Cara untuk memberbaiki bukan dengan menyesal berlarut-larut.
***
Ramainya keadaan kelas di jam istirahat tak membuat Kana tertarik untuk bergabung bersama teman-temannya. Kejadian semalam membuatnya murung. Awalnya, Kana bersikeras untuk tidak mempercayai ucapan Rijal. Makanya ia memaksa Regan memberitahukan di mana tempat tongkrongan cowok itu.
Mengumpulkan keberanian, Kana menyelinap keluar rumah secara sembunyi-sembunyi. Mengabaikan raut menyelidik supir taksi, ia turun dari kendaraan roda empat tersebut.
Kana terkejut melihat beberapa cowok yang sudah tak sadarkan diri dengan beberapa botol berserakan. Mendapati Arsel berada di antara orang-orang itu saja membuat tangisnya ingin tumpah. Beruntung ia tidak mendapati Arsel sedang mabuk, karena jika hal itu terjadi, Kana tidak bisa membayangkan betapa hancur hatinya.
Ia tidak tahu lagi harus memohon seperti apa agar cowok itu berhenti melakukan hal yang merusak dirinya. Terlebih Arsel tidak mengatakan apapun meski sadar bahwa ia menangis sepanjang perjalanan. Malam tadi, Kana seperti tidak mengenali dirinya. Arsel sukses membuatnya menjadi cewek cengeng.
Kana menatap kursi kosong di seberangnya. Cowok itu tidak datang ke sekolah hari ini. Mungkin karena pertengkarannya kemarin dengan Rijal. Ia kemudian mengalihkan perhatian ke pintu kelas, di mana ketiga sahabat cowok itu melangkah tanpa suara ke tempat duduk masing-masing. Raut mereka tampak muram, bahkan Regan yang biasanya paling berisik memilih menidurkan kepalanya, juga Rijal yang langsung memasang earphone ke telinga. Lalu, Jenar yang memperhatikan kedua sahabatnya disusul helaan nafas berat.
Sesak. Itulah yang Kana rasakan melihat keadaan mereka sekarang. Ia tidak pernah menduga hari ini akan datang.
Kana membuka ponselnya, ada banyak chat dari Alan karena sejak pagi ia sengaja tidak membuka ponsel. Rasanya malas sekali membalas pesan sang pacar, mengingat sikap Alan yang kian hari membuatnya tak nyaman. Kana mencari kontak Arsel, memandangi isi chat-nya terakhir kali dengan cowok itu.
Kana: Kenapa gk sekolah, Cel?
Pesannya langsung terbaca. Namun, setelah ia tunggu beberapa saat Arsel tak kunjung membalas. Kana mendesah pelan, menyimpan benda pipih itu ke laci meja.
***Sudah terhitung dua hari Arsel tidak masuk sekolah. Cowok itu sengaja tidak membuka pintu saat Jenar bertandang ke rumahnya. Beruntung sang mama sedang bekerja sehingga tidak mencurigainya.
Sejak malam kemarin ia banyak berpikir. Melihat air mata Kana membuat sesuatu dalam dadanya berdenyut sakit. Tentang larangan cewek itu untuk tidak bertemu dengan Gilang dan yang lain, entah kenapa Arsel merasa Kana tidak hanya menganggapnya sebatas teman.
Arsel memejamkan matanya, merasakan desauan angin yang terasa sejuk. Berharap angin dapat sedikit saja membawa bebannya pergi.
"Sendirian aja nih jomblo satu." Suara lembut seseorang disusul rangkulan di bahu membuatnya menoleh. Cewek berambut curly itu tersenyum, memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
Mendengkus, Arsel menurunkan tangan tersebut. "Gak usah sok asik deh!"
Bukannya tersinggung, cewek itu malah tertawa. "Ya ampun Nanda, lo kenapa sih jadi aneh gini? Sombong banget ya sekarang sama tante, udah gak pernah ke kelas lagi."
Nanda. Hanya satu cewek yang selalu memanggilnya seperti itu. Meski Arsel protes ribuan kali, si bebal di sebelahnya tidak akan menurut.
Perkataan cewek itu membuat Arsel memutar bola matanya malas. "Diem deh, El."
KAMU SEDANG MEMBACA
A or A ✔️
Teen FictionKana diam-diam menyukai teman sekelasnya. Arsel, si tukang sepik yang gombalannya sudah menjalar di seantero sudut SMA Nusantara. Kana pikir, perasaannya akan sulit hilang. Hingga suatu hari, ungkapan terang-terangan dari sang ketua OSIS membuatnya...