BAB 9 (Lapangan Basket)

453 27 0
                                        

Seorang cewek terlihat sedang mengendap endap masuk ke dalam area sekolah saat tadi sempat membuka gerbang depan setelah memastikan tidak ada satpam yang berjaga. Terlihat dari koridor bagian kanan, seorang guru laki-laki berkaca mata tebal sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat, ia menyelipkan badannya di kolong bawah tangga. Setelah dirasa aman, ia keluar dari tempat persembunyiannya.

"Fiks gue telat kalo masuk kelas sekarang." ujarnya setelah membaca chat line dari salah satu informannya, alias Fina.

Erfina Damayanti

Lo emang bener2 ya..

Sekarang udah jam 8 bego, kenapa gak dateng2 dari tadi? Udah ada bu ika. BYE!

"Terus gue harus kemana dong?" lanjutnya dengan suara lesu.

Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari melewati tangga sampai atap gedung sekolahnya. Setelah menutup pintu atap bangunan, ia berjalan menuju palang pembatas sambil memegangi dadanya yang terasa sesak karena berlari melewati tiga lantai dengan cepat supaya tak ada yang mengetahui jika ia bolos pelajaran di jam pertama.

"Gila yah, capek banget. Berasa kayak di kejar fans aja." Shea merentangkan tangannya, menghirup udara segar sebanyak mungkin.

"Kenapa gak di kelas? telat lagi?"

Shea langsung menoleh. Lehernya yang terasa sakit karena terlalu cepat menoleh tak di hiraukannya saat matanya menangkap sosok Nathan berdiri di depan pintu atap sambil bersendekap dada. Matanya melotot dengan tangan menutupi mulut yang terbuka tak percaya saat melihat kehadiran Nathan di atas atap sekolah sedang memergokinya tak ikut jam pelajaran pertama.

"Jawab. Bukan malah bikin wajah cengo gitu." Ujar Nathan di sertai wajah menahan tawa geli.

"Apaan sih?" Jawab Shea saat tersadar dari kekagetannya. "Kamu sendiri, gak ikut pelajaran juga emangnya?"

"Ikut."

"Kok di sini?"

"Jawab dulu pertanyaan gue." Tagih Nathan, berjalan menuju tempat Shea.

"Iya aku telat. Di kelas udah ada gurunya. daripada kena hukum, mending sembunyi di sini."

"Dasar nakal." Ucap Nathan, mengacak rambut Shea yang berantakan membuatnya semakin berantakan.

"Ish, Kan jadi tambah berantakan ini." Gerutu She. "Kamu kenapa bisa di sini?"

"Ijin ke toilet."

"Ini bukan toilet Nathan." Sanggah Shea saat mendengar kejanggalan dari jawaban Nathan.

"Aku tahu." Ucap Nathan.

"Terus?"

"Pas balik ke kelas, aku lihat kamu lagi lari ke atap."

"Terus kamu ikutin?" Shea tergelak tak percaya Nathan akan membuntutinya.

"Sekarang juga kamu balik ke kelas. Nanti kalo di marahin guru gimana?"

Tanpa mendengar ocehan Shea, Nathan menarik lengan cewek itu agar mengarah ke palang pembatas gedung. Ia berjalan mendekat tepat di samping tubuh Shea. Seketika keheningan terasa di antara mereka.

Shea yang tak tahu harus berkata apa juga diam tak mengucapkan kata-kata lagi. Jantungnya berdebar saat tiba-tiba tangan Nathan menyentuh punggung tangannya yang ia letakkan di palang pembatas.

"Dingin."

"Eng... enggak kok, tangan kamu aja yang hangat." Ucap Shea mencoba menyadarkan detak jantungnya yang mulai bereaksi.

"Kenapa sering telat?"

Shea hanya diam membisu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Apa ia harus berkata 'Mungkin hobi bangun kesiangan' atau 'karena aku sering terbangun tengah malam gara-gara mimpi sialan itu. Makanya susah bangun kalo pagi' ahh... itu bukan jawaban yang tepat menurutnya.

VILAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang