Jadi, kita pacaran?
***Sesuai janjinya kemarin, Arsel berubah jadi lebih pendiam. Bahkan ketika Regan melemparkan guyonan ia hanya menjawab 'apa sih? Garing!'. Hal tersebut membuat ketiga sahabatnya heran, termasuk Kana yang sejak kedatangannya memang sudah mendiamkan cowok itu. Rasa kesalnya masih belum hilang ternyata.
Kana melirik cowok di seberangnya yang tampak gusar, padahal bel istirahat sudah berbunyi. Tidak biasanya Arsel masih duduk di kursinya dan hanya menggeser sedikit badannya, membiarkan Rijal lewat.
"Kantin kagak lo?" tanya Regan yang menunggu tak sabar.
"Duluan aja kenapa sih? Nyusul entar, ribet amat!" Arsel terlihat sebal karena Regan sejak pagi terus saja rusuh. Tidak tahu apa kalau dirinya sedang menjaga sikap, bahkan ia mati-matian menahan diri untuk ikut heboh dengan candaan Regan tadi. Kurang apa perjuangan Arsel?
Kana yang sedang tidak berniat ke kantin melirik cowok itu lewat ujung matanya. Arsel terlihat mengeluarkan paperbag berukuran sedang dari laci meja. Sudah bisa ia tebak isi di dalamnya. Seketika Kana menunduk lesu, pasti Arsel akan menemui Elsa dan memberikannya. Mereka bahagia dan dirinya yang merana.
Sibuk merenungi nasib, Kana terperanjat mendengar seseorang menyimpan sesuatu di atas mejanya. Mendongak, ia mendapati Arsel menyimpan paperbag tersebut. Kana menaikkan sebelah alisnya bingung.
Jangan bilang Arsel mau minta Kana menemaninya memberikan pada Elsa atau-
"Gue serius," ucapan Arsel membuatnya semakin tak paham. Cowok itu menghembuskan nafasnya, menatap intens. "Apa yang gue tulis di whiteboard kemarin bukan candaan."
Mata Kana membeliak. Namun, Arsel tidak ingin terkesan memaksa. Membiarkan Kana menikmati keterkejutannya, ia mundur beberapa langkah. "Pikirin baik-baik, Na."
Setelah mengatakan itu, Arsel berbalik untuk menyusul para sahabatnya. Ia tidak dapat menampik jantungnya berdetak tak karuan. Pengalamannya dekat dengan banyak cewek ternyata tidak berpengaruh. Kenyataannya Arsel merasakan sensasi berbeda. Mungkin karena Kana memang berbeda dari cewek-cewek yang pernah dikencaninya.
***Kana masih membeku di tempat, padahal Arsel sudah menghilang sejak tadi. Ia menyentuh dadanya yang bergejolak. Sangat keras hingga ia merasa kesulitan bernafas. Kana tidak sedang bermimpi. Semuanya terasa sangat jelas dan nyata.
Dengan tangan bergetar, cewek itu membuka paperbag tersebut. Satu buah novel yang ia pilih sendiri dan pulpen mini berbentuk unicorn. Arsel sangat tahu kalau dirinya sering membawa pulpen ke manapun dengan mengalungkannya ke leher.
Ada sticky note yang menempel di atas novel. Dengan hati-hati ia membacanya.
I'm not perfect, I know that. I make mistakes, I know I do. But, what if I love you?
Kana menahan nafas membaca deratan kalimat yang tertera. Ia mengipasi wajahnya terasa memanas. Kalau Arsel mencintainya, terus Elsa bagaimana?
Meraih ponsel, Kana mencoba menghubungi sepupunya. Ia butuh jawaban sekarang juga.
"Hal-"
"Sa?" potong Kana cepat.
"Hm?"
"Acel ...," Kana berusaha mengusir rasa malunya. "Dia beneran pacaran sama Kak Elsa?"
Hening untuk beberapa saat.
"Jawab, Sa!" mohon Kana yang sudah tidak tahan dengan segala tanya dalam benaknya.
Terdengar helaan nafas di seberang sana. "Enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...