-diam itu melelahkan
Tapi cemburu lebih menyusahkan
***Kana keluar dari toko di sebuah mall, ia baru selesai membeli bahan untuk tugas prakaryanya. Awalnya ia hendak pergi dengan Mora. Namun, saat cewek itu mengatakan mengikutsertakan Rijal, Kana langsung membatalkannya, lebih baik pergi sendiri dari pada menjadi obat nyamuk.
Merasa lapar, Kana memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu. Akan tetapi ketika memasuki area foodcourt Kana melihat sosok tak asing di antara tiga orang lainnya.
Arsel bersama Elsa dan dua wanita paruh baya yang berjalan beriringan. Kana dapat menduga siapa mereka. Seketika rasa laparnya hilang, berganti dengan panas membara dalam dadanya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Kana yakin seberapa besar usahanya untuk berpura-pura tidak melihat apapun, ia akan tetap gagal.
"Kanaya?"
Langkahnya terhenti, dengan enggan menoleh pada cewek bertubuh semampai yang menatapnya sambil tersenyum. "Iya, kan lo Kana," ujarnya lalu menoleh pada cowok di sebelahnya. "Lo kok diem aja sih ketemu temen? Sapa kek!"
Celotehan cewek itu Kana abaikan. Ia tidak tahu kalau Elsa akan mengetahui namanya. Kalau Kana sendiri sih wajar jika mengenal kakak kelasnya yang hits itu. Namun, bukan itu yang menjadi masalahnya, melainkan tautan tangan mereka berhasil membuat Kana cemburu.
Menyadari arah tatapan cewek itu, Arsel seketika melepaskan diri dan mendorong Elsa. "Hm h-hai, Na! Sendirian?"
"Iya," jawab Kana singkat, tidak ingin basa basi. Kedua wanita paruh baya yang Kana kira mama dari pasangan di depannya sudah tidak terlihat. Mungkin mereka sengaja meninggalkan Arsel dan Elsa untuk menikmati waktu berdua.
Hm, sudah perkenalan keluarga. Berat, Na.
"Oh ya, kebetulan kita lagi nyari makan, mau ikut bareng?"
Tawaran yang menggoda jika di depannya hanya ada Arsel seorang. Kana menggeleng, "Em ... enggak Kak, makasih. Saya mau pulang aja, lagi buru-buru."
"Hm sayang banget, padahal gue pingin nanya-nanya gimana Acel di kelas." Cewek itu terlihat kecewa, Kana jadi merasa bersalah.
"Kak Elsa pasti lebih tau dari aku," ujarnya. Sedetik kemudian Kana ingin sekali memukul mulutnya yang lancang. Elsa sempat menaikkan sebelah alisnya, melirik pada Arsel yang terlihat bingung.
"Kalau gitu aku duluan, Kak," pamit Kana dan berlalu tanpa melirik Arsel sedikitpun.
Kana berjalan menjauh dengan mencengkram paper bag di tangannya. Memikirkan keluarga mereka yang sudah sedekat itu membuat dadanya berdenyut. Jika Kana tidak tamak, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. Seharusnya cukup dengan bisa berteman lagi dengan Arsel, tidak mengharapkan lebih, tapi apa mau dikata jika perasaannya tidak bisa dikontrol seperti ini?
"Bulshit lo bilang mau move on, Na!" rutuknya pelan. Kana mengipasi wajahnya dengan tangan. Hari ini berawan, tapi ia merasa panas di tubuhnya.
***"Gak niat nganterin?"
Arsel yang memandangi kepergian cewek itu mengerjap lalu berpura-pura tak peduli. "Dia biasa bawa motor."
"Kalau enggak?" tanya Elsa membuat Arsel menjadi kepikiran.
Cowok itu menatap bingung, "Ya ... gak gimana-gimana. Lo kenapa sih?"
"Gak papa. Cuma kasian aja kalau pulang sendiri. Apalagi naik kendaraan umum, rentan kejahatan," ucapnya seperti berusaha mempengaruhi. Elsa hanya sedang memastikan mengenai dugaannya. Ia memandangi Arsel yang tampak berpikir dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...