Karena kisah kita takan pernah selesai
***Kana sedang tiduran ketika Arvin mengabari berada di depan rumahnya. Ia langsung bangkit dan mengintip dari jendela kamar. Benar saja, cowok itu tidak berbohong. Menghela nafas, Kana melangkah untuk menghampiri kakak kelasnya tersebut. Arvin selalu datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu.
"Hai, Kak!" sapanya ramah. Kana mengarahkan tatapan ke sekeliling, ada rasa tak nyaman yang menyergapnya. Ia tiba-tiba teringat dengan Arsel.
"Gimana mau gak?" pertanyaan tersebut membuat Kana tergagap. Kebetulan tadi Arvin mengajaknya makan di luar dan siapa yang menduga kalau cowok itu sudah berada di depannya sekarang. Hm, apa salahnya meminta persetujuan sebelum datang?
Kalau begini, Kana jadi serba tidak enak. Menolak tapi sudah jauh-jauh datang, menerima juga ia merasa telah menghianati Arsel, padahal tidak seperti itu kenyataannya.
"Hm ... aku ambil dompet dulu ya, Kak." Kana segera beranjak tanpa berniat mengganti pakaiannya. Kebetulan ia baru selesai mandi dan rasanya tidak perlu berlebihan. Kecuali, mungkin kalau orang yang mengajaknya itu Arsel.
Naik ke boncengan Arvin, ia tak banyak bicara lagi karena pikirannya berkelana jauh. Haruskah dirinya memberi tahu Arsel atau tidak. Namun, mengingat cowok itu yang terlalu perasa, Kana jadi takut membuatnya kecewa.
Akhirnya Kana memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. Membiarkan Arsel tidak tahu sepertinya merupakan solusi terbaik.
Ketika kendaraan yang ditumpangi berhenti, Kana turun dengan hati-hati. Arvin mengajaknya ke tempat yang sama seperti dulu. Restauran milik keluarganya.
"Yuk, Na!" Melihat pergerakan Arvin yang seperti hendak meraih tangannya, Kana refleks menjaga jarak. Hal tersebut membuat Arvin tersenyum menatapnya. "Sorry, gak bermaksud."
"Gak papa, Kak," sahut Kana merasa bersalah.
Kembali melanjutkan langkah, mereka menuju kursi yang sepertinya sudah direservasi. Kana sempat mengernyit melihat beberapa makanan yang sudah tersaji. Namun, ia urung bertanya.
"Makan, Na!"
"A-ah?" gagap Kana yang tak sadar malah melamun.
"Makan! Kalau dingin gak enak," ulang Arvin membuat cewek itu meringis. "Oh i-iya."
Akhirnya mereka menghabiskan makanan dalam diam. Sebenarnya banyak yang Kana pikirkan, mengenai tujuan Arvin mengajaknya kemari, rasanya bukan sebatas makan biasa. Kana jadi menduga-duga, apalagi mendapati cowok itu beberapa kali mencuri pandang ke arahnya.
"Na," ucap Arvin setelah mereka selesai makan.
"Iya?" sahut Kana dengan tatapan tertuju pada ponselnya, ada pesan masuk dari Arsel.
Acel : Lgi di mana?
Seketika cewek itu menggigit bibir bawahnya gusar.
Kana: Knapa? Mau ke rumah?
Acel: Gpp cuma nanya aja.
Meloloskan nafas lega, Kana mengelus dadanya. Ia kira cowok itu mengetahui keberadaanya dengan Arvin.
"Naya?"
Kana terkesiap."Ah i-iya, Kak, maaf." ucapnya menyimpan ponsel. "Kenapa?"
"Tadi pas di sekolah, aku denger gosip." Arvin menatap lurus ke arahnya. "Aku sebenernya kurang percaya, makanya pingin nanya langsung sama kamu."
Sepertinya Kana tahu ke mana arah pembicaraan Arvin, meski ia sendiri bingung kenapa cowok itu terlihat begitu penasaran dan ingin diyakinkan.
"Kamu ... katanya pacaran sama Arsel. Apa itu bener?" tanya Arvin tampak harap-harap cemas. Seketika ucapan Arsa tempo hari terngiang di benaknya. Tentang cowok itu yang kemungkinan memiliki perasaan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...